"Mbak...aku agak telat setengah jam ya"
Saya tersenyum simpul dan segera membalas pesan itu. Sambil mencari cari sinyal wifi gratisan.
Pagi itu rasanya seperti dikejar kejar. Dua hari sebelumnya, Shovia menghubungi menanyakan waktu luang karena ia ingin meminta saya jadi salah satu responden untuk tugas UTSnya. Maka dipilihlah hari kamis dan kami sepakat bertemu di Perpusda.
Menyiapkan sarapan, memandikan Bening, mencuci, menjemur baju meski saya sanggup menuntaskannya karena khawatir Bening terlambat sampai ke sekolah. Rencananya saya ingin berjalan kaki ke Perpusda sekalian antar Bening. Namun suami menawarkan diri untuk mengantar kami. Jadilah saya tiba terlalu pagi di perpusda dan memutuskan untuk menunggu di Taman Kartini sembari menunggu jam buka.
Meski pagi ini jadi lebih buru buru dari biasanya, amsaya sangat bersemangat karena akan menemui Shovia. Setelah perpusda buka, saya langsung masuk dan menepi di area ruang koleksi fiksi sembari memeriksa koleksi yang barang kali menarik tapi terlewat.
Tak selang beberapa lama, yang ditunggu tiba juga. "Mbak, maaf aku kesiangan. Habis subuh tidur lagi eh tau tau uda jam 7 makanya aku bilang agak telat tadi."
Akhirnya dia menyampaikan beberapa hal tentang project dia. Intinya ia membutuhkaan narasumber untuk tugas yang bertemakan pendidikan seks untuk anak. Kami ngobrol santai sembari menjawab beberapa pertanyaan darinya.
Semenjak bertemu dengannya saya sangat kagum dan progresnya melaju cukup pesat. Dari yg awalnya dia sebagai mahasiswa baru di INISNU, anaknya agak pendiam, meski sebenarnya dia itu permata yang berkilauan. Sampai akhirnya dia menjaadi finalis duta wisata Temanggung dan berbagai kegiatan baik kampus atau komunitas di Kabupaten Temanggung. Baru saya sadar ternyata sebenarnya ia tipe ekstrovert dan akhirnya menemukan kepercayaandirinya setelah momentum audisi duta wisata Temanggung.
Beberapa kali kami juga terlibat percakapan di chat meski tak intens. Terkadang saya merasa heran, mengapa di usia kepala tiga ini saya justru dekat dengan anak anak yang usianya di bawah saya. Berkawan dengan mereka seperti memberi semangat baru dalam hidup. Mungkin diam diam ini adalah bentuk corective emotional experience buat saya, mengingat masa muda ketika seumuran mereka saya justru tak bisa mengembangkan diri dan malah terjebak dalam toxic relationship.
Perlahan pulih dengan menemani mereka berkembang. Memeluk diri di masa lalu yang penuh luka. Membebaskan sisi diri yang terjebak dalam luka. Bebaskan, bebaskan.
Meski nampak terlambat, duduk bersama mereka yang masih muda jadi terlihat wagu, biarlah. Semoga bisa jadi bekal kelak saya mendidik Bening. Bagaimana menemani Bening supaya bisa menjadi sehebat anak anak muda itu? Tenti Bening punya jalannya dan ia hebat dengan caranya. Tapi saya perlu bekal kan untuk menemaninya?



















