Sekat
Agustus 01, 2025Pagi hendak menjelang. Memutus segala angan dan mimpi indah dengan pisau kenyataan. Merayap bersama detik detik fajar. Merekah merona diufuk timur nanti. Namun aku tak jua menemukan lelap di permulaan hari ini.
Tragedi kemarin telah menjadi komedi yang ingin ku tertawakan. Aku jadi panggung ajang pencarian validasi. Namun sayang, baru lewat berjam jam aku baru sadar. Lalu berhari hari setelahnya aku baru tumbang. Saat rebah aku digerogoti perasaan lain.
*
Seperti vas yang pecah di ruang tamu. Menjadi serpihan yang tiada berarti. Dia bilang, dia lelah. Lantas kenapa tidak berhenti? Alih alih menjalin hubungan baru yang sementara, kenapa tak merawat yang telah ada dan kelak kan menua bersama?
Aku bertanya tanya, sampai manakah aku ini? Hidup di dunia apakah aku ini? Menyesakkan. Kenapa harus aku yang merasakan ini semua?
Di pagi yang terlalu belia, sedang malam sudah pekatnya jubahnya, meski langit masih begitu gulita. Wajah yang ada di hadapanku bergeming saat kutatap. Kantuk menyergap. Tapi aku hendak bertahan. Saat ia tidur, aku begitu ingin menyelami pikirannya. Apakah yang aku takutkan nyata? Aku ingin telisik sepi pikirannya itu yg ia sembunyikan dengan tawa. Ia tutup rapat dengan diam seolah tidak terjadi apa apa. Kita ini apa? Mengapa masih ada selubung selubung berlapis di antara kita. Baik aku dan kau tahu, bahwa kita terpisah oleh membran tansparan yang masing masing kita enggan untuk merobeknya.
Terkadang aku muak. Tapi sering kali aku tepiskan saja.




















0 Comments