Hari itu Gresik terasa jauh lebih panas. Kami bermandikan keringat dan dikepung hawa pengap luar biasa. Untuk sesiapapun yang menggagas atap seng untuk bangunan kos ini terkutuklah. Sudah tahu Gresik panas, atap yang digunakan malah seng. Alhasil kami semacam dipanggang dalam ruangan ini. Ventilasinya pun terlalu minimalis alias kecil. Dengan berbagai kekurangan ini saya tetap menemukan hal posistif. Setidaknya saya masih punya perasaan tidak krasan yang membuat saya akan berusaha lebih keras. Bagaimana caranya kami bisa segera pergi meninggalkan tempat ini dan memiliki tempat tinggal sendiri.
Ditengah hawa panas itu, saya duduk termenung menatap burung dalam sangkar. Sangkar yang begitu sempit bahkan untuk merentangkan sayapnya saja sulit. Saya membayangkan betapa sumpeknya ia. Ia yang ditakdirkan untuk terbang dan mengepakkan sayapnya, harus menerima nasib tinggal dalam sangkar sempit pun tanpa teman. Kebebasannya terenggut. Separah apapun keadaan saya tinggal dalam kosan, masih jauh lebih menyenagkan ketimbang burung itu yang hari harinya sangat monoton di dalam sangkar tanpa bisa berinteraksi langsung dengan sesamanya. Mungkin hanya saling berbalas kicau dengan burung yang hanya lewat atau terdengar dari entah dimana. Ia tidak bisa melihatnya.
***
Hawa panas membuat tubuh saya enggan untuk bergerak lebih aktif. Sebab hanya berdiam saja keringat sudah bercucuran. Semua terasa lambat dan saya pun merasa selalu diserang kantuk. Tak ada yang bisa saya lakukan. Namun setidaknya saya sangat bahagia karena mendapatkan kunjungan dari Bapak dan ibuk. Saya sangat senang sekaligus kaget.
Sabtu pagi sebelum adzan subuh berkumandang, ponsel suami saya bergetar. Saya pikir itu alarm. Tak seperti biasanya, ponsel itu hanya bergetar tanpa membunyikan suara musik tanda alarm. Saya hanya berpikir, oh mungkin sudah diganti pengaturannya. Namun sesaat kemudian suami saya bangun dan meraih ponselnya. Ia langsung tebelalak saat melihat pesan whatsapp. Rupanya dari ibu yang mengabarkan bahwa beliau sudah sampai di dekat masjid agung. Suami saya langsung bergegas menjemput ibuk setelah mencuci muka.
Beberapa hari yang lalu, ibuk menjanjikan untuk mengirim beberapa barang dalam sebuah paket dengan ekspedisi. Namun hari Senin pekan lalu saat ibuk mengepak barang barang tersebut tiba tiba bapak berkata, ga usah dipaketin. Kita bawa aja. Karena selasa ibuk memiliki jadwal kegiatan yang cukup padat, maka Jumat sore bapak dan ibuk baru bisa berangkat. Tak ada pemberitahuan. Hanya saja memang sebelumnya ibuk pernah bertanya mengenai lokasi pemberhentian bus malam yang menuju ke Gresik dari Temanggung.
Tak disangka oleh olehm yang dibawa ibuk pun hampir semuanya baru saja menjadi bahan obrolan di hari sebelumnya. Mulai dengan buntil, hidangan khas Temanggung yang langsung jadi favorit suami saya. Alpukat dari pohon yang tumbuh dihalaman samping. Rebung yang enak dimasak dengan bumbu kari. Semua kami dapatkan dalam oleh oleh dari ibuk.
Saya teramat senang dan bersyukur. Kerinduan kami juga terbayarkan. Meski harus berebut udara dan rela panas panasan disini. Saya punya waktu untuk curhat juga dengan ibuk saat suami sedang kerja dan kebetulan bapak sedang pergi ke masjid. Biar bagaimanapun saya membutuhkan wejangan dari ibu yang sudah berpengalaman dalam rumah tangga. Ah ya, besok adalah hari ulang tahun ke 31 pernikahan bapak ibuk.
Meskipun bapak ibuk di hari Sabtu hingga Minggu petang hanya di tempat tinggal kami dan enggan untuk diajak jalan jalan, kami menghabiskan waktu bersama dengan berbincang. Terlebih dengan bapak. Akhirnya, kerinduan saya pada bapak terobati. Saya jarang berkirim pesan melalui whatsapp. Terlalu canggung. Hanya lewat grup keluarga. Itupun bapak hanya menyimak. Tapi saat bertatap muka langsung ada banyak hal yang bisa kami bicarakan.
Minggu pukul setengah sepuluh malam bus Safari Dharma Raya yang akan mengantarkan bapak ibuk kembali ke Temanggung akhirnya tiba di Terminal Bunder. Kami berpisah disana. Kata bapak dan ibuk, mulai pekan ini kegiatan bimbingan haji semakin dipadatkan. Saya tak menyangka jika sebentar lagi beliau berdua akan memenuhi rukun islam yang kelima. Beliau berdua adalah panutan bagi saya. Terutama dalam hal bagaimana beliau berdua punya cita cita semenjak awal pernikahan. Selalu menyisihkan sebagian penghasilan untuk mewujudkan cita cita itu. Selalu istiqomah meski banyak rintangan.
***
Kemarin merupakan hari tersibuk. Tapi saya juga sangat bersemangat. Suami saya berulang tahun dan kami berdua merencanakan hidangan istimewa berupa nasi kuning dengan lauk ayam goreng. Saya menambahkan menu sambal goreng kentang dan orek tempe. Suami berpesan agar saya membeli cabai dan tomat untuk membuat sambal bajak
"Mas yang bikin nanti"
Ah soal sambal saya menyerah. Ia sangat jago dalam hal memasak terutama persambalan. Hehe. Bahkan saya tak perlu tanya ibuk soal bumbu membuat nasi kuning. Suami saya langsung memberikan rincian bumbu bumbunya.
Kami berpisah di depan gang dan saya pun bergegas ke warung sayur yang sudah jadi langganan. Namun ternyata warung tersebut masih tutup seperti beberapa hari terakhir ini. Lantas saya pindah haluan ke penjual sayur yang biasa mangkal di halaman rumah seseorang. Sayang sekali, apa yang saya cari tidak saya dapatkan. Saya pulang ke rumah dengan perasaan tak nyaman.
Beberapa menit kemudian terdengar suara pedagang menjajakkan dagangannya. Namun saya tidak tahu apa yang ia jual. Saya kira penjual sayur keliling tapi ternyata ayam potong. Ah kebetulan. Saya membeli ayam setengah kilo dan oleh bapak penjualnya dipotong sekalian.
Masih ada yang kurang. Kentang, tomat dan bumbu dapur belum lengkap. Saya nyaris menyerah dengan bahan bahan yang tersisa di keranjang bumbu dapur. Sampai pada saat saya mencari persediaan santan instant di laci, saya tak menemukan apapun. Santan ini penting untuk membuat nasi kuning supaya lebih gurih. Maka saya memutuskan untuk ke minimarket.
Saat perjalanan ke minimarket saya jadi ingat bagaimana saya dulu saat menemani eyang uti memasak. Harus bolak balik keluar beberapa kali demi melengkapi bahan atau bumbu masakan yang akan dimasak. Sangat melelahkan. Tak disangka kebiasaan itu terulang saat saya sudah dewasa.
Sampai di pertigaan gang, tepatnya di gang antara blok D, blok C dan jalan yang menuju gang utama, saya mendapati penjual sayur keliling sedang dikepung ibu ibu di blok C. Saya mengurungkan niat untuk ke Indomaret dan segera menghampirinya.
Senang sekali karena bumbu dapur yang saya cari semua bisa saya dapatkan, pun dengan santan instant. Saya pulang dengan perasaan bahagia dan kembali bersemangat.
keringat kembali bercucuran saat saya meracik bumbu untuk nasi kuning dan ungkep ayam. Tak pernah sekalipun dalam hidup saya berkeringat hingga menetes netes ke lantai. Saya berkejaran pula dengan waktu. Karena saya harus segera kembali ke pekerjaan saya.
Jadilah hari kemarin merupakan hari tersibuk. Membagi konsentrasi. Mencuri waktu. Saya merasakan betapa seorang ibu dapat mengerjakan beberapa pekerjaan di waktu yang bersamaan. Untungnya saya kerap melakukan hal seperti ini, melakukan beberapa pekerjaan sekali waktu. Namun itulah yang membuat saya menjadi seorang semenjana. Tak punya hal yang menonjol dan cenderung ditengah tengah. Biasa saja. Ah tak masalah yang penting semuanya selesai meski jujur saja memang hasilnya kurang memuaskan. Nasi kuning saya kurang gurih, tapi Alhamdulillah untuk sambel goreng kentang dan orek tempe yang pembuatannya cukup kilat, lumayan enak juga hehe. Tapi... pekerjaan saya memang sedikit terbengkalai dan sempat dicari cari mbak bos.
***
Pekan lalu terlalu banyak hal yang membuat perasaan saya merasakan berbagai macam gejolak emosi. Ada saat dimana saya merasa tertekan dengan pekerjaan hingga serasa ingin mengundurkan diri. Terlebih dengan berbagai permasalahan. Tanpa diduga juga hadir rekan baru. Hal tersebut membuat saya mulai ciut ditekan pemikiran, apa mungkin ia akan menggantikan saya? Apa mungkin mba bos berencana memberhentikan saya? Di tambah dengan masalah masalah lain yang sukses membuat saya kelelahan dan pecah juga tangis itu. Hmmm. Tapi sore saat suami sudah pulang kerja saya bisa kembali tertawa. Malamnya saat makan kami berbincang dan berdiskusi. Tapi kemudian kami menjadi berdebat dan saya agak kesal dibuatnya. Hehehe
Untuk saat ini semuanya sudah jauh lebih baik. Terlebih besok adalah hari libur. Rencana liburan pun sudah ada. Rehat sejenak meski saya tahu esok Senin semuanya akan kembali memanas. Bismillah semoga saya bisa menjalani dengan pikiran yang dingin. Aamiin.
***
Sebelum tulisan ini diakhiri saya ingin kembali meminta maaf kepada para pembaca barangkali ada yang menantikan tulisan saya (berharap). Meski kegiatan hanya itu itu saja, tapi telah sukses membuat saya merasa tak punya waktu luang untuk teral konsisten memperbarui blog di hari Rabu. Mungkin saya harus mengganti jadwal menjadi hari Jumat? Atau diperbarui jika sempat? Hehe
Hari Rabu sepertinya terlalu sibuk dan melelahkan. Barangkali akhir pekan akan menjadi pilihan. Semoga bisa bersua lagi di akhir pekan depan :)
- Tifanny Lituhayu
Gresik, 24 Januari 2019