Faktanya pasar musik di Indonesia masih di dominasi dengan genre musik yang itu itu saja. Sebut saja pop, pop melayu dan semua musik yang terdengar mendayu dayu seputar cinta. Ruang untuk para musisi yang mengusung aliran rock dan sejenisnya cenderung memiliki ruang sempit di pasar musik tanah air kita ini. Sehingga mereka memilih jalur indie. Namun bukan berarti bahwa musik yang bergerak di jalur indie kualitas musiknya kalah dengan mereka yang sudah punya nama dan bolak balik manggung dan tampil di layar kaca televisi. Justru tanpa di duga, merekalah bibit bibit unggul yang patut di banggakan.
Coba dengarkan musik Scaller. Boleh cari di soundcloud atau aplikasi pemutar musik streaming lainnya. Jujur kesan pertama saya saat mendengarkan album mereka yang berjudul 1991, serasa sedang mendengarkan musik yang dibawakan oleh band dari mancanegara. Gaya bermusik mereka dan vocal baik milik Stella Gareth maupun Reney Karamoy begitu unik. Jika saja mereka tak membawakan lagu berbahasa Inggris, tentu saya akan percaya seratus persen bahwa Scaller merupakan band asal Jakarta, Indonesia. Tapi, berhubung lagu yang mereka punya berbahasa Inggris, saya tak habis pikir kalau mereka adalah band rock asal Indonesia. Pengucapan atau pronunciation bahasa Inggris Stella maupun Reney sangat sempurna dan fasih. Tidak hanya itu, warna musik yang mereka miliki juga bercita rasa kebarat baratan.
Scaller terbentuk pada tahun 2012 di Jakarta oleh Stella Gareth dan Reney Karamoy. Stella bertindak sebagai vokalis dan memegang peran dalam memainkan alat musik piano dan synth, sedangkan Reney ambil bagian di posisi gitar dan juga vokal kedua. Karakter vokal mereka sama sama kuat dan mengisi satu sama lain serta punya karakter yang hampir sama. Menurut saya vokal Stella sangat rock dan sensual. Begitu juga dengan Reney, suaranya tak kalah dengan penyanyi rock asal mancanegara. Sebagai perkenalan, pada Juni 2013 mereka merilis mini album yang bertajuk 1991.
Mini album 1991 ternyata memiliki filosofi tersendiri. Yakni tentang revolusi industri era 90’an. Filosofi itu dipresentasikan dalam karya audio berupa lima lagu yang mereka suguhkan. Memang saat mendengarkan musik mereka dalam mini album ini terdengar seperti musik musik rock yang hits di era 90’an sebut saja Nickleblack atau Oasis. Sebagai pecinta musik rock, saat mendengarkan musik ini pasti merasa terbawa suasana dan bernostalgia. Kita akan teringat pada band band manca yang meledak di era 90 dan awal 2000an. Mini album yang mereka rilis ini berada di bawah naungan label musik Demajors.
Tracklist:
- Live and Do
- Dreamer
- Stay on the Track
- M.I.B ( Mind In Battlefield)
- Time’s Full of You
Setelah sukses dengan mini album yang membawa mereka sebagai nominasi Indonesian Choice Award untuk Breakthrough Artist of The Year, mereka membuka tahun 2017 dengan merilis album penuh pertama mereka yang bertajuk Senses. Yap, pada tanggal 1 Januari lalu mereka resmi merilis album yang berisikan 9 lagu ini. Dalam proses pembuatan album Senses mereka melibatkan tiga drummer sekaligus. Mereka adalah Dhani Siahaan yang mengisi instrument drum pada lagu Flair dan The Youth, Enrico Octaviano mengisi instrument drum pada lagu Three Thirty, Upheaval, Dawn Is Coming, dan ketiga Usman Pranoto. Menariknya selain sebagai gitaris, Reney juga bertanggung jawab sebagai produser album Senses ini. Scaller membuat kejutan dan belokan yang cukup signifikan dalam karya terbaru mereka. Kendati demikian, mereka masih menyajikan musik rock yang menjadi identitas Scaller.
Tracklist:
- The Alarms
- Flair
- Move in Silence
- Senses
- Three Thirty
- A Song
- The Youth
- Upheaval
- Dawn Is Coming
Sebagai band rock, Scaller megaku musik mereka dipengaruhi band band beraliran sejenis dari luar negeri seperti The Beatles dan Radiohead. Bagi kalian yang menyukai musik rock, saya merekomendasikan kalian untuk mendengarkan karya musik mereka. Menurut saya baik mini album 1991 maupun album Senses adalah karya musik yang sangat brilian. Bagi saya Stella dan Reney adalah musisi yang genius dibidangnya.
Oleh Tifanny