Kamu kenapa? Pertanyaan itu sering saya ajukan untuk diri saya sendiri ketika melakukan hal hal konyol dan bodoh (seperti kemarin tiba tiba salah post entri blog dan berusaha menenggelamkannya dengan nyepam di blog sendiri. Saya mohon maaf bila kawan yang mengikuti blog saya tiba tiba menemukan hal aneh di daftar bacaan haha). Sering kali saya memberitahu diri saya sendiri bahwa saya hanya sedikit lelah atau mungkin sedang PMS. Saya malas untuk menghitung siklus itu. Namun sebenarnya itu sangat penting agar saya tak merasa terheran heran dengan diri saya sendiri. Sampai sejauh ini kadang saya belum memahami bagaimana diri saya. Terutama soal mengelola emosi. Namun setidaknya saya sudah berusaha untuk tidak lagi membanting benda benda di dekat saya saat merasa kesal. Berusaha keras untuk tidak menggeram atau menggerutu. Tapi sialnya twitter dan warga penggunanya yang saya temukan di komentar atau reply tweet milik seorang publik figur atau akun band, seperti memberi pengaruh buruk terhadap diri saya. Kata kata yang tak pernah saya gumamkan, kata kata umpatan itu mampir ke otak dan beberapa kali saya melontarkannya. Meski hanya saya sendiri yang mendengarkan, tapi lambat laun saya merasa, ada yang salah dengan diri saya.
Sepertinya butuh detoks sosial media terutama twitter. Tapi saya tidak pernah benar benar menjalankannya. Mungkin solusinya adalah saya berhenti melihat dan membaca komentar. Kalau mau nge tweet ya ngetweet saja. Jangan sampai saya mengkonsumsi kata kata kotor yang melintas di linimasa. Hmm bisakah?
Soal amarah, perlahan saya bisa menahan diri. Namun untuk rasa kecewa, sedih, dan merasa tidak berguna kadang bertandang juga ke diri saya. Saya sudah mencoba untuk lebih percaya diri dan mencintai diri sendiri dengan menerima semua yang ada pada saya dan apa yang saya jalani saat ini. Dalam dua tahun terakhir, saya berhasil menikmati hidup saya, merasa aman, nyaman, dan bahagia. Namun pagi ini saya merasa runtuh. Saya menyimpulkan satu hal setelah mendengar ucapan bapak tadi pagi. Bapak belum pernah bangga terhadap saya. Setelah saya membuat bapak kecewa berkali kali karena kelakuan kentang (kena tanggung) saya seperti cabut dari kampus, dan hal hal kentang busuk lainnya, saya merasa bapak akan sulit merasa bangga terhadap saya. Sekalipun kini saya sudah memperoleh pekerjaan. Namun sepertinya bapak berpikiran saya belum cukup menghasilkan banyak uang agar hidup lebih baik.
Saya menduga begini, bagi bapak, kehidupan yang baik dan membahagiakan adalah tersedianya berbagai fasilitas yang menunjang kehidupan mapan. Rumah, mobil, dan segala perabotan yang melengkapi keseharian. Mungkin bapak baru tenang dan bangga ketika saya dapat mencapai seperti yang bapak capai?
Seandainya saya bisa meminjamkan sejenak isi hati dan pikiran saya pada bapak. Bapak akan mengerti betapa saya sudah bahagia, nyaman, dan tentram saat ini meski saya masih ikut orang kerjaannya. Tentu saya punya impian besar, saya juga ingin mencapai kesuksesan sesuai kriteria bapak. Hanya saja, saya akan melangkah perlahan dan semua itu butuh waktu. Untuk saat ini saya ingin menikmati pencapaian saya sekarang. Setelah bertahun tahun saya menjadi anak cupu yang selalu kecewa pada dirinya sendiri karena tak bisa berbuat banyak selain menyusahkan. Lagi pula, bahagia dalam pemahaman saya tak melulu soal materi. Yah memang sih saya merasa bahagia saat bisa membeli buku. :v
Sepertinya terlalu lama saya menahan berbagai gejolak emosi. Ketika saya ingin mencoba meletakkan semua dan melebur dengan rasa dalam hati saya, hanya dua tetes air mata saja yang keluar. Tak pernah lebih dari itu. Sebab saya selalu ingat pada kakak yang telah lebih banyak mengalami hal hal menyakitkan dan melelahkan dalam hidupnya. Tak sekalipun ia mengeluh dan menyesal. Ia tetap menegakkan kepalanya dan bahkan selalu mencintai hidupnya.
**
Baiklah biar bagaimanapun saya tetap menyayangi bapak. Tentu saja. Saya juga belajar untuk memahami dan menerima setiap sikap bapak. Buat saya semua yang bapak ucapkan adalah pelajaran. Saya pun tak akan pernah bisa membalas segala hal yang pernah bapak berikan pada saya. Saya amatlah miskin. Namun Allah begitu kaya. Maha kaya, Allah yang akan membalas semua kebaikan bapak.
Tifanny
Tifanny