Gara gara mulai berjarak dengan blog sekarang saya jadi punya banyak pertimbangan saat ingin menulis. Ada hal yang ingin saya ceritakan tapi di menit berikutnya diri saya yang lain berkata,
"emang gapapa di masukin di blog? Kayanya ga usah deh."
Selain itu seperti yang sudah saya bahas di postingan sebelumnya, kesibukan menjadi ibu rumah tangga saat ini cukup menguras banyak energi dan seperti tak ada lagi energi yang tersisa untuk sekadar duduk memberi waktu pada minat menulis.
Masih ada banyak sekali hal menarik bahkan pada peristiwa peristiwa kecil yang dulu bagi saya sangat mudah untuk dialihwahanakan menjadi sebuah tulisan. Namun peristiwa peristiwa kecil itu saat ini melesat begitu cepat bagai anak panah. Meskipun demikian, anak panah itu telah menancap dalam memori. Akankah ia abadi? Saya merasa bahwa ingatan saya makin hari makin usang saja. Untuk memanggil kembali ingatan lampau rasanya agak sulit jika peristiwa itu tak memberikan kesan mendalam pada perasaan.
Hal hal lain yang membuat saya begitu sulit untuk menulis, mungkin juga karena saya sudah jarang sekali membaca selain membaca komentar dalam sebuah postingan di instagram. Sesungguhnya bagi saya hal paling seru dari sebuah kiriman instagram adalah kolom komentarnya. Hihi. Isi kepala dari ratusan bahkan ribuan orang di luar sana tumpah ruah dan unik unik terkadang.
***
Daripada ngalor ngidul tak karuan membahas kemageran saya, mungkin saya akan mencoba mengutarakan sesuatu yang mengganjal di hati. Yang sebenarnya ini sudah berkali kali menjadi pembahasan bersama suami dan selalu berakhir dengan, sudahlah jalani saja.
Saya harap rambut saya bisa terlihat seperti itu saat dari belakang. Namun sayangnya tidak deh tapi lebih kaya rambutnya Hagrid. :' |
Apalagi kalau bukan persoalan ibu ibu muda seputar pengasuhan anak.
Untuk beberapa ibu baru bahkan mungkin kebanyakan dari mereka, pengalaman pertama memiliki anak akan sangat membutuhkan peran orang tua mereka. Anak pertama apalagi juga menjadi cucu pertama bagi orang tuanya tentu akan menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri bahkan tak jarang sang nenek akan turun tangan dalam mengasuh cucu. Beruntung sekali jika anak kita bisa nyaman dalam gendongan nenek. Sebab kita jadi punya waktu untuk rehat bahkan mungkin tetap bisa melakukan hal hal yang biasa dilakukan saat belum mempunyai anak tanpa merasa ribet harus sambil urus anak.
Terkadang saya merasa iri. Bening sama sekali tak akrab dengan neneknya. Jangankan di gendong, pangku saja tak mau. Meskipun ini pengalaman pertama memiliki anak tapi saya tak seberuntung ibu ibu lain yang selalu didampingi ibu mereka. Saya menjalaninya sendirian. Bahkan saya sering merasa stress dan emosi meledak saat habis kesabaran karena kelelahan. Sebab kebiasaan segalanya urus sendiri, saya lebih merasa tenang saat Bening bermain sendiri sementara saya melakukan pekerjaan lain ketimbang menitipkannya ke rumah orang tua. Saat menitipkannya saya selalu dalam keadaan siaga dan terburu buru. Saya harus siap kalau kalau orang tua memanggil dan mengantarkan Bening pulang.
Saya selalu mencoba berdamai dengan keinginan saya yang tak tercapai. Sudahlah. Toh saya dan suami yang memutuskan ingin punya anak dan Allah telah mengamanahkan. Berarti pengasuhan adalah tugas kami. Jika saya lelah, itu risiko. Jika saya harus mengorbankan banyak hal, itu sudah jadi konsekuensi. Mungkin ada banyak hal yang ingin saya lakukan tanpa melibatkan anak, tapi saya tidak bisa menjadi egois. Toh saya sudah hidup selama 28 tahun sedangkan Bening baru 18 bulan. Ada banyak hal yang perlu ia ketahui dan saya harus menemaninya. Waktu untuk diri saya sendiri memang perlu, tapi memang sudah harus dikurangi untuk saat ini. Atau jika memang bisa carilah kegiatan yang menyenangkan, yang dapat dilakukan bersama anak. Seperti tidur misalnya. Hahaha
Iya sudah lewat tengah malam. Sebaiknya saya tidur ya...