Berakhir di Awal Hari (Bagian 2)
September 08, 2020Saya tidak tahu bagaimana caranya agar tetap tegar saat menghadapi kematian. Setelah mungkin kurang lebih, dua tahun lalu saya kehilangan sarimin, minggu ini saya kehilangan bertubi tubi. Anak anak oyen yang masih bayi, mati dimangsa kucing dewasa.
Saya tidak akan pernah lupa momen itu. Beberapa minggu setelah melahirkan tiba tiba oyen memindahkan semua anaknya dan meletakkannya entah dimana. Kami cukup kecewa karena anak anaknya sudah mulai belajar berjalan dan mungkin saja, beberapa pekan lagi mereka bertiga bisa belajar makan. Namun di suatu petang, bapak mendengar suara tangisan kucing bersahutan kemudian memanggil saya. Suaranya bergema. Saya menduga ketiga kucing itu ada di rumah belakang yang sudah tidak kami tempati. Bersama bapak dan hanya berbekal senter kami menemukan satu di bawah tangga dan terhalang kursi. Saya memungutnya.
Suara tangis masih terdengar dan kami beranjak ke lantai dua yang gelap gulita. Rupanya kucing yang kedua ini tengah meraba raba dalam kegelapan. Kami masih belum menemukan kucing ketiga. Suaranya cukup jelas tapi tidak ada di dalam ruangan. Sehingga kami beranjak ke balkon. Suara semakin jelas, tp saat lampu senter bapak sorot ke penjuru lantai balkon, kami tak menemukan apapun selain debu dan kotoran. Saat saya menengadahkan kepala, ternyata ia sedang melongok melalui lubang plafon. Ia sudah berada di bibir lubang dan kebingungan karena tidak bisa turun. Akhirnya bapak memanjat dan memungutnya. Ketiga kucing akhirnya selamat.
Keputusan saya dan bapak menyelamatkan ketiga kucing ini supaya mereka bertiga dapat kami beri makan. Dan seandainya Oyen pulang hendak menyusui, tak perlu jauh jauh ke rumah belakang. Toh kita anaknya juga terpencar begitu. Namun hingga larut, Oyen tak juga pulang. Seharian memang ia sudah tak terlihat.
Saya sudah meletakkan ketiga kucing itu di dalam kardus. Saya sempat memberinya susu. Sebelum saya masuk ke dalam rumah, saya meletakkan mereka bertiga ke dalam kardus. Tapi malam adalah waktu dimana mereka menjadi sangat aktif bergerak. Mereka berjalan jalan di halaman dengan cerianya. Sehingga sayathat dan bapak tak khawatir sedikitpun. Tapi semua berubah menjadi malapetaka.
Tanpa ada peringatan apapun,, atau suara gaduh, pagi hari bapak telah menemukan ketiga kucing itu luka berat dan mati. Semalam kucing dewasa telah memangsa mereka. Saya sangat terpukul. Saya hanya bisa menangis di kamar mandi sambil terus terbayang akan ketiga anak kucing itu. Saya tak menyangka jika penyelamatan itu justru menjadi malapetaka bagi mereka. Saya merasa sangat bersalah.
Hari hari berlalu setelah kematian mereka. Oyen pun tak kunjung menampakkan diri. Sampai akhirnya seminggu berselang, saya merasa yakin bahwa oyen telah hilang. Entah mati, entah diculik. Namun ini akhirnya. Akhir kisah kami dalam merawat keturunan sarimin. Rantai sudah terputus.
Saya ingin menuliskan ini sejak lama. Namun saya masih sangat terpukul hingga tak mampu menguraikan perasaan. Saat tulisan dianjutkan dan diselesaikan, saya sudah jauh lebih ikhlas. Meskipun tentu saja, saya masih sedih, terpukul, dan kecewa.
Maafkan saya Oyen, maafkan keluarga kami yang belum bisa merawat kamu dan anak anakmu dengan baik.
Ampuni keluarga kami ya Allah karena kami lalai dalam menjaga amanahMu. Kami mohon ampunan. Kami sangat takut akan murkaMu. Ampuni kami
Tifanny Lituhayu
0 Comments