Suasana Pedesaan

Juni 13, 2023

Suara jangkrik saling bersahutan menyambut petang yang datang. Langit jingga yang temaram perlahan menjadi lebih pekat menit demi menit seiring dengan kumandang suara adzan dari surau maupun masjid yang saling bersahutan. Saya mengamati segala perubahan itu dari balik jendela yang kacanya memburam karena debu. Terdengar pula suara dengung asing yang tak pernah saya temukan ketika berada di rumah. Suara dengung itu mungkin agak mengganggu tapi anehnya lama kelamaan menjadi cukup menenangkan. Saya berpikir suara apakah itu? Dengung serangga yang bersembunyi diantara semak semak ataukah dengung lampu neon di beranda? Saya segera mengabaikannya dan kembali mengamati sekitar: lampu jalan yang redup, langkah kaki tetangga yang sudah berusia senja terseok menuju surau untuk shalat berjamaah. Semuanya terekam dalam ingatan.

Kenangan tak hanya dibentuk oleh penglihatan maupun perasaan. Namun indra penciuman juga selalu dapat merekam peristiwa dan menyimpannya di dalam memori. Saat suatu hari tanpa sengaja kita mencium aroma itu kembali, kilasan peristiwa tertentu akan berkelebat lagi seperti baru kemarin terjadi. Begitulah yang sering kali terjadi saat saya mencium aroma rokok lintingan bapak yang mengingatkan akan almarhum mbah kakung. Sebagian besar waktu liburan ketika saya kanak kanak dihabiskan di dusun Mudal rumah orang tua dari Ibu. Saya sangat menikmati setiap kegiatan dan kebiasaan yang dilakukan oleh embah sejak bangun pagi hingga tertidur. Duduk menghangatkan diri di dapur sembari merebus air dengan tungku tanah liat. Membakar kayu kayu, blarak, dan tepes, ikut menikmati minuman hangat dan kudapan ringan sebelum beraktivitas di sawah, jalan jalan pagi tertelanjang kaki, mencuci dan mandi di pemandian umum bersama mbah uti.

Selain hal hal menyenangkan yang saya lakukan, suasana pedesaan disana telah terpatri dalam ingatan dan perasaan nyaman saat menjalani hari hari disana di masa lalu. Sejak saya SMA saya selalu punya cita cita dapat tinggal di kawasan pedesaan yang asri saat sudah tua nanti. Saya tidak menyangka ternyata mas suami juga punya keinginan yang sama. Jika kami berumur panjang, InsyaAllah, saya ingin memiliki sebuah rumah mungil dengan halaman luas. Kebun kecil di belakang rumah dan jarak antar satu rumah dengan rumah lain (tetangga) tak terlalu dekat. Impian ini timbul dari kami berdua karena baik saya maupun mas besar dan tinggal di kawasan pemukiman yang boleh dibilang cukup padat. Bahkan tembok antar rumah saling berhimpitan. Rumah kami sekarang bahkan di balik tembok kami juga telah menjadi sebuag dapur milik tetangga. Entah bagaimana penampakannya tapi saya yakin tembok disisi yang sana pasti sudah tergantung berbagai perabotan dapur. Hihi

***

Ketika saya pertama kali membaca novel karya pak Ahmad Tohari yang berjudul Bekisar Merah, di awal tulisan sudah disuguhi penggambaran nuansa desa. Saya masih ingat suasana desa yang digambarkan adalah suasana setelah turun hujan. Ketika membaca itu mendadak saya bisa merasakan suasana sejuk dan suara tetesan sisa air hujan yang jatuh dari dahan ke dahan lain. Sejak saat itu hampir seluruh karya beliau saya buru dan baca. Hihi. Beliau selalu lekat dengan kisah kisah berlatar pedesaan.

Hampir seluruh waktu masa kecil saya ketika liburan saya habiskan menginap di pedesaan. Di rumah embah dan budhe. Pengalaman pengalaman itu membekas sekali dan selalu saya rindukan.