Diantara yang Ku Damba
September 26, 2018Aku lelah dengan hiruk pikuk ini. Tak selamanya aku ingin tertawa dan tersenyum. Meski tiada yang memintaku tuk menjadi ramah dan menekan segala amarah, tapi ku yakin mereka nuntut aku tuk demikian. Apa hak ku untuk memunculkan segala yang kurasa di hadapan mereka? Ada sebuah batas yang tak terlihat yang menjadikanku enggan tuk berucap. Yang kuucap hanya apa yang ada saja. Mulut terlatih diam dan tersenyum dengan apa apa saja yang terlintas. Namun rasa sudah terbendung begitu lama. Hingga terasa sesak. Ingin sekali kualirkan semua tapi aku ingin menepi dari sini. Ingin ku temukan tempat yang tepat. Dimana aku bisa duduk sendiri meresapi segalanya dalam diam.
Aku merindukan sebuah sore yang hanya ada aku dan kucingku yang sangat manja. Melingkar lingkar dikaki ku dan selalu terlelap dipangkuanku setelah lelah berjalan kesana kemari sementara aku hanya duduk diam. Dengkurnya yang lembut selalu membuatku nyaman. Jemariku tak henti hentinya membelai bulu lebatnya. Sulit bagiku untuk mengabaikan makhluk lucu ini. Ahh aku rindu suasana seperti itu.
Aku juga mendamba sebuah pagi yang cukup sunyi dengan segelas cokelat panas. Terdiam merenungi semua dan jauh dari gerak gerik mereka yang berkelebatan dihadapanku setiap hari. Aku bosan. Aku ingin menepi dan sendiri. Biar aku bebas jika ku ingin menangis, tertawa, bahkan marah sekalipun. Aku lelah menahan ini semua. Ya memang tak ada yang memintaku tuk menahan diri. Tapi rasanya tak ada yang sudi tuk mendengar keluhku. Namun dibanding sebuah sore bersama kucing, pagi sunyi dengan segelas cokelat panas, ada yang lebih aku dambakan. Aku mendamba sebuah pelukan erat. Aku rindu peluknya yang selalu membuatku tenang. Ibu...aku rindu. Aku ingin menepi dan aku jengah dengan semua ini. Ingin sejenak saja aku letakkan dan ku habiskan waktuku bersamamu seperti kala itu.
0 Comments