Terimakasih Bapak
Juli 27, 2020Seorang ibu menjaga anaknya agar tidak terjatuh. Sedangkan seorang ayah mengajari bagaimana untuk bangkit dari jatuh. -Bapak
Suatu hari ibuk mengirim sebuah foto lawas berwarna sephia nampak seorang bayi yang usianya mungkin baru 10 bulan. Bayi itu bertubuh gempal dan dahinya menojol. Ibu melempar pertanyaan.
Mirip siapa coba?
Spontan kakak saya menjawab mirip dengan Benji, putranya yang ketiga. Kemudian, disusul lagi pertanyaan, ini kakung?
Ibuk mengiyakan.
Saya cukup kagum dengan keluarga bapak, terutama bagaimana almarhum mbah kakung dan mbah uti sangat menghargai sebuah momen. Keluarga ini sangat senang mengabadikan momen tertentu dalam sebuah foto. Meski saya tahu, pada waktu itu ekonomi cukup sulit. Namun saya menyadari, bahwa dengan mengabadikan sebuah peristiwa suatu saat dimasa yang akan datang mereka bisa bercerita kepada keturunannya tentang bagiamana kehidupan di zaman dahulu. Bagaimana pahit dan getirnya perjuangan saat itu. Hingga akhirnya kami dapat memetik hikmah dan sebagai generasi penerus, sudah sepantasnya kami mengapresiasi perjuangan leluhur, yakni dengan berkirim doa dan terus berbakti selagi mereka masih ada.
Suka mengenang atau bernostalgia bapak dapatkan dari ayahanda. Apapun momennya selalu menyempatkan diri bertandang ke studio photo. Saat itu baru ada satu yang membuka usaha jenis ini. Wing Hwa, studio photo miliki keluarga beretnis Tionghoa ini sampai mengenal baik keluarga pak Moch Sapto.
"Kocomotone anyar, poto, benike anyar poto..."
Tentu jika sekadar satu kancing baju menjadi alasan untuk ke studio agak hiperbolis. Tapi dari ungkapan bapak tersebut bisa menggambarkan bagaimana mbah kakung sangat suka berfoto. Maka sampai hari ini bapak menuruni kebiasaan almarhum.
Salah satu momen yang sering kami abadikan adalah ulang tahun. Saya, kakak, dan adik saya mempunyai album khusus yang berisikan foto kami mulai usia nol hingga seterusnya. Diambil setiap kali kami berulang tahun. Namun semua berhenti ketika adik saya meninggal. Lalu kakak merantau, hingga akhirnya kamis hanya foto secara random saja. Terlebih saat ini dengan adanya ponsel pintar, kami jarang mencetak foto.
Bagaimana seorang bapak yang cukup sentimental itu menjadi sangat spesial bagi kami anak anaknya. Semua kebiasaan bapak yang selalu ditularkan kepada kami menjadi bekal untuk kehidupan. Bahkan tanpa kami sadar.
Bapak adalah sosok yang tegas, disiplin, sangat memperhatikan kebersihan, dan perhatian meski kehilatannya agak dingin. Tapi bapak adalah sosok yang sangat lembut dan terampil saat memandikan bayi. Keempat anaknya semua khatam dimandikan sewaktu bayi. Bahkan bapak juga sangat bersemangat saat memandikan cucu.
Seperti halnya mbah kakung yang selalu hafal dan mengingat kesukaan masing masing putra dan putrinya. Bapak selalu bisa menebak apa menu yang akan saya pesan setiap kali ada kesempatan makan di luar. Nasi goreng! Begitu ujar bapak. Sampai saya pun hanya bisa tertawa karena sudah ketebak apa maunya.
Bapak juga adalah orang yang paling berjasa bagi kami karena rela meluangkan waktu meski lelah, beliau tetap mengantarkan kami ke TPQ belajar mengaji. Karena bapak sadar betul beliau kurang mendapatkan pendidikan agama, maka memastikan kami semua bisa mengaji.
Hari ini bertepatan dengan peringatan hari lahir bapak, kami hanya bisa menghadiahkan doa. Segala kebaikan bapak, pengorbanan waktu maupun materi yang tak mampu kami rincikan pun belum mampu kami balas. Hanya Allah yang Maha segalanya yang mampu membalas, pak.
Kesabaran bapak, keikhlasan bapak atas semua yang sudah terjadi semoga berbuah manis. Semoga tahun depan bisa segera menjadi tamu Allah di Baitul Makkah bersama ibu dan jemaah haji lainnya. Aamiin yaa rabbal alamiin. Semoga panjang umur dan berkah selalu.
Salam rindu,
Tifanny di Gresik
Salam rindu,
Tifanny di Gresik
0 Comments