Melestarikan Tradisi Pijat Urut: Antara Warisan Budaya dan Tantangan Modern

Januari 23, 2025

Pijat urut, di banyak daerah di Indonesia, adalah praktik yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Lebih dari sekadar teknik penyembuhan fisik, pijat urut mencerminkan tradisi yang diwariskan lintas generasi, diwarnai oleh kearifan lokal dan nilai sosial yang mendalam. Namun, memandang pijat urut sebagai warisan budaya mungkin mengundang pertanyaan: apakah penghargaan ini berlebihan? Ataukah ini justru panggilan untuk melestarikan sesuatu yang lebih besar dari sekadar keterampilan manual?

Dalam sebuah percakapan dengan seorang ibu berusia 50-an yang telah lama mendalami pijat urut, saya menemukan gambaran nyata tentang bagaimana tradisi ini tetap hidup. Ia mulai memijat karena merasa memiliki "bakat alami," lalu memperdalamnya melalui belajar mandiri. Baginya, pijat urut bukan sekadar pekerjaan, tetapi panggilan yang memadukan empati, pengetahuan, dan ketelitian. Sayangnya, ketika ia hendak mendapatkan lisensi formal agar dapat membuka pelatihan, ia terhambat oleh proses administrasi yang lamban.

Pijat Urut Sebagai Warisan Budaya

Mengapa pijat urut layak disebut sebagai warisan budaya? Pertama, pijat urut di Indonesia sering kali berakar pada tradisi lokal. Di Jawa Barat, misalnya, pijat Cimande tidak hanya berfokus pada penyembuhan fisik, tetapi juga melibatkan ritual doa dan penggunaan ramuan herbal. Praktik ini mencerminkan perpaduan antara ilmu medis tradisional dan spiritualitas, yang diwariskan secara turun-temurun.

Kedua, pijat urut memiliki fungsi sosial yang signifikan. Dalam banyak keluarga, praktik ini menjadi simbol perhatian dan kasih sayang, seperti pijat pascamelahirkan untuk ibu atau pijat bayi sebagai bagian dari perawatan tradisional. Ini menunjukkan bahwa pijat urut lebih dari sekadar keterampilan teknis; ia adalah bagian dari hubungan manusia yang bermakna.

Ketiga, pengakuan global terhadap tradisi serupa memberikan validasi tambahan. UNESCO, misalnya, telah mengakui Thai Traditional Massage (Nuad Thai) sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Hal ini menunjukkan bahwa seni penyembuhan seperti pijat memiliki nilai budaya yang layak dihormati dan dilestarikan.

Tantangan di Era Modern

Meskipun memiliki akar yang kuat, pijat urut menghadapi tantangan besar. Legalitas dan pengakuan formal sering kali menjadi hambatan. Lisensi yang seharusnya memperkuat posisi para praktisi sering kali sulit diperoleh karena birokrasi yang berbelit. Tanpa dukungan ini, sulit bagi para praktisi untuk membawa tradisi pijat urut ke tingkat profesional dan menjangkau khalayak yang lebih luas.

Selain itu, modernisasi dan globalisasi menciptakan tekanan baru. Banyak masyarakat urban lebih memilih layanan spa modern atau terapi medis berbasis teknologi. Di tengah arus ini, pijat urut tradisional berisiko dianggap kuno, meskipun justru membawa nilai-nilai yang lebih holistik dan berkelanjutan.

Masa Depan Pijat Urut

Pelestarian pijat urut membutuhkan langkah strategis. Praktik ini perlu didokumentasikan dalam bentuk tulisan, video, atau panduan pelatihan yang terstandar. Dengan cara ini, pengetahuan tradisional tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang sesuai kebutuhan zaman.

Lebih jauh lagi, pemerintah dan komunitas perlu memberikan dukungan konkret, seperti mempercepat proses lisensi, memberikan subsidi untuk pelatihan, atau memasukkan pijat urut dalam daftar warisan budaya nasional. Dukungan ini tidak hanya membantu para praktisi seperti ibu yang saya temui, tetapi juga memastikan bahwa tradisi ini tetap hidup untuk generasi berikutnya.

Pijat urut bukan hanya tentang penyembuhan tubuh, tetapi juga tentang menjembatani masa lalu dengan masa kini, menghubungkan manusia dengan tradisi, dan membawa kearifan lokal ke panggung global. Sudah saatnya kita mengakui nilainya sebagai warisan budaya yang layak dilestarikan dan dihormati.

You Might Also Like

0 Comments

BLOG ARCHIVES

TIFANNY'S BOOKSHELF

Harry Potter and the Half-Blood Prince
Angels & Demons
Mati, Bertahun yang Lalu
Le Petit Prince: Pangeran Cilik
Di Kaki Bukit Cibalak
Goodbye, Things: Hidup Minimalis ala Orang Jepang
Orang-orang Proyek
Guru Aini
86
Ranah 3 Warna
The Da Vinci Code
Animal Farm
Hacker Rp. 1.702
Mata Malam
City of Thieves
Yang Fana Adalah Waktu
Kubah
Harry Potter and the Sorcerer's Stone
9 Matahari
Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982

• T I F A N N Y •

•  T I F A N N Y  •
INFJ-T ・ semenjana ・ penikmat musik & es kopi susu ・ pencinta fotografi ・ pecandu internet ・ escapist traveller ・ sentimental & melankolis ・ suka buku & aroma petrichor ・ hobi journaling