Vakansi: Menyusuri Hutan Mangrove dan Menikmati Semilir Angin Laut

Oktober 18, 2017

Saya hampir tidak bisa mengenali tempat itu. Saya pikir lokasinya berbeda. Ternyata itu memang pantai Congot yang dulu pernah saya kunjungi. Mungkin sudah hampir lima belas tahun berlalu. Kini wisatawan sudah semakin sering berkunjung kesana karena dengan adanya hutan mangrove. Beberapa waktu yang lalu hingga sampai saat ini, selain menjadi penyelamat lingkungan, hutan mangrove mempunyai daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Para pengembang pariwisata membangun jalur diantara rimbunnya hutan agar dapat dilalui wisatawan. Berjalan ditengah hutan mangrove, berfoto, ditambah lagi adanya titik titik untuk berswafoto. Aksesoris menarik dan pemandangan yang indah, begitu memikat para pengunjung.


Berbeda sekali dengan belasan tahun silam. Saat itu pantai Congot hanyalah sebuah pantai di jalur selatan Yogyakarta. Tepatnya di daerah Kulon Progo. Pasirnya hitam, ombaknya besar, dan anginnya cukup kencang. Meski hari libur, tak begitu banyak wisatawan yang berkunjung. Tapi ada satu yang membuat kami sedikit senang. Disana hasil ikannya melimpah. Kami bisa mengunjungi tempat penjualan ikan dan memilih ikan ikan segar hasil tangkapan nelayan. Hanya sebatas itu saja. Ah iya...dan tentu saja perahu nelayan yang bisa ditumpangi untuk berkeliling di sekitaran delta.

Hari minggu, 15 Oktober kemarin saya benar benar takjub melihat perubahan pantai Congot. Terutama dengan adanya hutan mangrove. Namun saat saya membaca papan lokasi, ternyata bagian pantai dengan hutan mangrove itu bernama pantai Pasir Kadilangu. Disana Ada jembatan jembatan bambu bahkan juga menara seperti miniatur Eiffel. Pengunjungnya sangat banyak. Bahkan ada yang datang berombongan. Mungkin ada sekitar dua hingga tiga rombongan. Ada yang berjalan menyusuri hutan mangrove, ada juga yang berkeliling menggunakan perahu yang disewakan.



Biaya masuk ke pantai Congot hanya Rp 5000 per orang. Untuk biaya parkir mobil juga Rp 5000. Untuk memasuki kawasan wisata hutan mangrove, pengunjung harus menyebrang menggunakan parahu terlebih dahulu. Biayanya Rp 10000 per orang. Setiba di lokasi, kami tidak perlu membayar lagi. Kami bisa berkeliling sepuasnya menyusuri jalur yang sudah disediakan. Tapi saya harap bagi teman teman yang ingin berkunjung kesana, tolong diperhatikan rambu rambunya. Kenali mana pintu masuk dan pintu keluarnya. Jangan masuk lewat pintu keluar. Sebab jika berpapasan dengan pengunjung lain dari arah yang berlawanan akan sulit jadinya. Lagipula, jalan bambunya tak seberapa lebar. Jadi, dimohon untuk baca petunjuk dulu ya.



Oh iya...selain berlajan menyusuri hutan bakau dan melihat langsung dari dalam, wisatawan yang ingin berkeliling tanpa harus capek berjalan bisa menyewa perahu. Biaya Rp 10000 per orang. Sudah bisa berkeliling bolak balik melihat hutan bakau dan burung burung camar yang sedang asyik berburu dan bergerombol. Saya senang sekali melihat kawanan burung putih itu.

Pengalaman kemarin adalah pengalaman yang pertama bagi saya. Sehingga saya belum begitu paham mengenai rute yang bisa dilewati. Ada beberapa yang terlewat dan saya merasa sedikit kecewa. Tapi lumayan lah karena sudah berkeliling dengan perahu tanpa sengaja. Ya...kami kira perahu yang kami tumpangi adalah perahu yang akan mengantarkan ke parkiran. Ternyata itu perahu wisata. Jadi kami harus membayar lagi. Sedangkan perahu untuk kembali parkiran kami tidak diminta membayar lagi. Sebab Rp 10000 bisa untuk berangkat dan kembali.

Cukup menyenangkan liburan kemarin. Namun sebetulnya ada yang kurang. Yah..tidak ada si bungsu. Tapi bapak berkata, nanti bulan Desember saat liburan tiba kami bisa kesana lagi bersama adek. Syukurlah. Saya bisa menjelajah hutan mangrove itu lagi dan mengikuti semua rutenya.

Sebelum beranjak pulang, saya melihat lihat pantai terlebih dahulu. Ombaknya masih besar dan pantainya agak curam. Anginnya pun berhembus kencang. Saya harus mengambil beberapa foto dahulu sebelum meninggalkan pantai ini. Hehe. Cuacanya cukup terik. Sehingga ibuk dan bapak lebih memilih berteduh dan menikmati minuman di sebuah warung es kelapa muda. Jadi saya berswafoto dengan memanfaatkan fitur self timer.

Pose macam apa ini? 😂
**
Setelah puas berfoto, kami pun meninggalkan pantai Congot. Kami menyusuri sebuah jalan beraspal yang disisi kanannya terdapat sebuah lahan yang luas. Saya menduga di lahan itu dulunya tumbuh pepohonan dan semak belukar. Tapi sekarang semuanya sudah lenyap dan rata dengan tanah. Rupanya di tempat itu akan dibangun sebuab bandar udara internasional. Menurut penuturan seorang pengemudi perahu, jika bandara itu sudah dibuka dan beroperasi, kawasan wisata pantai Congot akan ditutup. Ini sangat disayangkan. Saya hampir tidak percaya. Sebab wisata hutan mangrove di pantai ini masih tergolong baru. Yah tinggal kita lihat saja. Pembangunan bandaranya akan selesai kapan. Tapi biar bagaimanapun, tetap ada sisi positifnya kan dengan adanya bandara di daerah Kulon Progo? Semoga saja.

-penikmatsunyi

You Might Also Like

0 Comments

BLOG ARCHIVES

TIFANNY'S BOOKSHELF

Harry Potter and the Half-Blood Prince
Angels & Demons
Mati, Bertahun yang Lalu
Le Petit Prince: Pangeran Cilik
Di Kaki Bukit Cibalak
Goodbye, Things: Hidup Minimalis ala Orang Jepang
Orang-orang Proyek
Guru Aini
86
Ranah 3 Warna
The Da Vinci Code
Animal Farm
Hacker Rp. 1.702
Mata Malam
City of Thieves
Yang Fana Adalah Waktu
Kubah
Harry Potter and the Sorcerer's Stone
9 Matahari
Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982

• T I F A N N Y •

•  T I F A N N Y  •
INFJ-T ・ semenjana ・ penikmat musik & es kopi susu ・ pencinta fotografi ・ pecandu internet ・ escapist traveller ・ sentimental & melankolis ・ suka buku & aroma petrichor ・ hobi journaling