Yang Membiru
Oktober 28, 2018Aku menerawang jauh meski pandanganku terhenti di langit langit kamar. Pertanyaannya semalam, membuatku kembali berfikir...
"kau hanya perlu menyibukkan dirimu..."
"Aku sudah terlalu sibuk, bahkan aku perlu waktu ekstra untuk menyelesaikan pekerjaanku."
"Apakah batinmu sudah dibuat sibuk juga?"
Aku terdiam. Ya...mungkin aku telah tenggelam dalam rutinitas pekerjaan dan sibuk karenanya. Namun aku belum benar benar menyibukkan batinku. Maka saat aku berbaring sejenak melepas penat, aku kembali merasakan rasa sakit itu lagi. Meski peristiwa itu sudah berlalu, tapi batinku belum sepenuhnya menghapus segala yang ada.
Aku mengubah posisi berbaringku. Miring, dan kudapati tembok dingin tepat di depan wajahku. Biru... apakah batinku bernuansa biru seperti ini? Dingin dan memar. Tuhan telah menuntunku ke titik ini dengan kekuatan dan segala kasih sayangnya yang tiada batas. Tapi mengapa aku masih saja menjebak batinku sendiri tuk merasa sendu. Apakah keikhlasan yang sering aku katakan itu belum jua aku capai? Padahal saat menata segalanya pada logika dan fakta, apa yang sudah berakhir adalah yang seharusnya terjadi. Meniti kembali semua yang berlalu tidaklah mungkin. Itu sangat bertolak belakang dengan kenyataan. Tidak mungkin. Logikaku sama sekali tak menemui titik temu untuk hal itu. Batinku meski bergejolak saat ini, sungguh pasti akan semakin merana bila tersentuh angin dari kelampauan.
0 Comments