Sepekan Tanpa Medsos

Desember 01, 2019


Akhir akhir ini saya merasa kecanduan media sosial dan itu sangat mengganggu kehidupan saya. Seperti yang sering dibicarakan di berbagai media tentang bahaya kecanduan medsos, saya benar benar mengalaminya. Kira kira sekitar seminggu yang lalu saat melihat sebuah foto yang menampilkan seorang gadis berkaki jenjang dan perut yang rata, tiba tiba saya merasa frustrasi. Saya mulai membanding bandingkan diri saya dengan orang lain dan berakhir dengan kekecewaan. Berat badan saya kini sudah naik dan mencapai bobot terberat yang pernah saya alami. Saya terus terbayang dengan foto gadis itu dan ketika saya menatap pantulan diri dicermin, saya merasa sebal. Padahal selama ini saya sudah belajar untuk lebih riang dan menerima apapun yang ada pada diri ini. Pada saat itulah saya sadar bahwa saya perlu melakukan sesuatu, selain diet. 

Lagi pula, saya merasa tak pernah selesai dengan diri saya ketika apapun yang saya lakukan, pikirkan, alami, rasakan selalu saya bagikan ke media sosial. Tiap menit ada saja hal yang saya utarakan di twitter. Mengapa saya begitu cerewet di dunia maya? Ketika saya berkutat dengan media sosial tentu banyak hal yang terlewat meninggalkan saya tanpa disadari. Ada hal hal yang seharusnya bisa diulik, dijelajah, dilakukan tapi saya tidak melakukan itu semua. Itulah kenapa, isi blog saya juga terasa kering dan membosankan. Isinya hanya terpusat pada saya. Saya tidak pernah selesai dengan diri saya sendiri. Saya ingin melihat lebih luas dan melakukan berbagai hal yang bisa memberikan pengalaman baru dan berbicara tentang segala hal di luar diri saya.

Saya berniat untuk membuat sebuah jurnal harian yang merekam perjalanan saya dalam melakukan detoks media sosial selama sepekan penuh. Namun jurnal tersebut berhenti di hari ke 5 kendati program detoks yang saya lakukan masih berlanjut. Saya sudah merasakan hasilnya. Selama 5 hari tidak mengabarkan apapun di twitter, Instagram atau WA Story, lama kelamaan saya merasa tak ada lagi bahan untuk melanjutkan jurnal detoks medsos. Sebenarnya itu salah satu tujuan yang ingin saya capai. Segala yang ada dibenak tak melulu harus dituangkan. Ada kalanya semua itu cukup terbiarkan berputar putar di kepala dan akan pudar seiring waktu.

Hari ini, 30 November 2019 sepekan sudah saya meninggalkan akun media sosial (twitter dan Instagram) tapi terkadang saya masih membuka akun milik orang lain untuk sekadar melihat kabar terkini mereka, yah stalking mungkin istilahnya. Untuk yang satu itu saya belum mampu untuk menghindarinya sama sekali. Terkadang saya merasa rindu dan berfikir rasanya saya tidak perlu sepenuhnya menjauhi medsos. Mungkin saya bisa sesekali membukanya. Namun saya kembali mengingat, bahwa selama ini, ketika saya membuka medsos pasti jadi lupa waktu. Terlalu banyak waktu yang terlewat. Jadi istirahat panjang ini akan sangat tepat bagi saya.

Mungkin saya tak akan lagi mendapat kabar tentang band band favorit yang akun instagramnya telah saya ikuti. Ah tapi sudahlah, tak masalah untuk saya.  Sebab hal itu tak terlalu penting lagi sekarang. Tidak selamanya harus menekuni semua kegemaran yang saya miliki. Waktu terus bergulir dan tak selamanya mesti memenuhi segala hasrat pribadi. Mungkin ini adalah sebuah fase pendewasaan diri, ketika saya kelak sudah berkeluarga maka waktu dan perhatian saya tak hanya untuk diri sendiri tapi juga untuk keluarga. Jika terus saja berupaya memuaskan ego, lambat laun akan menjadi egois. Dan egois saat saya sudah memiliki keluarga akan berdampak buruk.

Semoga apa yang saya jalani selama sepekan ini bisa untuk selamanya. 7 hari untuk selamanya (ganti judul bukan 3 hari untuk selamanya hehe)

Tifanny

You Might Also Like

4 Comments

  1. Jadi ini sebabnya Twittermu hilang dari peredaran 😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat datang di rumahku yang baru Vidia, maapin driku yg masih labil ini wkwkwkwk

      Iya nih. Agak trll tiba tiba ya. Yg tdinya tiap detik ngetweet tiba2 ilang :v

      Krn trll cerewet itu, aku jd merasa insecure 😂

      Hapus
    2. Iya, kemarin-kemarin aku sempat cari blogmu buat baca ulasan tentang bukunya Bung, eh kok gak ada juga. Kirain mogok nulis lagi, ternyata pindah alamat ya 😂

      Eh tapi hebat lho, kamu bisa jauh dari medsos meski belum sepenuhnya. Kalo aku masih belum bisa. Huhu..

      Hapus
    3. Mhehehe uda ketemu belum ulasannya? Ulasan kacang2an ini mah:

      https://tifannylituhayu.blogspot.com/2019/09/tapak-jejak-mencapai-titik-balik-dan.html

      Masi ttp stalking. Itu knp susah bgd sih ilanginnya wkwkwk. Kan pnyakit muncul dr stalking sbnrnya yak. :v

      Gapapa vid, soalnya kan emng penting juga. Selama km bs memanfaatkan dan memakainya dg baik dan ga nimbulin masalah km ga perlu hindari ko. 😘

      Hapus

BLOG ARCHIVES

TIFANNY'S BOOKSHELF

Harry Potter and the Half-Blood Prince
Angels & Demons
Mati, Bertahun yang Lalu
Le Petit Prince: Pangeran Cilik
Di Kaki Bukit Cibalak
Goodbye, Things: Hidup Minimalis ala Orang Jepang
Orang-orang Proyek
Guru Aini
86
Ranah 3 Warna
The Da Vinci Code
Animal Farm
Hacker Rp. 1.702
Mata Malam
City of Thieves
Yang Fana Adalah Waktu
Kubah
Harry Potter and the Sorcerer's Stone
9 Matahari
Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982

• T I F A N N Y •

•  T I F A N N Y  •
INFJ-T ・ semenjana ・ penikmat musik & es kopi susu ・ pencinta fotografi ・ pecandu internet ・ escapist traveller ・ sentimental & melankolis ・ suka buku & aroma petrichor ・ hobi journaling