Curug Trocoh: Antara Eskapisme, Menelusuri Jejak Sejarah, dan Mitos

Desember 02, 2019

31 Oktober 2019 menjadi hari yang cukup bersejarah bagi warga Temanggung. Sebab hari itu untuk pertama kalinya Temanggung menjadi tempat penayangan pedana sebuah film di satu satunya bioskop di kota ini. Film garapan sutradara Guntur Soeharjanto kali ini merupakan film horor pertama baginya. Sebelumnya ia menyutradarai film bergenre Drama seperti 99 Cahaya di Langit Eropa 1 dan 2, Cinta Laki Laki Biasa, dan sejumlah judul film lainnya. Nah kali ini pak Guntur sepertinya punya rencana menarik dengan menyutradarai film yang berjudul Lampor ini. Boleh dibilang kisah kisah lampor merupakan sebuah foklore yang dimikili oleh masyarakat Temanggung. Mitos tentang makhluk astral yang konon katanya senang mengincar jiwa jiwa anak kecil ini  tentunya juga sangat akrab di kehidupan masa kecil pak Guntur yang lahir dan tumbuh di Temanggung. Selain memvisualisasikan sebuah mitos yang selama ini hanya dibagi lewat mulut ke mulut, pak Guntur juga ingin sekali memperlihatkan pesona keindahan alam Temanggung kepada khalayak. Beberapa tempat seperti pemukiman di daerah Lamuk, Kledung dan juga wisata alam Curug Trocoh menjadi latar belakang kisah film Lampor, tersajikan dengan sinematografi yang memukau. Menurut penuturan kawan saya yang sudah menonton dan bahkan ikut meramaikan penayangan perdananya, film ini juga penuh dengan kearifan lokal. Diperankan oleh Dion Wiyoko dan Adinia Wirasti yang akhirnya dipertemukan lagi menjadi sepasang suami istri setelah sebelumnya beradu peran di film Cek Toko Sebelah, film ini juga dibintangi oleh aktor senior pak Matias Mucus. Jadi sebenarnya bagaimana cerita film ini? Nah... kalian bisa lihat sendiri ya, karena saya meskipun cukup bangga karena Temanggung jadi lebih dikenal, saya tetap tidak berani nonton film ini hahaha. Hanya saja saya cukup penasaran dan ingin melihat secara langsung keindahan Curug Trocoh yang terletak di kecamatan Wonoboyo, Kabupaten Temanggung itu. 

Dalam film Lampor, dikisahkan bahwa Curug Trocoh atau yang lebih dikenal dengan sebutan curug Surodipo ini. merupakan tempat persembunyian makhluk tersebut. Untung saja, saat berangkat ke sana bersama beberapa teman yang mengajak saya, saya belum tahu soal cerita itu. Yah meski hal itu hanya sebuah cerita dan entah benar atau tidak, jika saya mengetahui lebih dulu, tentu perasaan saya jadi sedikit was was. Oh ya ada yang tahu apa arti trocoh? Trocoh artinya air yang mengucur tak henti hentinya. Memang demikian air terjun ini tak pernah surut atau kering meski kemarau sekalipun.

Ada sebuah sejarah di balik nama Curug Surodipo ini. Menurut sejarah, Surodipo diambil dari salah satu nama panglima Perang Diponegoro. Dalam perjalanan hidupnya, beliau sering mengubah ubah namanya agar tidak mudah dilacak oleh musuh. Dalam sebuah, babad yang ditulis oleh Pangeran Diponegoro, ada beberapa nama yang digunakan  seperti, Raden Joyosentiko saat menjadi abdi ayah Pangeran Diponegoro,  Tumenggung Sumodipuro saat menjabat sebagai Bupati Mojokerto, sedangkan nama Surodipo dipakai setelah beliau purna tugas dari jabatan di pemerintahan dan hidup sebagai rakyat biasa.   Kendati demikian, sebutan rakyat biasa menurut saya kurang tepat. Sebab beliau tetap mempunyai peran penting di tengah masyarat lain. Kyai Surodipo bersama pengikutnya mendirikan sebuah pemukiman daerah perbukitan di Temanggung dan menetap hingga akhir hayatnya. Beliau juga menjadi pemuka agama, menyebarkan agama Islam dengan mendirikan pesantren. Maka untuk mengenang jasa dan perjuangan Kyai Surodipo, nama beliau diabadikan sebagai nama air terjun yang sangat indah. Selain itu, sejarah juga mencatat bahwa Pangeran Diponegoro juga pernah mendatangi wilayah ini untuk mengatur siasat perjuangan melawan Belanda dalam perang grilya yang berlangsung pada tahun 1925-1930.
**

Kami berangkat pukul sebelas dari Parakan menggunakan sepeda motor. Kebetulan salah satu teman saya tinggal di Kecamatan Candiroto (cukup dekat dengan lokasi yang akan kami tuju) sudah beberapa kali berkunjung ke Curug Surodipo. Kendati demikian, kami masih membutuhkan bantuan GPS supaya tidak tersesat karena cukup banyak persimpangan. 

Medan yang kami tempuh awalnya sangat mudah, tapi begitu tiba di Desa Tawangsari, jalan bebatuan menyambut kami. Saat melewati pos penjagaan, hanya ada satu orang yang berjaga. Biaya tiketnya sebesar 4000 perorang sudah termasuk dengan parkir. Setelah memarkir motor kami diharuskan menempuh perjalanan sejauh kurang lebih 3 kilometer. Jalan yang kami lewati adalah jalan setapak berbatu, menanjak dan dikiri kanan terdapat semak belukar yang cukup rimbun. Tenaga saya terkuras habis saat mendaki menuju air terjun. Rasanya ingin menyerah. Tapi karena saya pergi bersama teman punya semangat tingggi, saya jadi terpacu ingin segera tiba disana melihat air terjun. 

Akhirnya kami tiba di gardu pandang. Dari sini kami bisa melihat bukit, hamparan kebun kentang dan tentu saja air terjun. Sayangnya air sedang keruh. Agak kecewa tapi kami tetap melanjutkan perjalanan untuk turun kebawah curug. Untungnya disana sudah dibangun sebuah tangga batu yang memudahkan perjalanan kami untuk turun mendekati air terjun. Begitu tiba di bawah curug saya merasa sangat senang. Tak peduli lagi dengan air yang keruh, saya sangat lega dan bersyukur bisa melihat keindahan surgawi ini. MasyaAllah. Ketinggian curug Surodipo ini mencapai 120 meter. Begitu terjun mengenai bebatuan airnya  yang bercampur lumpur membasahi kami.

Kami menghabiskan cukup banyak waktu disana dan setelah merasa puas mengambil foto, kami kembali ke atas. Sebelum pulang, kami harus mendaki sedikit lebih tinggi untuk mendapatkan sudut pandang curug dari atas. Disini mata saya benar benar dimanjakan dengan deretan bukit yang hijau dan terlihat segar. Sebuah pemandangan yang selalu saya dambakan dan rindukan. Memang kamera punya keterbatasan dalam merekam dan mengabadikan pemandangan disana. Namun saya sudah cukup melihat dan mengahayatinya. Merekam dibenak saya dan tersimpan di memori. Selama ini saya merasa terlalu sibuk mengambil gambar hingga ingatan yang ada dikepala saya justru berupa foto foto yang saya ambil yang ada di ponsel. 

Tak terasa hari beranjak sore sehingga kami harus segera pulang. Padahal rencananya setelah dari Curug Surodipo kami akan ke Kebun Teh. Tapi saya sudah cukup puas begitu pula dengan tema teman saya. Maka kami yang sudah kotor karena lumpur dan perut kelaparan langsung menuju rumah teman saya untuk membersihkan badan lalu makan.
**

Sebelum saya berangkat, saya membayangkan betapa ramainya curug trocoh saat akhir pekan. Hari minggu, awal bulan pula. Diantara banyaknya warga Temanggung, berapa orang yang punya pikiran sama seperti kami yang ingin bervakasi kesana? Namun ternyata setiba disana suasana lumayan sepi. Ada beberapa remaja SMP sepasang kekasih dan tiga orang pemuda dari Semarang yang sepertinya ingin berkemah. Itu pun datangnya bergantian. Saat kami tiba disana, para remaja SMP sudah hendak pulang. Dan ketika kami, yang pulang, tiga pemuda itu baru datang. Seharusnya tempat ini bisa lebih dikembangkan lagi dengan membangun sejumlah fasilitas pendukung. Seperti area untuk rehat di beberapa titik, area bermain anak, dan warung yang menyajikan kuliner khas Temanggung. 

Seperti yang sudah saya ungkapkan sebelumnya, saya sempat menyerah sebelum mencapai curug. Tentu beberapa orang yang pernah kesini punya pengalaman serupa. Terlebih jika kurang olah raga seperti saya wkwkwk. Nah supaya tidak merasa percuma sudah datang kesini tapi tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan, harus ada alternatif lain menikmati tempat wisata ini. Menikmati kuliner sambil melihat pemandangan, menemani buah hati bermain permainan anak atau hal lain yang. Sedangkan untuk yang punya jiwa petualang dan tak pernah punya rasa lelah, olah raga pemacu adrenalin seperti paralayang atau flying fox sepertinya cocok. 

Curug Surodipo sangat cocok untuk kalian yang penat dan ingin sejenak bereskapis mencari kedamaian. Nah...saya punya beberapa tips untuk kawan yang ingin berkunjung ke curug Surodipo atau sedang berencana wisata ke tempat serupa.

1. Memilih Kendaraan yang Tepat
Untuk menuju Curug Surodipo, kalian bisa menggunakan sepeda motor maupun mobil. Agar perjalanan lebih nyaman tanpa kendala, motor maupun mobil harus dalam kondisi prima dan punya kapasitas mesin yang memadai untuk dipacu di jalan yang terjal dan menanjak. Jika kawan bermaksud berkendara dengan motor matic, cek apakah motor yang kalian kendarai punya kapasitas mesin cukup besar yang juga dirancang khusus untuk menaklukan medan berat.

2. Alas Kaki
Setelah tiba di Curug Surodipo, pengunjung disarankan untuk memarkir kendaraan kemudian melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Oleh karena itu pakailah alas kaki yang aman dan nyaman.

3. Bawa Bekal Air Minum
Tenaga kamu akan cukup terkuras setelah berjalan dan mendaki bukit menuju Curug. Jangan sampai lupa membawa bekal air minum ya. Bawa bekal dari rumah supaya lebih hemat dan mengurangi sampah plastik.

4. Pakaian
Kenakan pakaian yang nyaman dan tidak membatasi ruang gerakmu. Pastikan kamu memakai pakaian yang menutup kaki agar terlindung dari tanaman atau semak berduri.

Nah saya rasa tips yang saya berikan ini kawan kawan semua sudah tahu ya, tapi terkadang sering lupa dan abai. Jangan kelewat semangat dan bernafsu hanya ingin berburu tempat menarik untuk konten media sosial, tapi keamanan dan kenyamanan harus jadi prioritas.



rehat dulu, sebelum turun ke Curug
Salam dari gardu pandang yang menghabiskan 28.500.000 dari dana desa tapi kok agak ga aman, wkwk
Tangga menuju surga dunia mhehehe
Sudah terlihat, sedikit lagi!
Sampai, Alhamdulillah
Penuh lumpur, ayo lanjut mendaki

Tarik napas dulu

Sampai juga diatas
MasyaAllah, indah sekali

Pulang, melewati padang ilalang, awas kanan kiri jurang

You Might Also Like

0 Comments

BLOG ARCHIVES

TIFANNY'S BOOKSHELF

Harry Potter and the Half-Blood Prince
Angels & Demons
Mati, Bertahun yang Lalu
Le Petit Prince: Pangeran Cilik
Di Kaki Bukit Cibalak
Goodbye, Things: Hidup Minimalis ala Orang Jepang
Orang-orang Proyek
Guru Aini
86
Ranah 3 Warna
The Da Vinci Code
Animal Farm
Hacker Rp. 1.702
Mata Malam
City of Thieves
Yang Fana Adalah Waktu
Kubah
Harry Potter and the Sorcerer's Stone
9 Matahari
Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982

• T I F A N N Y •

•  T I F A N N Y  •
INFJ-T ・ semenjana ・ penikmat musik & es kopi susu ・ pencinta fotografi ・ pecandu internet ・ escapist traveller ・ sentimental & melankolis ・ suka buku & aroma petrichor ・ hobi journaling