Sayur Brongkos dan Esensi dari Memasak
Maret 01, 2020
Tiba tiba saja saya mendapatkan sebuah ide untuk memasak sayur Brongkos. Terlebih suami sedang libur. Harapannya, saya bisa menyajikan masakan khas Jogja dan Jawa Tengah ini untuk ia santap sekaligus ingin mengetahui apakah saya mampu membuatnya karena ini akan menjadi pengalaman pertama saya memasak Brongkos.
Seperti biasanya, penjual sayur datang pukul delapan kurang lima menit. Sangat mepet mendekati jam kerja saya. Maka belakangan saya kerap sekali terlambat untuk memulai pekerjaan. Sayang sekali bahan bahan yang sudah saya rencanakan untuk menjadi bahan baku Sayur Brongkos tak tersedia. Hanya ada seperempat kilo daging sapi yang cukup mahal. Namun boleh lah karena kualitasnya baik tanpa ada lemak. Semula saya ingin meggunakan tahu dan buncis, tapi ternyata hanya ada kentang yang sepertinya jauh lebih cocok dibanding sayur lain yang saat itu tersedia. Tapi sayang, bahan utama yang menjadi ciri khas sayur Brongkos belum saya dapatkan. Yap..apa lagi kalau bukan kluwek. Maka saya ubah haluan untuk memasak Terik Daging dan kentang. Namun tetap saja bumbu dapur masih belum lengkap. Maka saya menaruh harap pada penjual sayur kloter kedua yang penjualnya seorang pria paruh baya.
Tak disangka ternyata penjual sayur yang datang pukul sepuluh itu punya persediaan kluwek. di kemas dalam plastik masing masing lima butir. Tapi untuk tetap memasak brongkos ada bumbu dapur yang belum saya miliki: Jinten. Salah seorang tetangga menanggapi dengan pendapatnya, ia tak pernah masak sesuatu yang aneh aneh. Aneh dalam artian membutuhkan berbagai macam bumbu. Karena seperti halnya saya, tetangga saya itu juga merupakan pasangan muda. Memasak hanya untuk disantap berdua. Saya hanya terkekeh sambil terus memandang berbagai macam sayur di gerobak sayur. Sementara tangan saya sudah memegang seplastik kluwek, sebatang sereh dan segenggam daun jeruk. Lantas dalam hati saya berkata, memasak terkadang bukan semata mata untuk memenuhi kebutuhan tubuh agar tetap bugar. Namun saya merasakan hal yang lebih dari itu. Memasak di dalam prosesnya membuat saya belajar untuk fokus dan menikmati setiap prosesnya. Dalam setiap alurnya saya merasakan kesenangan tersendiri. Terlebih saat masakan itu disajikan dan dinikmati bersama keluarga. Lalu saat saya menyantapnya dan ternyata saya berhasil menghadirkan rasa yang pas di lidah rasanya sangat memuaskan. Mendapat tanggapan positif dari orang lain yang ikut menyantap menjadi suatu energi baru. Memasak dan menyantap makanannya, selain mengenyangkan perut dapat juga mengenyangkan batin saya.
***
Tentang BrongkosBila dilihat sekilas memang mirip dengan Rawon masakan khas Jawa Timur yang sama sama menggunakan kluwek. Namun terdapat berbedaan yang cukup terasa saat dicicipi. Brongkos punya cita rasa yang lebih gurih dan kuah yang kental karena menggunakan santan. Selain itu isiannya juga sangat berbeda.
Brongkos umumnya menggunakan daging sapi dan kacang tolo atau kacang merah. Sedangkan rawon menggunakan daging dan kecambah kecil.
Konon, dulu brongkos merupakan santapan kaum ningrat karena bahan utamanya adalah daging. Namun seiring berjalannya waktu, isian brongkos bisa diganti menggunakan bahan lain non daging. Misalnya tahu, buncis, kentang dan wortel.
Brongkos umumnya menggunakan daging sapi dan kacang tolo atau kacang merah. Sedangkan rawon menggunakan daging dan kecambah kecil.
Konon, dulu brongkos merupakan santapan kaum ningrat karena bahan utamanya adalah daging. Namun seiring berjalannya waktu, isian brongkos bisa diganti menggunakan bahan lain non daging. Misalnya tahu, buncis, kentang dan wortel.
Apa yang saya harapkan justru berbanding terbalik. Pekerjaan cukup menumpuk, sehingga saya hanya bisa memberikan instruksi kepada suami saya yang bersedia mengambil alih tugas memasak. Semua bahan sudah saya siapkan, termasuk bumbu yang harus dihaluskan. Bawang merah, bawang putih, ketumbar, merica bubuk, kemiri, jahe, kunyit, kluwek gula, dan garam. Tak lupa juga menyiapkan sebatang sereh, dan lengkuas.
Bumbu sudah dihaluskan dan suami saya langsung memanaskan wajan berisi minyak untuk menumis bumbu. Aromanya sangat harum menggugah selera. Setelah bumbu cukup ditumis, lengkuas, sereh, daun jeruk dan tomat dimasukkan dan ditumis bersama. Berikutnya, daging sapi yang telah direbus terlebih dahulu dan sudah dipotong dadu, dimasukkan ke dalam tumisan. Diaduk hingga merata dan tambahkan air. Lalu kentang yang juga sudah dipotong tutut dimasukkan. Kemudian ditambahkan santan. Diamkan sejenak dan biarkan mendidih agar bumbu meresap ke daging dan kentang. Akhirnya karena sudah berpeluh dan hari sudah siang, suami saya pamit mandi dan berpesan pada saya untuk mengaduknya sekali lagi sebelum kompor dimatikan.
Selesai sudah. Tapi sayang sekali ada yang terlewat. Coba tebak! Daun salam lupa belum dimasukkan. Ah ya sudah tak apa. Namun saat saya cicipi, rasanya sudah benar benar mirip dengan brongkos buatan ibuk. Jujur saja saya sangat puas dan terharu. Saya sangat beruntung karena suami saya pun sangat suka memasak. Suatu hari saya pernah bertanya, kenapa ia menyukai memasak dan dunia kuliner?
Cita cita mas ingin menjadi seorang yang bermanfaat untuk orang lain dan melihat orang lain bahagia dengan apa yang mas lakukan. Awalnya mas ga tahu gimana caranya. Sampai akhirnya sadar kalau ada saat orang orang terlihat sangat bahagia dan puas, yaitu ketika menyantap makanan yang nikmat.
Dulu selepas lulus dari SMK tanpa ada keinginan kuliah, suami saya dan adiknya pernah mencoba membuat usaha kuliner ayam geprek bahkan waktu itu belum se ngehits sekarang. Namun sayang usaha tersebut harus tutup karena keduanya masih belum berpengalaman mengelola usaha mandiri semacam itu dan akhirnya memutuskan untuk melamar pekerjaan. Namun sampai saat ini, ia masih menyimpan dengan baik cita citanya sambil menyusun jembatan menuju terwujudnya cita cita itu.
Akhirnya saya pun belajar untuk memahami pula arti memasak menurut suami. Itu membuat saya merenungkan dan berpikir, tidakkah menyenangkan, membagi apa yang menurut saya nikmat dan tersenyum bersama mereka?
Di setiap hari ketika kami hendak makan malam, setelah semua hidangan tersaji di meja, ia tak pernah melewatkan kesempatan untuk mengabadikannya dalam sebuah foto.
Nanti bisa jadi referensi kalau mau buka usaha atau mau bikin blog kuliner.
hehe bagus juga mas ide kamu. Termasuk saat ini, saya membutuhakn foto tersebut. Saya tak sempat ambil foto masakan Brongkos kemarin. Sayang sekali ponsel suami saya rusak dan masih menginap di tempat service. Semoga saja arsip datanya tidak hilang :)
-Tifanny Lituhayu
0 Comments