Takdir Turun Temurun

Januari 06, 2023

 Mas bilang ini semacam kutukan. Menjalani LDM seperti takdir turun temurun bagaikan kutukan. Dulu almarhumah Ibu membesarkan keempat anak lelakinya nyaris selalu sendiri karena ayah bekerja di luar kota dan hanya pulang saat libur. Kakak pertama mas Erwin pun harus rela berjauhan dengan istri dan kedua putrinya sampai bertahun tahun. Baru saat anak pertama masuk SMP dan putri keduanya mulai sekolah TK mereka semua dapat berkumpul lagi. Tak jauh berbeda, kakak kedua pun Qodarullah harus LDM dengan istrinya yang berada di Situbondo sementara ia dinas di Malang. Setelah lewat beberapa tahun ia mengajukan pindah tugas. Prosesnya pun tak semudah itu. Sebelum ia benar benar ditempatkan di Situbondo, ia harus dinas di Jember terlebih dahulu. Namun syukurlah saat ini beliau sudah berkumpul bersama istri dan dua orang putranya.



Mas Erwin tentu tidak pernah memperhitungkan sebelumnya. Ia juga tidak berharap demikian bukan? Namun ternyata kami harus menjalani LDM juga. Sebetulnya ini bukan kali pertama bagi saya. Awal Agustus 2020 saya meninggalkan mas yang masih bekerja di Gresik untuk pulang kampung karena hamil makin besar. Saya sudah berniat untuk dapat melahirkan di kampung halaman. Namun LDM yang kami jalani hanya dua bulan saja karena sejak saya berniat pulang, mas pun sudah mencari lowongan kerja di Temanggung. Kali ini sungguh berbeda.

Kami merasa perlu berkembang. Semua tentu masalah finansial dan harga kebutuhan yang makin menggila. Selain itu kami punya harapan dan mimpi yang membutuhkan modal 😂. Karena begitu pelik dan kenyataan bahwa UMK Temanggung yang kurang bisa diandalkan, suatu hari mas bertanya bagaimana seandainya ia bekerja di luar kota yang UMKnya lebih tinggi? Saya tidak menganggap pemikiran mas dengan serius. Bahka ketika ia menyodorkan iklan lowongan kerja dan meminta saya untuk membantunya mengumpulkan berkas serta mengirim email lamaran kerja, saya tidak berminat. Namun suatu hari saya lagi mood banget bikin CV untuk mas dan mengumpulkan berkas berkas. Kami sempat melihat lowongan kerja yang cukup membuat mas tertarik tapi sayang sudah tutup. Mas bilang gapapa kirim email dulu aja. Akhirnya ia mengirim lamaran tanpa ekspektasi apapun.

Ternyata pada pertengahan Desember 2022 seseoramg menghubungi mas untuk mengikuti wawancara di Semarang. Dari hasil wawancara terasa meyakinkan dan mas hanya menunggu kabar lagi kapan ia dapat bekerja. Namun hari hari berganti hingga tahun berganti kami belum mendapat kabar juga. Sampai sampai saya sudah melewati berbagai fase. Mulai dari takut bagaimana jika kami benar benar harus LDM? Lalu saya merasa marah dan kesal dengan nasib ini. Kemudian saya merasa mulai bs ikhlas jika mas harus bekerja di luar kota meninggalkan saya dan Bening. Sampai akhirnya pasrah karena tidak ada kabar lagi dari Semarang. Disaat kami mulai pasrah dan belajar melupakan, ternyata takdir berkata lain. Mas diterima dan diminta untuk datang ke Semarang pada 3 Januari 2023.

Lega dan bersyukur tapi saya tidak bisa menyembunyikan perasaan gamang. Namun entah kenapa perasaan saya jauh lebih tabah. Tidak ada amarah. Saya merasa pasrah dan mencoba mengikuti arus. Saya tak memungkiri jika ada perasaan sedih. Sebab dikeseharian saya benar benar mengandalakan mas Erwin. Terutama hal hal yang tidak bisa saya lakukan sendiri. Belanja, membeli beberapa kebutuhan, dan lain sebagainya. Gamang, ragu, apakah saya bisa menjalani LDM ini? Memang benar saya pernah mejalaninya dan berhasil. Namun waktu itu hanya 2 bulan dan saya tahu kapan akan berakhir masa LDM itu. Juga saya masih sendirian, maksudnya bayi yang saya kandung belum lahir. Sedangkan sekarang, saya tidak tahu sampai kapan mas akan bekerja di Semarang dan saat ini ada Bening. Saya harus merawat Bening sendirian. Bersamanya 24 jam non stop tanpa bisa bergantian menjaganya dengan mas Erwin.

Saya sadar bahwa saya terlalu tergantung padanya. Mungkin saat ini saya harus belajar untuk mandiri dan dapat mengatasi masalah tanpa mengandalkan orang lain sebelum benar benar mentog. Saya butuh beradaptasi terutama berdamai dengan perasaan sendiri. Karena itulah saya merasa perlu untuk rehat dan belum bisa mengutarakan perasan karena banyak yang bergelut dalam diri. Tiba tiba saya menyerah untuk mengikuti 30hbc. Sekarang ada saat dimana saya kehabisan kata untuk mendefinisikan perasaan. Ada saat dimana pikiran ini seperti melambat dan tengah mencerna segala sesuatu yang tiba tiba terjadi. Saya sadar bahwa saya tidak bisa memaksa diri sendiri untuk melakukan sesuatu. Ada kalanya ingin berhenti dan menikmati kesunyian. Jika hari ini saya bisa menulis di blog berarti saya sudah mampu mengatasi perasaan. Saya sudah mulai menerima semuanya dan membiasakan diri. Namun saya sangat lega karena saat ini ada kawan yang menjadi tempat untuk mencurahkan isi hati saat gundah dan mentog tak ada ide nulis. Tentu saya sudah curhat dengan Allah. Dan bertemunya saya dengan kawan baik saya itu mungkin juga cara Allah untuk membantu mengatasi kegundahan ini. Saya perlu berbicara dengan seseorang. Semoga ia selalu sehat dan diberi ketabahan hati saat mendengar curahan hati saya hihi. Semoga apapun permasalahan yang ia hadapi bisa terlewat dengan baik dan saya pun bersedia menjadi kawan curhatnya. 

You Might Also Like

0 Comments

BLOG ARCHIVES

TIFANNY'S BOOKSHELF

Harry Potter and the Half-Blood Prince
Angels & Demons
Mati, Bertahun yang Lalu
Le Petit Prince: Pangeran Cilik
Di Kaki Bukit Cibalak
Goodbye, Things: Hidup Minimalis ala Orang Jepang
Orang-orang Proyek
Guru Aini
86
Ranah 3 Warna
The Da Vinci Code
Animal Farm
Hacker Rp. 1.702
Mata Malam
City of Thieves
Yang Fana Adalah Waktu
Kubah
Harry Potter and the Sorcerer's Stone
9 Matahari
Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982

• T I F A N N Y •

•  T I F A N N Y  •
INFJ-T ・ semenjana ・ penikmat musik & es kopi susu ・ pencinta fotografi ・ pecandu internet ・ escapist traveller ・ sentimental & melankolis ・ suka buku & aroma petrichor ・ hobi journaling