Perihal Diam
Maret 06, 2019Terbersit rasa bersalah. Ketika sadar bahwa pernah menaruh iri pada seseorang yang bahkan ia tak tahu saya ada. Menyimpulkan dugaan dugaan. Menilai seseorang seenaknya dan menjadi bahan perbincangan yang disertai gurauan. Saya lupa bahwa bapak sering kali mengingatkan untuk tidak terlalu banyak berkomentar pada suatu hal. Apalagi komentar itu sebetulnya tidak perlu.
"Ala, becik meneng.."
Sebuah kalimat yang menjadi falsafah hidup bapak dan bapak harap demikian juga anak anaknya untuk selalu mengingat kalimat beliau. Buruk, baik diam. Maksudnya apapun yang terjadi entah itu hal buruk atau baik sekalipun, diam saja. Tak usah banyak komentar. Mengeluh, menghujat. Sebab kita tak pernah tahu apa yang ada di balik suatu peristiwa. Boleh jadi, apa yang kelihatan buruk sebetulnya punya sisi lain yang tak bisa kita lihat. Bisa saja sisi sebaliknya ia mengandung suatu kebaikan. Intinya, apa yang kita nilai buruk, belum tentu terlihat buruk pula di mata Allah.
Jika sudah terlanjur berkata dan ada hati yang terluka, memperbaiki keadaan tentunya tidak akan semudah membalikan telapak tangan. Mungkin kita bisa meminta maaf, tapi hati dan pikiran seseorang siapa yang ketahui. Mungkin ia memaafkan, tapi ia tak kan pernah bisa melupakan. Ingatan buruk biasanya bisa saja muncul ke permukaan dan memicu rasa sakit lagi. Maka semua kerumitan itu bisa disederhakan dengan cara....diam. Diam lebih baik. Toh saat kita banyak berkomentar juga tidak akan mendatangkan manfaat apa apa. Jika keduanya sama saja, baik diam maupun bersuara, kenapa tidak memilih diam saja yang lebih selamat. Diam itu selamat. Tapi untuk suatu hal yang mesti disuarakan, lebih baik suarakan. Itu sebuah pengecualian.
Ada sebuah ungkapan lain yang tak jauh berbeda dengan perihal diam.
Sluman Slumun, Slamet.
Ini adalah suatu tindakan yang sangat elegan dan berkelas. Tak banyak berkicau sana sini. Tak perlu koar koar ina inu, tapi lakukan dalam diam, tau tau membuahkan hasil. Tak usah sesumbar. Memangnya siapa yang peduli dengan apa yang kita lakukan. Orang lain juga punya urusan dengan hidupnya sendiri. Lebih baik diam dan lakukan. Sedikit bicara perbanyak tindakan. Bicaralah dalam doa. Berdiskusi dengan diri, dan melaporkannya pada Gusti. Kesenyapan akan menjadi saksi. Sudah lakukan saja.
-Tifanny
Depok, 6 Maret 2019
0 Comments