Senyum dari Selatan
Juli 15, 2019Pepohonan pinus yang dahan dan daunnya tak saling sentuh, sama halnya aku dan kau. Tak pernah bersinggungan. Bahkan untuk dalam angan kita tak pernah saling menyentuh meski mungkin saja pikiran dan khayal kita pernah berpapasan.
Pepohonan pinus yang bergoyang diterpa angin dan sinar matahari yang hadir melalui celah celah kanopi itu menerpamu. Seberapa sedih dan terlukanya engkau? Aku ingin tahu adakah aku telah memupuk sedih dalam hatimu juga? Sehingga pilu itu kemarin kau tutupi dengan tawa. Kemudian kau lari, bersembunyi diantara kerumunan dan riuhnya suasana kemarin?
Jika saja aku mampu menjadi aku seperti dalam anganmu, aku ingin sejenak saja duduk disampingmu. Jika ada sekat dan batas antara kita berdua, itulah cangkir teh kita. Jika ada penghubung antara kita yang selalu saja berjarak dan tak pernah ada titik temu, itulah perbincangan yang terjadi diantara kita, ruang ruang kosong disela sela jemarimu, dan jemariku. Juga jeda diantara tarikan dan hembusan nafas serta hening di antara perbincangan kita. Semua itu adalah benang benang halus yang tak terlihat, yang menautkan kita berdua.
Aku selalu mengingatmu diantara lagu lagu the Adams yang ku putar. Entah mengapa sosokmu begitu lekat ketika aku mendengarkan Konservatif, Mosque Of Love, atau Timur dan lagu lagu dalam album Agterplaas. Senyumu yang terbingkai dalam skala foto satu banding satu itu selalu saja mengajakku untuk ikut tersenyum pula.
Aku menciptakan suatu pertemuan dalam anganku. Maukah kau hadir? Ada secangkir teh yang telah aku sajikan masing masing untuk kita. Dan mari kita bercerita tentang apa saja. Kau boleh memutar lagu kesukaanmu lewat ponsel. Kurasa aku pasti suka. Apa yang ingin kau dengar, ingin aku dengar juga sepanjang waktu.
Teruntuk sang pemilik senyum dari Selatan
Tifanny
note:
Judul terinspirasi dari salah satu lagu milik Sore album Port of Lima
Tifanny
note:
Judul terinspirasi dari salah satu lagu milik Sore album Port of Lima
0 Comments