Disforia

Desember 14, 2019


Hujan sudah sering datang. Matahari yang menggarang tak bertahan lama di langit. Sebab awan mendung akan menutupinya. Sesaat kemudian semua yang dipermukaan bumi menjadi basah. Beberapa hari yang lalu saat pulang dari Parakan jajan bakso untuk syukuran kecil ultah ibuk, tiba tiba hujan turun dengan deras. Syukurlah kami berangkat dari rumah berkendaran mobil. Namun Saat sampai di depan rumah saya harus turun dari mobil menembus hujan lebat, membuka gerbang supaya mobil bapak bisa masuk. Berbeda dengan rumah mewah yang di pinggir jalan besar sana. Gerbangnya sudah otomatis. Bisa terbuka sendiri. Barangkali ada operator di dalam rumah yang sembari memantau CCTV. Atau sang supir punya remote untuk membuka gerbang tersebut? Entahlah. Awalnya bapak sudah menawari saya untuk mengenakan jaket miliknya sebagai penutup kepala supaya tak kehujanan. Namun saya menolak. Saya memilih untuk langsung ngacir saja. Ini adalah sebuah modus supaya saya bisa ujan ujanan barang sebentar. Segar sekali rasanya.

Hujan tak hanya turun di luar sana. Tapi juga dihati saya. Hadehh. Wkwkwkkw. Suasana hati saya beberapa hari terakhir ini agak buruk. Pertahanan diri saya hancur lebur. Dengan sedikit saja kata kata yang tak mengenakan saya langsung sakit hati dan menangis. Dengan semua keribetan pekerjaan, saat mendapat kata kata tak mengenakan langsung terasa menusuk. Jika pertanyaan saya cukup merepotkan orang lain, bagaimana dengan customer customer yang selalu punya permintaan aneh aneh dengan segala keribetannya? Saya tetap lakukan sesuai permintaan. Rasanya tidak adil bagi saya. Saya tak pernah protes dengan permintaan mereka. Tapi ketika sekali saja saya bertanya satu hal dengan rekan di pusat, kenapa saya dihardik seperti itu?

Hmmmm... begitu pula mbak bos. Saya memaklumi sih jika memang sedang banyak urusan dengan keribetan ini. Terkadang saya hanya bisa berkata dalam hati, bahwa saya tak secakap dan secerdas dirinya yang punya daya ingat begitu tajam, pemimpin yang handal, dan penyusun strategi yang jitu. Bahkan bisa memecah konsentrasi untuk banyak hal. Namun rasa rasanya saya dituntut untuk sepertinya. Huhuhu.

Ya Allah.. saya mohon kekuatan. Mohon kuatkan hati saya yang agak rapuh ini. Tolong keluarkan saya dari persepsi dan cap bahwa hati saya ini lemah. Bahkan itu diucapkan oleh ibu saya sendiri.

Jadi gini....
Dulu, saat saya masih dalam kandungan, ibuk mendapatkan banyak sekali tekanan. Saat itu ibuk dan bapak masih tinggal bersama eyang uti. Sesekali pak dhe bu dhe datang ke rumah eyang uti. Pada saat itulah tekanan demi tekanan harus ibu hadapi. Pak dhe budhe selalu mengatakan berbagai hal dengan nada yang tinggi, marah marah, atau melarang ini dan itu. Ibu hanya bisa diam dan lebih sering menangis. Bahkan untuk menangis pun sebenarnya ibuk merasa sungkan. Sampai harus bersembunyi di kamar mandi kemudian menangis sejadi jadinya.

Itu yang ibu ceritakan dan selalu ditambahkan, nah itu lah kenapa, nduk, kamu ini cilik atine. Sukanya nangis. Lalu apakah kecenderungan ibu dulu untuk menghindar dan bersembunyi berpengaruh juga pada perkembangan mental saya? Saya juga merasa senang bertahan di zona nyaman. Berada dalam kamar dan asyik dengan hal hal yang saya senangi. Selalu gugup dan canggung saat bertemu orang orang. Jika tak dipanggil atau diteriaki supaya keluar kamar, saya akan terus asyik dikamar. Hmmm. Bapak dan ibuk sering bilang kalau saya sukanya ngumpet di kamar. 

Saat saya sudah mulai usia 22 keatas saya bertekad untuk tidak lagi cengeng. Tidak saya ikrarkan secara resmi atau saya katakan pada diri sendiri. Namun saya mencobanya dengan menjadi lebih kebal saja. Untuk tak lagi perasa. Mencoba masa bodoh dan terjang saja lah semuanya. Saya harus menepis perasaan saya yang tidak berdaya dan merasa tak berguna.

Saya sadar, saya cuma manusia yang suasana hatinya cukup sulit ditebak. Bahkan saya sendiri merasa sulit mengartikannya. Apa yang membuat saya tertekan saat ini, tak bisa selamanya saya tahan. Ya Allah.. maafkan saya. 
***

Kemarin saya merasa seperti terpisah dari raga. Haduh gimana tuh. Siang itu saat istirahat ishoma, saya lebih memilih untuk rebahan sebentar. Sebab saya sedang datang bulan. Rebahan sebentar itu ternyata bablas jadi tidur yang MasyaAllah lumayan sih. Ternyata bisa sampai waktu istirahat hampir habis. Tanpa cuci muka saya langsung lanjut berkutat di depan laptop. Memang waktu itu saya mengerjakan ini dan itu. Tapi pikiran saya terasa melayang layang. Tidak di tempat yang sama. Ngawang gtu lah.

Entah apa yang terjadi. Mungkin ini efek tidur sejenak dan sedang datang bulan. Namun akhir tahun memang sepertinya banyak orang yang jadi tak fokus karena tuntutan semakin banyak. Terutama soal pekerjaan bukan? 
***

Soal apa yang saya sebut sebagai selesai dengan diri sendiri, sepertinya belum bisa terpenuhi. Selama saya masih hidup, saya tak akan pernah selesai dengan diri saya.

Blog curhat sampai kapanpun jadi blog curhat. Huhu. Tidak bisa tidak.
Tifanny

You Might Also Like

2 Comments

  1. Baca-baca tulisan di blog ini seperti membaca buku harian sendiri, relate pisan. Beberapa permasalahanmu sama kayak permasalahan hidupku. Bisa dibilang aku juga cengeng, ada tekanan dikit nangis, malah kalo kesel gak bisa marah-marah bisanya dipendem dan berakhir nangis. Kadang terlalu emosional lagi ngomong sama orang pun mata bisa ngembeng pengen nangis. Lemah banget diri ini. Terus belakangan udah mulai terbiasa dengan tekanan, udah gak gampang nangis malah bisa ngetawain kesialan dan masalah yang dateng, eh, kemaren denger omongan yang bikin down langsung hancur benteng yang susah-susah dibangun, jadi gampang nangis lagi. Huhuhu, maap ya ni malah curcol di sini coba padahal ada blog buat curhat sendiri, tapi gak apapa ya, mumpung ada kesempatan. Udah deh segini aja curhatnya meski masih banyak yang mau dicurhatin, nanti aja deh dilapak sendiri.
    Semoga seiring berjalannya waktu dan pengalaman-pengalaman yang telah dilalui bisa menguatkan kamu dan membentuk diri kamu menjadi jauh lebih baik dan jauh lebih kuat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya memang bener bener sama. Akupun gitu. Kadang kalau mengutarakan apa yang aku rasakan dan pas lg emosional banget, jadi bergetar suaraku. Nangis jadinya. Untuk bicara ngungakpin semua ga mudah. Melampiaskan marah dengan kata kata juga malah merasa, ah sudahlah..ngapain sih. Nanti tambah rumit. Lalu menangislah karena sudah mentog.

      Gapapa, Dwi, aku senang karena aku jadi sadar, aku ga sendirian, ada kamu dan mungkin diluar sana juga merasakan hal yang sama.

      Bener banget. Makasih yah. Yuk... kita bisa lebih kuat dari ini. Dan jika memang sudah mentog sepertinya tak apa jika sesekali menangis. Untuk detoks juga :")))

      Hapus

BLOG ARCHIVES

TIFANNY'S BOOKSHELF

Harry Potter and the Half-Blood Prince
Angels & Demons
Mati, Bertahun yang Lalu
Le Petit Prince: Pangeran Cilik
Di Kaki Bukit Cibalak
Goodbye, Things: Hidup Minimalis ala Orang Jepang
Orang-orang Proyek
Guru Aini
86
Ranah 3 Warna
The Da Vinci Code
Animal Farm
Hacker Rp. 1.702
Mata Malam
City of Thieves
Yang Fana Adalah Waktu
Kubah
Harry Potter and the Sorcerer's Stone
9 Matahari
Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982

• T I F A N N Y •

•  T I F A N N Y  •
INFJ-T ・ semenjana ・ penikmat musik & es kopi susu ・ pencinta fotografi ・ pecandu internet ・ escapist traveller ・ sentimental & melankolis ・ suka buku & aroma petrichor ・ hobi journaling