Deep Talk
Juli 07, 2023Dua pekan lebih dan banyak yang mengganggu pikirian. Saat saya ingin membicarakannya dengan suami lewat chat ia menahan saya dengan membalas: besok kita obrolin di rumah. Kalau lewat chat kurang enak.
Saya benar benar menantikannya untuk pulang. Di hari yang seharusnya mas pulang, ia mengirim pesan,
Mas pulang besok pagi aja ya
Padahal libur yang ia janjikan untuk pulang sudah diundur dan ternyata harus diundur lagi karena ia sedang menerima tamu disana. Ahh rasanya kesal sekali. Pagi hari di hari liburnya ia akhirnya pulang ke Temanggung.
Sesampai di Temanggung kami hanya mengobrol seadanya dan saling memperbarui kabar. Ternyata kedatangan tamunya kemarin berkaitan dengan pekerjaan. Mas berencana resign untuk kemudian bekerja di tempat lain. Kabar baik, saya lega. Namun apa yang menjadi keresahan saya belum bisa tersampaikan seluruhnya. Pertanyaan pertanyaam yang kemarin masih belum dapat jawaban belum juga dijawab.
Sebetulnya ketika saya bertemu dan melihatnya, perasaan ini menjadi lebih lega dan tenang. Itu artinya saya hanya harus berada di dekatnya agar tetap waras menghadapi segala permasalahan. Namun kami harus berpisah lagi, tidak ada jalan lain selain mencoba untuk mengatakannya. Hanya saja, saya tidak mampu mengatakan secara langsung. Sebab pasti belum sempat bicara saya akan menangis. Secarik kertas saya raih dan mulai menulis. Ketika menulispun saya juga menangis. Pagi hari berikutnya sebelum ia berangkat lagi ke Semarang saya menyerahkan surat itu.
Selesai membaca ia lipat lagi kertas itu. Ia masih diam belum berkata apa apa. Tak lama kemudian jawaban klise yang bahkan sudah saya tegaskan dalam surat agar tidak dikatakan, ternyata ia lontarkan juga.
"Sabar dulu, iya mas ngerti kok. Tapi gimana lagi? Ya sabar dulu aja. Boleh dirasain tapi habis itu segera buang jauh jauh perasaan itu."
Permasalahan yang saya hadapi untuk saat ini penyelesaiannya belum bisa seperti yang diharapkan. Mungkin seperti benturan benturan yang terjadi antara saya dan suami, permasalahan ini juga pada akhirnya akan menjadi sesuatu yang mau tak mau harus saya terima saja dan berdamai dengannya. Menerima perlakuan keluarga yang........... (bahkan saya malas membahasnya). Namun mungkin di kemudian hari bukan hati kuat yang saya dapatkan melainkan perasaan yang barang kali sudah membeku bahkan mati. Menjadi sinis dan tak lagi sama seperti dulu. Karena apa yang terlihat kini hanya omong kosong belaka.
0 Comments