Suara kipas angin masih berdengung, menderu. Seberapa keras saya mencoba mengabaikan suara berisiknya dan kembali tidur, saya selalu gagal. Bahkan tanpa terasa sudah 3 jam saya terjaga semenjak terbangun di pukul 11. Padahal suara kipas angin sama sekali tak mengganggu sebelumnya sampai akhirnya saya tertidur. Ahh banyak hal yang harus dikompromikan semenjak menikah. Salah satunya kipas angin ini.

Jangankan menyalakan kipas angin, saya terbiasa tidur dengan baju dan celana panjang. Sudah begitu, selimut tidak boleh ketinggalan. Meskipun lahir dan tumbuh di Temanggung, saya tetap belum terbiasa dengan udara dinginnya terlebih ketika malam hari. Suasana tidur pun terbiasa dengan keheningan. Sepertinya ini yang membuat saya menjadi sedikit lebih sensitif dengan suara suara dan langsung mengaktifkan mode waspada jika tiba tiba ada suara krusak krusak kaki serangga yang berjalan. Hmm saya benar benar parno. Oleh karena itu suara kipas angin bisa menjadi kebisingan yang amat mengganggu tidur. Itulah yang terjadi di awal awal kehidupan pernikahan saya. Tinggal bersama suami yang terbiasa tidur ditemani suara derau kipas angin sejak kecil sebab ia tinggal di daerah yang udaranya cukup gerah. Derau itu telah menjadi nina bobo manis pengantar tidur sejak ia kanak kanak. Awalnya saya sering diam diam mematikan kipas ketika suami sudah tidur. Namun ketika saya tidur ia justru terbangun dan menyalakannya kembali. Saat itu kami tinggal di Gresik yang udaranya sangat panas. Lambat laun saya memilih untuk tidur dengan suara kipas ketimbang kepanasan. Fyuh.