Vakansi: Mencari Kesegaran di Kota Batu dan Bincang Hangat di Kota Malang
Februari 02, 2020
Belum lagi nanti kalau sudah punya anak. Kamu harus siap. Aku sudah mau jadi Bapak, kamu jadi Ibu.
Maka libur dua hari memberikan harapan bagi saya untuk sejenak rehat dan mengunjungi tempat yang sejuk. Bahkan dua pekan sebelum hari libur tiba saya dan suami sudah merencanakan sebuah perjalanan wisata ke Taman Nasional Bromo. Namun, sepekan menjelang hari yang ditentukan, ia mendapat informasi bahwa salah satu titik wisata disana sedang diberlakukan Car Free Month. Car Free Month biasanya diterapkan karena di kawasan tersebut sedang diadakan ritual keagamaan. Akhirnya kami memutuskan untuk mengubah rencana.
Sabtu itu sedari pagi saya telah mempersiapkan barang bawaan. Rencananya sore saat suami pulang kerja, kami akan langsung gas menuju Pasuruan terlebih dahulu dan bermalam di rumah Ayah. Pukul setengah lima hujan turun dan membuat bunyi keletik lembut di atas atap. Makin jelas suaranya saat saya berada di kamar mandi. Sebab langit langitnya punya celah yang langsung memperlihatkan atap seng. Saya merasa agak khawatir. Perjalanan berkendara motor hujan hujanan sambil membawa barang bawaan. Haah...Namun syukurlah, saat suami pulang dan kami bertolak dari kos, Gresik sore itu telah berubah sedikit cerah. Perjalanan cukup lancar. Sampai kami tiba di Gempol, hujan turun dengan deras. Kebetulan waktu itu kami tengah istirahat sejenak untuk makan. Warung yang kami tuju merupakan warung langganan suami saya. Saya agak enggan untuk makan malam dengan menu sate. Namun pikiran saya berubah saat suami saya mengatakan alasannya mengapa ia sering mendatangi warung sate tersebut. Menurutnya, ibu penjual sate itu sangat ramah, mengingatkannya pada sosok almarhumah ibu.
***
Minggu pagi selepas sarapan, kami berangkat menuju Kota Batu. Kami berencana untuk mendatangi Wanawisata Coba Talun yang berlokasi di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur. Selain daya tarik utamanya yakini Coban atau dalam bahasa Indonesia berarti Air Terjun, Wana Wisata Coban Talun juga mempunyai beberapa titik wahana yang cocok untuk berswafoto. Misalnya saja Apache Camp, Rumah rumah yang berbentuk limas yang ukurannya cukup kecil, hamparan kebun bunga, hutan pinus dan area olah raga pemacu adrenalin seperti flying fox.
***
Minggu pagi selepas sarapan, kami berangkat menuju Kota Batu. Kami berencana untuk mendatangi Wanawisata Coba Talun yang berlokasi di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur. Selain daya tarik utamanya yakini Coban atau dalam bahasa Indonesia berarti Air Terjun, Wana Wisata Coban Talun juga mempunyai beberapa titik wahana yang cocok untuk berswafoto. Misalnya saja Apache Camp, Rumah rumah yang berbentuk limas yang ukurannya cukup kecil, hamparan kebun bunga, hutan pinus dan area olah raga pemacu adrenalin seperti flying fox.
Untuk tiket masuk ke Wanawisata Coban Talun per orang dikenai biaya sepuluh ribu rupiah. Sedangkan untuk biaya parkirnya sebersar lima ribu rupiah. Saat memasuki area wisatanya, kami menemukan papan menunjuk arah yang menunjukan dimana lokasi masing masing titik destinasi wisata yang bisa kami kunjungi. Untuk memasuki setiap lokasi dengan masing masing fasilitasnya, kami dikenakan biaya lagi. Misalnya untuk masuk ke kawasan taman bunga kami diharuskan membayar tiket masuk 10ribu rupiah per orang. Begitu juga saat ingin memasuki ke kawasan Apache Camp, hutan pinus, dan yang lainnya. Kami melihat antrian yang lumayan panjang di Apache Camp. Dan menurut saya sudah terlalu mainstream untuk mengunjungi lokasi tersebut. Maka kami melanjutkan perjalanan sampai akhirnya menemukan area wisata yang tiket masuknya murah. Hanya lima ribu rupiah dan kami pun tak melihat antrian sama sekali. Kawasan wisata yang akan kami tuju adalah Goa Jepang.
Jalan menuju Goa Tersebut lumayan panjang. Kami melewati hamparan luas hutan pinus dan taman bunga Hortensia atau yang lebih dikenal sebagai bunga panca warna. Saya sangat menikmati perjalanan itu. Udaranya sangat segar dan pada saat itu cuaca tak begitu terik. Di sepanjang jalan menuju Goa Jepang, pengunjung dapat berswafoto dengan latar belakang tumbuhan hijau yang segar. Saya pun mengambil banyak foto dan suami saya mengambil foto diri saya.
Tiba di sebuah lokasi dengan gazebo yang sudah tak terawat kami istirahat sejenak. Masih bertanya tanya seberapa jauh lagi untuk menuju Goa? Setelah memulihakan stamina, kami melanjutkan perjalanan. Tak lama kemudian kami menemukan sebuah berbang yang terbuat dari batu yang disusun dengan sangat apik. Ternyata tak jauh dari situ kami segera menemukan Goa Jepang yang dimaksud.
Jalan menuju Goa Tersebut lumayan panjang. Kami melewati hamparan luas hutan pinus dan taman bunga Hortensia atau yang lebih dikenal sebagai bunga panca warna. Saya sangat menikmati perjalanan itu. Udaranya sangat segar dan pada saat itu cuaca tak begitu terik. Di sepanjang jalan menuju Goa Jepang, pengunjung dapat berswafoto dengan latar belakang tumbuhan hijau yang segar. Saya pun mengambil banyak foto dan suami saya mengambil foto diri saya.
Tiba di sebuah lokasi dengan gazebo yang sudah tak terawat kami istirahat sejenak. Masih bertanya tanya seberapa jauh lagi untuk menuju Goa? Setelah memulihakan stamina, kami melanjutkan perjalanan. Tak lama kemudian kami menemukan sebuah berbang yang terbuat dari batu yang disusun dengan sangat apik. Ternyata tak jauh dari situ kami segera menemukan Goa Jepang yang dimaksud.
Untuk menuju mulut Goa kami melewati sebuah jalan setapak yang dipinggir kiri sudah berbatasan langsung dengan tebing dan dibawahnya terdapat sungai. Kendati demikian, jarak jalan yang kami tapaki dengan sungai dibawah sana tidak terlalu tinggi. Tiba di depan mulut Goa kami berdiri di sebuah jembatan kecil penghubung antara jalan setapak tadi dengan mulut Goa. Sejenak saya terpaku menatap ke dalam Goa yang sangat gelap. Saya mengajak berbincang suami saya yang tiba tiba berjongkok dan ternyata ia tengah berdoa dan memejamkan mata. Setelah itu kami membaca sebuah papan informasi.
Melalui papan informasi tersebut kami tahu bahwa Goa itu pertama kali ditemukan pada tahun 2007 oleh warga sekitar yang sedang berladang. saat ditemukan untuk pertama kali, keadaan gua tersebut sangat memprihatinkan. Oleh sebab itu warga bergotong royong memperbaikinya dan sampai saat ini menjadi salah satu destinasi wisata di kawasan Wana Wisata Coban Talun. Dulu gua ini dipergunakan tentara Jepang sebagai tempat penyimpanan bahan makanan, pakaian, senjata dan juga tempat bersembunyi saat perang melawan sekutu. Lantas dalam benak tiba tiba terbersit. Adakah seorang tentara Jepang yang terjebak di dalam tak sempat pulang ke negera asalnya dan mati membusuk disana? Itulah tujuan suami saya memanjatkan doa tadi. Ia berdoa untuk yang telah lebih dahulu meninggalkan dunia ini.
Melalui papan informasi tersebut kami tahu bahwa Goa itu pertama kali ditemukan pada tahun 2007 oleh warga sekitar yang sedang berladang. saat ditemukan untuk pertama kali, keadaan gua tersebut sangat memprihatinkan. Oleh sebab itu warga bergotong royong memperbaikinya dan sampai saat ini menjadi salah satu destinasi wisata di kawasan Wana Wisata Coban Talun. Dulu gua ini dipergunakan tentara Jepang sebagai tempat penyimpanan bahan makanan, pakaian, senjata dan juga tempat bersembunyi saat perang melawan sekutu. Lantas dalam benak tiba tiba terbersit. Adakah seorang tentara Jepang yang terjebak di dalam tak sempat pulang ke negera asalnya dan mati membusuk disana? Itulah tujuan suami saya memanjatkan doa tadi. Ia berdoa untuk yang telah lebih dahulu meninggalkan dunia ini.
Tak dapat dimungkiri jika saya merasa takut. Tapi suami saya tetap meminta saya untuk berfoto dengan latar belakang gua tersebut. Kemudian setelah beberapa gambar kami ambil, kami segera meninggalkan lokasi tersebut. Melihat dari luar saja sudah gelap. Meski kami berdua tidak punya kemampuan khusus, hawa disekitar sana cukup membuat kami enggan untuk masuk ke dalam.
***
Tujuan selanjutnya ya tentu Coban Talun. Saya harus melihat air terjun itu! saya sudah mepersiapkan mental. Pasti jalur yang akan kami tempuh cukup berat dan sangat mneguras tenaga. Saya menjadikan perjalanan ke Curug Trocoh sebagai pelajaran. Namun tak disangka perjalanan kali ini jauh lebih berat dan membuat saya takut. Sebab jalannya sangat licin. Sama sekali tak ada batu untuk berpijak. Sehingga lutut saya terasa nyeri setelah berjalan perlahan agar tak tergelincir. Tiba di dekat air terjun, seperti yang telah saya perkirakan sebelumnya, airnya keruh. Namun demikian tak menyurutkan antusiasme pengunjung. Tiba disana ternyata suasana cukup ramai. Kami hanya bertahan sejenak saja. Suami saya selalu terlihat kurang baik saat berada di lokasi yang ramai. Sepertinya suasana hatinya tak terlalu bagus. Maka kami memutuskan kembali ke atas.
Tujuan selanjutnya ya tentu Coban Talun. Saya harus melihat air terjun itu! saya sudah mepersiapkan mental. Pasti jalur yang akan kami tempuh cukup berat dan sangat mneguras tenaga. Saya menjadikan perjalanan ke Curug Trocoh sebagai pelajaran. Namun tak disangka perjalanan kali ini jauh lebih berat dan membuat saya takut. Sebab jalannya sangat licin. Sama sekali tak ada batu untuk berpijak. Sehingga lutut saya terasa nyeri setelah berjalan perlahan agar tak tergelincir. Tiba di dekat air terjun, seperti yang telah saya perkirakan sebelumnya, airnya keruh. Namun demikian tak menyurutkan antusiasme pengunjung. Tiba disana ternyata suasana cukup ramai. Kami hanya bertahan sejenak saja. Suami saya selalu terlihat kurang baik saat berada di lokasi yang ramai. Sepertinya suasana hatinya tak terlalu bagus. Maka kami memutuskan kembali ke atas.
Saya dibuat nyaris kehabisan napas saat mendaki naik. Sempat berhenti sejenak untuk mengambil napas dan dan membiarkan detak jantung kembali berdegup dengan kecepatan normal. Jujur saja, dibandingkan dengan perjalanan ke Curug Trocoh, Coban Talun lebih esktrim karena jalanan curam dan licin. Itu membuat saya punya keinginan mengunjungi Curug Trocoh lagi. Suami saya pasti akan sangat senang karena disana suasananya tak kalah sejuk dan yang terpenting, tempat tersebut belum cukup banyak dikunjungi wisatawan.
***
Usai beristirahat dan menunaikan ibadah sholat dzuhur, kami menuju Kota Malang. Awalnya saya ingin sekali ke wisata Omah Kayu. Namun karena kondisi cuaca tidak memungkinkan, jadilah kami memutuskan untuk meninggalkan Kota Batu. Benar saja, baru perjalanan sekitar 20 menit, hujan turun sangat deras. Kami harus mengenakan jas hujan. Disusul oleh pengendara lain yang ternyata juga mlipir ke depan toko bangunan seperti kami berdua. Tiba di Kota Malang, kami dibuat heran karena hujan sama sekali belum menyentuh permukaan tanahnya. Malahan matahari bersinar cukup terik.
Di Kota Malang, seorang kawan baik suami saya sudah menunggu untuk bersua. Ia adalah seorang pemuda yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Malang. Ia menekuni bidang Psikologi dan sedang bersiap untuk mengambil skripsi. Rupanya saat ini ia sedang libur semester. Saya jadi tahu mengapa Kota Malang cukup lengang. Ternyata para mahasiswa sedang libur dan kemungkinan besar mereka pulang ke kampung halaman. Namun tidak dengan pemuda ini, karena ia berdomisili di Kota Malang.
Kami bertemu di kedai Pesenkopi. Saat itu saya merasa sangat ngantuk. Pas sekali suami saya dan temannya itu berjanji bertemu di kedai ini. Maka saya memesan segelas americano. Saya cukup cupu soal perkopian yang kekinian seperti di kedai kedai semacam ini. Namun saya sudah bersiap untuk segelas americano yang bercitara rasa kopi asli meski tidak pekat. Tak dinyana embak kasirnya menawarkan beberapa pilihan topping. Mungkin dikira saya belum tahu kalau americano itu hanya kopi hitam. Hehe seriusan mba, saya lagi ngantuk banget. Tapi cara saya memesan benar benar kampungan. Seperti pesan es jus di warung saya berdiri menunggu disana. Lalu mbaknya bilang, saya bisa menunggu di tempat duduk sampai nanti akan dipanggil jika pesanan sudah siap. hehe
***
Saya tak menyangka jika suami saya bisa segila itu. Candaannya benar benar sukses membuat saya dan teman suami saya terpingkal pingkal. Kami berbincang banyak hal sampai jauh hampir petang. Karena kami harus segera kembali, kami berdua pamit terlebih dahulu, meninggalkan lelaki muda itu sendirian menghabiskan sebatang rokok terakhirnya. Sebelum pulang kami berjabat tangan dengannya. Di awal pertemuan kami bersalaman biasa, tapi tak disangka, saat hendak berpisah, ia menjabat tangan saya sebagaimana ia menjabat tangan suami saya. Saya merasa sangat diterima dan menjadi kawannya juga.
Semenjak saya berkenalan dengan lelaki yang saat ini menjadi suami saya, saya merasa sangat mudah memasuki kehidupannya. Bahkan saya cukup paham yang mana saja kawannya dan beberapa diantaranya mengikuti saya di media sosial. Saya orang yang sangat canggung untuk sebuah awal pertemuan dengan orang baru, tapi mereka mampu membuat saya melebur bersama.
Sore itu cukup dingin dan Kota Malang yang mendung perlahan diguyur air hujan. Kendati demikian, hati saya terasa begitu hangat. Usai perbincangan itu saya dan suami menuju masjid Agung Malang menunaikan sholat ashar. Karena hujan turun dengan deras kami memilih untuk tetap di dalam masjid hingga waktu sholat maghrib tiba. Saya merasa semakin hangat saat sholat magrib berjamaah.
***
Perjalanan kami tutup dengan semangkuk soto dan perasaan saya yang sedikit kesal kerena kebodohan saya sendiri. Ponsel yang saya simpan di jaket terkena genangan air saat tak sengaja jaket tersebut jatuh.
Tak cukup sampai situ, sepanjang perjalanan dari Malang kami diguyur hujan. Sampai Kota Pasuruan, suami saya merasakan hal yang aneh. Ternyata ban sepeda motor bagian belakang bocor. Syukurlah hanya berjarak beberapa langkah kami menemukan bengkel yang masih buka. Ditengah hujan deras, tubuh yang luar biasa lelah, kami menunggu ban ditambal. Malam itu cukup sentimental. Saya merasa sedikit nelangsa hingga tak mampu menahan air mata. Saya mencoba untuk menenangkan diri dengan menggenggam tangan suami saya yang dingin dan basah karena air hujan.
Maaf ya...
kata kata itu terucap lirih. Saya memalingkan muka dan kembali menangis. Bukan saya tak menerima permintaan maafnya. Namun saya begitu tersentuh. Itu semua bukan salahnya. Saya percaya bahwa semua adalah bagian dari takdir Allah. Tanpa ada rasa ragu, tinggi hati maupun angkuh ia mengucapkan kata maaf. Tak banyak orang yang mampu mengucapkan maaf. Maaf yang begitu tulus seperti yang saya dapati saat itu.
Maaf ya...
kata kata itu terucap lirih. Saya memalingkan muka dan kembali menangis. Bukan saya tak menerima permintaan maafnya. Namun saya begitu tersentuh. Itu semua bukan salahnya. Saya percaya bahwa semua adalah bagian dari takdir Allah. Tanpa ada rasa ragu, tinggi hati maupun angkuh ia mengucapkan kata maaf. Tak banyak orang yang mampu mengucapkan maaf. Maaf yang begitu tulus seperti yang saya dapati saat itu.
***
Senin pagi kami pulang ke Gresik. Seharusnya sebelum jam tujuh kami sudah tiba. Namun karena saya yang payah sekali dan minta istirahat, kami terjebak macet. Pikiran saya melayang saat melihat kemacetan Kota Surabaya. Melihat orang orang yang kembali ke aktivitas hariannya. Bekerja, bersekolah. Saat melintasi jalanan depan pabrik perabot rumah tangga, Maspion, pekerja pabrik berbonding bondong hendak memasuki area pabrik. Mereka mengenakan seragam yang sama.
Senin pagi kami pulang ke Gresik. Seharusnya sebelum jam tujuh kami sudah tiba. Namun karena saya yang payah sekali dan minta istirahat, kami terjebak macet. Pikiran saya melayang saat melihat kemacetan Kota Surabaya. Melihat orang orang yang kembali ke aktivitas hariannya. Bekerja, bersekolah. Saat melintasi jalanan depan pabrik perabot rumah tangga, Maspion, pekerja pabrik berbonding bondong hendak memasuki area pabrik. Mereka mengenakan seragam yang sama.
Orang orang berjuang untuk kehidupannya masing masing. Menjaring rezeki yang Allah tebar dengan cara yang berbeda beda. Saya mendapat suntikan semangat. Saya harus seperti mereka yang senantiasa tekun mejalani tanggungjawabnya.
***
Sebagai penutup pekan ini suami saya menghidangkan menu ayam bakar madu lengkap sambal dan sayur lalapan. Rasanya sangat nikmat dan membuat saya ingin membuka usaha rumah makan bersama suami hehe.
Tifanny Lituhayu
***
Sebagai penutup pekan ini suami saya menghidangkan menu ayam bakar madu lengkap sambal dan sayur lalapan. Rasanya sangat nikmat dan membuat saya ingin membuka usaha rumah makan bersama suami hehe.
Tifanny Lituhayu
Gresik, 2 Februari 2020.
0 Comments