Belum Bisa Pulang
Mei 21, 2020Mungkin benar rumah ini sekarang menjadi rumahku juga untuk pulang. Namun sampai saat ini aku belum bisa merasakan "pulang" sebagaimana ia. Semua yang disini masih terfokus padanya. Aku hanya seorang yang datang dari jauh dan masih jauh juga. Kendati ragaku berbaring di tempat yang sama dengan mereka. Meminun air dari satu sumber yang sama. Menghirup udara yang juga berputar putar di sekeliling mereka. Namun aku masih terpisah jauh dan semua perihal aku, tetap saja diluar lingkaran mereka. Memang benar kami sudah dilingkarkan oleh ikatan yang menjadikan aku, ia, mereka menjadi keluarga. Namun hasrat rinduku akan, keluarga belum juga terpenuhi.
Aku rindu pertanyaan pertanyaan yang tertuju memang padaku. Disini aku kerap salah menangkap. Aku kira tentang diriku, tapi ternyata tentangnya yang ditanyakan padaku. Mungkin aku memang merindukan pertanyaan sederhana seperti apakah disana hujan? Apakah kamu sehat dan baik baik saja? Bagaimana pekerjaanmu? Bahkan aku rindu pertanyaan bapak yang selalu sama setiap aku pulang ke rumah.
Kudanan po ra nduk? - kehujanan ga, nak?
Meski aku tahu perhatian bapak atau ibuk jarang diungkap melalui kata kata, terasa betul perhatian itu tercurah pada setiap tindakan. Yang selalu aku suka, perhatian ibu selalu terhampar di atas meja makan berujud makanan kesukaanku. Sesederhana kluban urap, sambal terong, asal buatan ibu rasanya selalu istimewa. Terselip rasa cinta dan perhatian yang begitu dalam di setiap rasa yang aku kecap. Di setiap ramadhan yang ku lewati disana berkah yang paling aku rasakan dan syukuri adalah kebersamaan.
Selepas berbuka selalu ada diskusi ringan yang semakin mengeratkan kami. Sesekali cerita tentang masa lalu bapak.
Inilah kami sekarang. Sejauh 388 km raga kami jauh terpisah. Jarak yang membentang begitu panjang. Rindu di setiap sentinya terasa semakin menggerus batin. Ingin aku meluncur kesana. Menghambur ke pelukan ibu tapi nyatanya, saat ini menjaga jarak justru sebuah tindakan tepat untuk aku menjaganya. Begitu sulit untuk dimengerti. Justru menjauhkan raga dan tatapan mata secara langsung adalah wujud kasih sayang yang terbaik. Sedangkan melangkah melipat jarak dan kehadiran diri adalah sebuah keegoisan.
Kita semua percaya di setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Begitulah yang Dia janjikan. Dengan layar gawaiku aku kembali melihatnya. Aku sudah tak disibukkan lagi dengan pekerjaanku, aku janji esok akan menyapa.
Hari ini rinduku semakin seru berlipat ganda tiada henti. Mencari hangatnya engkau disetiap tawa canda mereka. Mencari senyummu di setiap sudut ruang disini tapi aku hanya menemukan ruang kosong yang hampa. Aku melihat pantulan diriku yang semakin hari semakin lesu digerus rindu.
Temui aku esok, aku akan menjadi sebuah dering di gawaimu.
***
Segala hal yang membuat hal ini terjadi dan kuasa Allah atasnya, mengingatkan bahwa setiap waktu dengan keluarga adalah waktu yang teramat berharga dan tak seharusnya diabaikan ataupun dilewatkan.
Sedang diputar: Bin Idris - Pulang Kampung
0 Comments