Minimalisme dan Kehidupan yang Tenang

Mei 27, 2020

Menyenangkan sekali akhirnya saya mendapatkan libur yang cukup panjang. Saya sudah menantikan hari libur panjang sejak lama. Ada banyak hal yang ingin saya lakukan seperti mengisi blog dengan tulisan yang sudah saya rencanakan meski masih di dalam benak dan belanja beberapa kebutuhan yang belum sempat terpenuhi. Namun sayangnya semua tidak berjalan seperti rencana. Ternyata saat libur pikiran saya juga menginginkan liburan dengan bersantai. Agak susah untuk berkonsentrasi mengumpulkan ide dan merangkainya menjadi tulisan. Bahkan rencana belanja juga pupus karena yang semula saya kira gaji akan cair lebih awal ternyata tidak. Mendapat THR tapi dalam suatu bentuk yang lain, yang mana saya dan suami memilih untuk menyimpannya dulu. Kami hanya bertahan dengan sisa uang seadanya dan saya benar benar menahan hasrat serta keinginan.

Dek... harus puasa dulu

Tapi kan kita sudah puasa satu bulan kemarin..

Puasa itu ga hanya sewaktu ramadhan, tapi terus menerus, seperti saat ini. Sabar dulu ya...

Saya teringat akan sebuah tayangan* di kanal YouTube milik seorang ibu rumah tangga berkebangsaan Korea. Ia dan keluarga kecilnya merupakan seorang minimalis. Dalam video itu ia menunjukkan bagaimana mengisi hari libur tanpa mengeluarkan uang. Mulai dari minum kopi ala cafe di rumah dengan cara yang sederhana. Mengajak anaknya bermain bola di taman. Makan siang sederhana tapi nikmat di rumah. Mengisi waktu luang dengan membuka album foto, membaca di perpustakaan umum, dan membuat camilan dengan bahan bahan yang ada di kulkas. Semuanya terasa menyenangkan tanpa menambah pengeluaran. Hal itu kembali menyadarkan saya bahwa kesenangan bisa kita dapatkan meski tanpa mengeluarkan uang sedikitpun. Kita hanya perlu lebih peka untuk menemukan hal hal yang menyenangkan itu di sekitar. 


Saya sempat berpikir, meski konsep dasar kehidupan minimalis yakni tidak memiliki terlalu banyak barang dan hanya fokus dengan yang diperlukan saja, untuk memulai sepertinya juga membutuhkan usaha dan uang. Pemikiran tersebut timbul ketika saya melihat foto foto di Instagram. Yang saya lihat mereka memiliki perabotan yang berwarna senada dan lebih banyak menggunakan unsur kayu. Ketika saya iseng mencari barang barang tersebut di platform belanja online, harga yang ditawarkan cukup mahal. Pun, jika saya membelinya akan sangat aneh dan bertentangan dengan konsep minimalis. Saya sedang berusaha menjalani hidup minimalis tapi mengapa saya justru ingin menambah kepemilikan? Lalu untuk apa barang barang yang sudah saya miliki dan fungsinya sama? 

Saya kembali merenung dan dalam perenungan itu saya menarik suatu kesimpulan. Asal sudah tahu konsep dasarnya saya hanya perlu menjalaninya sesuai kemampuan. Saya hanya perlu menyesuaikan diri dengan apa yang sudah ada dengan menerapkan kebiasaan baru. Decluttering sangat perlu, tapi untuk merombak semua dan memulai dari awal dengan membeli barang barang baru, hanyalah sia sia. Saya tidak perlu menjadi mereka. Karena mereka mungkin untuk kebutuhan konten media sosial dan mereka bisa mendapatkan uang dari situ?

Saya juga perlu mengajukan beberapa pertanyaan pada diri saya sendiri tentang niat dan tujuan saya dalam mencoba minimalis. Apakah saya tertarik dengan gaya hidup minimalis hanya karena ia terlihat kekinian dan keren? Apakah tujuan saya menjalani kehidupan tersebut agar dipandang keren dan sebagainya? Jika itu yang terjadi saya akan kehilangan maknanya dan bahkan kehilangan diri saya sendiri. Padahal seperti yang dikatakan Fumio Sasaki di bukunya, bahwa dengan mengurangi kepemilikan barang atau dengan kata lain menjalani kehidupan minimalis, ia lebih bisa memahami dan menemukan siapa ia sebenarnya.
***

Siang ini saya kembali memilah barang yang sama sekali tidak terpakai. Secara bertahap lagi, saya membuang beberapa produk kosemetik yang hanya pernah sekali saya pakai. Saya masih memiliki alat kosmetik lain yang sejujurnya jarang dan bahkan tidak pernah dipakai tapi masih sayang membuangnya. Duh...

Saya cukup senang karena saya bisa menahan diri untuk tidak membeli baju ketika lebaran. Setiap kali saya melihat lihat di platform belanja online, saya selalu berkata pada diri saya, tidak saya tidak membutuhkannya Atau ah buat apa? tidak usah!

Memiliki lemari pakaian yang kecil cukup menahan saya untuk membeli baju. Terkadang saya memang bosan memakai baju yang itu itu saja. Tapi saat saya memilah lagi, ternyata masih selalu ada baju yang jarang saya kenakan. Saya bisa kembali memakainya dan memadupadankan dengan item lain.
***

Declutter My Phone

Suasana hati saya kerap berubah ubah. Kadang hal hal kecil saja bisa membuat suasana hati saya tak enak. Melihat ruangan berantakan dan benda benda yang tergeletak di tempat yang tak semestinya. Atau seperti yang saya katakan tadi soal melihat lihat foto di Instagram dan berkutat dengan media sosial lain. Saya kerap merasa tertekan jika ada yang lewat di beranda kontennya agak mengganggu pikiran dan perasaan. Maka saya putuskan untuk membuang aplikasi media sosial di ponsel atau bahkan menutup akun yang saya miliki. Semua itu saya lakukan demi kehidupan yang tenang. 

Saya suka dengan aplikasi Spotify yang memungkinkan saya bisa bersantai ditemani dengan musik instrumental meditasi yang menenangkan. Saya juga bisa mendengarkan beberapa podcast sesuai dengan minat. Sehingga saya benar benar bisa memilih sendiri mana yang saya inginkan dan terhindar dari hal hal yang tidak saya sukai. Selain spotify aplikasi perpustakaan online juga menjadi salah satu solusi kehidupan minimalis.

- Tifanny Lituhayu 

Catatan:
*) Silakan menuju tautan berikut untuk melihat tayangan lengkapnya:

You Might Also Like

4 Comments

  1. Ah, aku juga suka nonton chanel youtube ituuuu...
    Terlihat santai banget keseharian ibu itu, suka banget bagian masak-masaknya.

    Aku juga kepikiran gitu sih, katanya mau minimalis tapi masih ada hasrat buat beli barang-barang minimalis yg warnanya senada atau peralatan makan dari kayu atau baju berbahan linen, ya gak jadi minimalis kalo gitu, ya, haha.
    Kayaknya perjalananku untuk hidup minimalis sejak dalam hati dan pikiran masih panjang, tapi gpp pelan-pelan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kalau ada bagian masak dan kelihatan jelas bahan2nya jd pengen nyobain bikin 😋

      Kalau youtube channel dg tema senada tp dr Indonesia yg km tonton ada juga ga?

      Ya!! Itu yang aku pikirkan juga. Mulai dr perabotan dan baju. Apalagi si ibu di haegreendal itu sll pakai baju yang simple tapi terlihat menarik. Warna2nya juga kalem. 😍

      Betul gapapa, aku juga gtu. Dan kayanya justru prosesnya ini yang sangat penting. Minimalis mnrtku sebuah perjalanan dan proses yang terus menerus :)

      Hapus
    2. Tapi kalo mau ngikutin bahan-bahannya kalo di sini harganya mahal-mahal dan susah, haha.

      yang dari Indonesia nggak tau aku, cuma nonton itu korea sama japan, kalo kamu ada lagi lainnya boleh atuh dishare.

      Minimalis adalah proses yang terus-menerus, baiklah.

      Hapus
    3. Iya ya bener juga. Heh 😂

      Oh iya ada, namanya Meaningful Minimal. Ada salah satu videonya yang lihatin dia bikin minuman rebusan apel dicampur madu. Cukup sederhana dan bikin penasaran rasanya 😋

      Hapus

BLOG ARCHIVES

TIFANNY'S BOOKSHELF

Harry Potter and the Half-Blood Prince
Angels & Demons
Mati, Bertahun yang Lalu
Le Petit Prince: Pangeran Cilik
Di Kaki Bukit Cibalak
Goodbye, Things: Hidup Minimalis ala Orang Jepang
Orang-orang Proyek
Guru Aini
86
Ranah 3 Warna
The Da Vinci Code
Animal Farm
Hacker Rp. 1.702
Mata Malam
City of Thieves
Yang Fana Adalah Waktu
Kubah
Harry Potter and the Sorcerer's Stone
9 Matahari
Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982

• T I F A N N Y •

•  T I F A N N Y  •
INFJ-T ・ semenjana ・ penikmat musik & es kopi susu ・ pencinta fotografi ・ pecandu internet ・ escapist traveller ・ sentimental & melankolis ・ suka buku & aroma petrichor ・ hobi journaling