Tekanan Batin dan Upaya Untuk Mengalihkannya

Desember 15, 2020

Suatu petang usai mandi sore ketika hendak meluncur ke lantai dua, langkah saya tertahan. Sebab ada seorang tamu yang duduk di ruang tengah. Padahal tangga menuju lantai dua ada di ruang tengah. Beruntung, ada sebuah rak kayu tinggi yang membatasi ruang tengah dan pintu kamar mandi. Sehingga saya bisa ngeloyor ke kamar belakang tanpa terlihat.

Setiba di kamar belakang yang merupakan kamar penyimpanan baju milik ibu, saya duduk terdiam. Alih alih memberi salam dan menyapa tamu tadi, saja justru menunggu waktu yang tepat untuk keluar sampai beliau pulang. Habisnya saya hanya memakai daster dan saya agak sungkan. Maaf watak saya memang agak aneh dan pemalu.

Saya duduk dan memandang ke sekeliling ruangan berukuran kurang lebih 3 x 2 meter. Ruangan ini mempunyai lemari dan kasur. Tapi nyaris tak terlihat wujudnya saking banyak benda yang menutupi permukaannya. Terutama, pakaian. Pemandangan ini membuat saya sangat tertekan. Saya tidak mengerti bagaimana bisa ibu bertahan dengan segunung benda benda yang hampir tidak pernah dirapikan. Ibu nyaris tidak pernah menyingkirkan pakaian yang sudah rusak atau jarang sekali dipakai. Beliau lebih memilih menyimpannya ketimbang membuang. Tidak pernah membuang tapi selalu membeli. Jadi bisa dibayangkan seberapa banyak pakaian yang ada. 

Saya tidak ingin menyalahkan ibu. Karena kami semua juga demikian. Setiap ruangan selalu saja ada pakaian yang tergeletak dan tergantung. Jika disatukan mungkin setengah dari rumah ini akan penuh dengan pakaian. Selain pakaian banyak benda sejenis dalam jumlah banyak. Misalnya gunting, perabotan dapur, dan masih banyak lagi.
***

Sudah hampir satu tahun berlalu sejak ambisi saya tentang hidup minimalis. Tapi saya punya masalah besar tentang berbenah. Saya sudah melakukan decluttering. Memilah dan membuang beberapa benda yang sudah tak terpakai. Saya juga sudah memilah pakaian, memasukkannya ke dalam kardus besar dan kantong kresek. Tapi hanya terhenti disitu dan kini mereka teronggok di pojok ruangan. Sama sekali belum keluar dari rumah ini. Saya sangat bingung dan tidak mendapat saran atau bantuan untuk membuang benda itu. Malahan saat saya membicarakannya dengan ibu saya, beliau terlihat enggan dan berusaha keras mengabaikan topik ini.

Saat ini saya sudah bersama suami dan ia memberi saran yang lumayan melegakan. Saat ini kami sedang menangani rumah belakang dan memperbaikinya. Tentu banyak sekali sampah dan benda benda usang yang dihasilkan. Maka nanti akan menyewa mobil khusus untuk mengangkut dan membuang barang bekas. 

"Sakalian saja, nanti angkut."

"Tapi semuanya masih layak pakai, apa engga disumbangkan saja? Mungkin ada yang mau menampung?"

"Biarin aja taruh di tempat pembuangan, nanti juga ada yang nemu, biar jadi rezekinya yang nemu aja"

Sampai disini saya tersadar bahwa kemandekan saya dalam berbenah adalah: jauh di dalam hati, saya masih merasa sayang dengan benda yang hendak  dienyahkan. Karena saya merasa pakaian itu butuh pemiliki baru atau harus diterima seseorang karena masih layak. Seharusnya saya tidak lagi memikirkan itu. Saya harus mengikhlaskannya kemanapun kelak barang barang itu akan bermuara.
***

Saat ini saya belum punya waktu untuk berbenah dan kembali memilah. Akhir pekan berlalu begitu saja untuk lembur menyelesaikan pekerjaan. Saya merasa semakin tertekan. Maka saya mencari cara untuk sedikit mengalihkan semuanya. Meski setiap saat mata selalu diganggu suasana tidak rapi disekililing saya. Saya membeli dan membaca buku Marie Kondo, The Life-Changing, Magic of Tidying up. Meski baru habis setengah, rasanya keresahan keresahan saya cukup terjawab. Semoga saja, seusai membaca buku ini saya bisa menerapkan metode berbenah yang ajarkan lewat buku ini. Dan semoga, bisa menularkannya juga ke anggota keluarga lain. 



Tifanny Lituhayu

You Might Also Like

0 Comments

BLOG ARCHIVES

TIFANNY'S BOOKSHELF

Harry Potter and the Half-Blood Prince
Angels & Demons
Mati, Bertahun yang Lalu
Le Petit Prince: Pangeran Cilik
Di Kaki Bukit Cibalak
Goodbye, Things: Hidup Minimalis ala Orang Jepang
Orang-orang Proyek
Guru Aini
86
Ranah 3 Warna
The Da Vinci Code
Animal Farm
Hacker Rp. 1.702
Mata Malam
City of Thieves
Yang Fana Adalah Waktu
Kubah
Harry Potter and the Sorcerer's Stone
9 Matahari
Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982

• T I F A N N Y •

•  T I F A N N Y  •
INFJ-T ・ semenjana ・ penikmat musik & es kopi susu ・ pencinta fotografi ・ pecandu internet ・ escapist traveller ・ sentimental & melankolis ・ suka buku & aroma petrichor ・ hobi journaling