Mengapa Mempertahankan Kerapian Sangat Sulit
April 15, 2021Setelah usaha berbenah yang lumayan melelahkan pada awal tahun 2021 kemarin*, sekarang kamar ibu kembali ke wujud semula: berantakan, baju bertebaran dimana mana dan bercampur baur dengan benda benda lainnya. Setiap kali saya mampir ke rumah depan sesekali saya melihat lihat kamar itu. Sayang sekali, mempertahankan kerapian memang hal yang tak mudah ketika kita memiliki terlalu banyak barang.
Tak hanya ibu, saya juga begitu terkadang. Hari hari pertama setelah ada Bening di rumah dan setelah 40 hari usianya, cukup sulit untuk mempertahankan kerapian rumah terutama mengurus pakaian dan dapur. Hari hari disibukkan mengasuh si kecil. Waktu luang saat Bening tertidur menyisakan sedikit tenaga. Untuk mengerjakan pekerjaan rumah rasaya agak melelahkan dan lebih memilih rebahan, bersantai sembari bermain gawai. Namun saya termasuk orang yang mudah sekali gusar jika melihat ruangan yang tak rapi. Jangankan ruangan, kasur yang berantakan saja sudah cukup mengganggu. Maka saat ini saya kembali menemukan kenikmatan berbenah terutama melipat pakaian Bening. Selain itu, jika tidak segera dilipat setelah kering, keranjang pakaian Bening akan kosong dan menyulitkan saya saat akan mengganti popoknya.
Setelah menempati rumah ini, saya memikirkan bagaimana caranya agar semua pakaian saya dan suami muat dalam satu lemari yang kami miliki. Desain lemari pada umumnya tak memiliki laci laci. Padahal menurut saya, menyimpan baju dengan metode konmari akan lebih mudah jika tempat penyimpanannya berupa laci. Maka saya memerlukan tempat penyimpanan tambahan seperti kotak. Kotak yang berukuran seperti kotak sepatu adalah ukuran yang sangat pas menurut Marie Kondo dalam bukunya. Sebetulnya saya ingin sekali membeli kotak berbahan plastik dengan warna senada. Namun saya membutuhkan dalam jumlah banyak, tentunya akan ada banyak pengeluaran. Akhirnya saya memesan kotak kardus dengan ukuran yang sudah saya tentukan dengan harga yang cukup terjangkau dibandingkan dengan kotak plastik.
Dengan semangat saya merapikan seluruh pakaian ke dalam kotak kardus lalu menyusunnya ke dalam lemari. Susunanya masih agak menyulitkan karena harus bertumpuk. Tapi saya cukup puas dengan hasilnya. Semua pakaian yang kami miliki bisa tersimpan dalam lemari. Agar mudah menemukan pakaian tertentu, saya sudah menggolongkannya ke beberapa kategori di setiap kardusnya dan menuliskannya pada secarik kertas kemudian saya tempel dikotak. Pekan pekan pertama semua berjalan lancar hingga kami mendapat masalah. Kamar kami minim ventilasi sehingga agak lembab. Sinar matahari juga tidak dapat masuk secara maksimal. Hanya di waktu waktu tertentu saja saat sore. Alhasil, ketika saya merapikan kaos milik suami, sebagian di dalam kotak sudah berjamur sehingga perlu dicuci lagi meski belum dipakai. Tempo hari saat saya mengambil sprei dari dalam lemari, saya cukup terkejut karena sprei itu sudah didiami sekoloni serangga kecil. Ini membuat saya tersadar bahwa menyimpan pakaian dengan cara ini sepertinya tak efektif. Baju terlalu sesak dan tak ada sirkulasi udara yang cukup. Lagi pula beberapa hari terakhir ini rasanya agak malas memasukkan pakaian ke lemari setelah melipatnya karena harus menurunkan kotak kotak kardus. Belum lagi jika mendapati baju berjamur. Saya terpikirkan untuk menggunakan laci kontainer berbahan plastik seperti di kosan dulu.
***
Hal yang membuat rumah tampak berantakan dan ini seringkali terjadi adalah menumpuknya pakaian habis pakai. Kita mengenakan pakaian yang baru dari lemari untuk pergi keluar rumah. Saat sampai di rumah dan mengganti pakaian, kita akan menggantung pakaian yang baru sekali pakai itu bukannya memasukan ke ember cucian. Dalam pikiran kita, pakaian itu masih terlalu bersih untuk dicuci tapi tak juga layak untuk masuk lagi ke lemari. Hingga akhirnya banyak baju bertebaran dimana mana. Harusnya pemikiran seperti ini bisa dihindari. Yuk coba kita praktikan hehe.
***
Untuk sebagian orang mengenakan pakaian yang sama terus menerus di setiap kesempatan rasanya agak memalukan. Hal ini seringkali terjadi pada kaum perempuan. Meski sudah memiliki begitu banyak pakaian, ada perasaan seperti, duh pakaian saya kok itu itu saja ya... ga punya pakaian lain nih. Jika direnungkan kembali, sebetulnya tanpa sadar kita hanya memakai pakaian sesuai kebutuhan dan yang paling disuka. Sisanya, yang jarang dipakai, sudah pasti sebetulnya tidak terlalu dibutuhkan dan kita tak menyukainya. Mungkin kita suka pada baju itu saat pertama membeli. Namun ternyata tak sebegitu sukanya seperti pakaian lain yang lebih sering dikenakan. Jadi seharusnya kita bisa dengan mudah mengkirkan baju itu sesegera mungkin.
Meski saya sudah menyortir pakaian dan mempertahankan yang saya sukai, rasanya pakaian pakaian itu tak lagi cocok untuk saya sebagai busui. Kebanyakan pakaian saya berupa kaos atau blouse yang tidak ramah untuk busui. Saya ingin sekali menyingkirkannya. Namun saya berpikir mungkin dua tahun lagi saya bisa memakainya kembali? Tapi bagaimana jika sudah tak muat?
***
Kemarin ibu saya membeli beberapa pakaian baru. Membeli celana panjang berwarna mustard sambil bercerita bahwa celana celana milik beliau sudah robek dan berlubang. Hmm tapi anehnya, ibu sama sekali tak berminat untuk membuangnya.
Harusnya saat memutuskan untuk membeli baju baru harus ada baju yang perlu disingkirkan. One in, one out. Cara ini juga penting untuk diterapakan pada benda dan perabotan lainnya di rumah.
![]() |
Konmari & laci bersekat |
![]() |
Lemari dengan desain terbuka ditempatkan dalam ruangan cukup cahaya dan ventilasi. Sirkulasi udara baik mencegah pakaian berjamur. |
*lihat tulisan berikut : BERBENAH TANPA MEMBUANG
Semua gambar dari Pinterest
0 Comments