Segalanya Seperti Rindu
September 12, 2019Segelas coklat panas yang terlalu encer dengan sendok yang masih berada di dalamnya. Aku nikmati sesendok demi sesendok. Sementara buku yang ada di hadapanku masih juga belum habis aku baca sedari kemarin. Seperti rindu yang tak pernah habis tertuju padanya. Ruang tamu sekaligus ruang tengah ini hangat. Namun sepi ditinggal penghuninya. Tangisan satu persatu hilang. Senyap. Ingin aku pergi ke kamar berbaring lelap. Namun pintu tak terkunci. Masih menunggu suara suara itu embali ke rumah ini. Seperti rindu yang masih menunggu diretas dan dirobek oleh sebuah perjumpaan.
Mulai aku dekatkan bibirku ke gelas dan menyeruput coklat panas yang kini sudah menjadi coklat hangat. Kerongkonganku begitu nyaman dialirinya. Di ruangan ini aku bertanta tanya. Kemana perginya angin. Mengapat tiada berembus kemari. Aku ingin menitipkan pesan kerinduan padanya. Melalui hembusan angin supaya nanti dini hari ia bisiki telinganya, salam rindu dariku.
Mengapa suara detik jarum jam begitu berisik saat sepi. Menyiksa. Terlebih jika aku tangah demam. Suaranya hampir membuatku gila. Dan obat yang barusan ku minum membuatku seperti tersesat di ruang pucat putih. Sedang suara detik jam terus mengalun menyusulku di bawah alam sadar. Seperti rindu, yang selalu mengikutiku kemana mana. Semakin sepi ia semakin riuh. Ia gaduh dalam alam bawah sadarku.
Aku berandai andai. Bila saja salah satu pintu dirumah ini aku buka, kemudian kutemukan dunia dimana ada kau disana, aku tak ingin kembali ke tempatku sekarang. Paling tidak sampai pagi menjelang. Lalu ketika malam tiba, ingin aku kesana lagi. Menari bersamanya di bawah sinar rembulan yang cahayanya begitu terang sedangkan waktu terasa membeku. Kaki kita sama sekali tak lelah bergerak kesana kemari. Tubuh kita sama sekali tak berpeluh. Seperti rindu. Ia membeku diam di dalam hatiku. Ia tak lelah bersemayam disana. Ia tak jenuh menanti.
0 Comments