Menjalani Kenyataan
Januari 23, 2021Pernikahan mungkin bagi kebanyakan wanita adalah suatu tahap kehidupan yang diidamkan. Namun memutuskan untuk menikah mungkin bukan hal yang mudah. Banyak konsekuensi yang harus dihadapi setelah menikah. Bukan hanya soal komitmen dengan pasangan tapi juga sederet panjang soal tanggung jawab dan berbagai hal lainnya yang harus dihadapi. Tanggung jawab akan kewajiban sebagai seorang istri terhadap suami, urusan domestik rumah tangga, hingga membagi waktu untuk urusan kehidupan bermasyarakat. Belum lagi jika setelah menikah masih bekerja pula. Lalu ketika hamil dan memiliki anak, semakin banyak yang harus dilakukan. Peranan pun seakan tak terbatas saking banyaknya pekerjaan yang harus dilaksanakan.
Saya termasuk orang yang membiarkan semuanya mengalir begitu saja tanpa memikirkan beberapa hal terlalu dalam. Pada akhirnya sering kali dalam perjalanannya, saya baru berfikir saat berbagai tantangan harus dihadapi. Saya mengerti bahwa seorang wanita harus mendedikasikan waktu dan semua yang ada pada dirinya saat memutuskan untuk menikah. Kehidupan semasa lajang tentu akan sangat berbeda setelah menikah. Terutama setelah hamil dan memiliki anak. Sejujurnya saya tidak ingin membahas soal ini sebab sudah menjadi kodrat saya sebagai seorang wanita. Saya sering kali berbicara pada diri sendiri untuk menjalaninya seperti air mengalir dan menerimanya. Namun belakangan saya mencoba menelaah kembali. Sepertinya saya belum mencoba menerima melainkan masih terus berpura pura menerima dan menganggap semua baik baik saja. Semenjak hamil saya tak lagi memperhatikan anggota tubuh kecuali perut yang semakin membesar dan saya menyukai itu. Selebihnya saya kerap menghindari cermin sebab wajah saya semakin kusam dan tubuh saya semakin gemuk. Saya juga seringkali berusaha untuk mengabaikan strech mark atau selulit yang muncul dibeberapa bagian tubuh. Tapi saat ini, saya menyadari banyak hal yang berubah pada diri saya. Tiba tiba saja saya cemas dan merasa frustrasi saat melihat beberapa potong pakaian yang kini terlihat aneh jika saya pakai. Saya ingin mengenakan rok, kaus dan cardigan tanpa terlihat aneh karena kegemukan. Tiba tiba saya merasa tidak percaya diri.
Perubahan bentuk tubuh dan penampilan mungkin bisa saja diatasi dengan mudah. Tapi saya terbentur urusan lain. Jangankan memikirkan penampilan. Urusan lain masih banyak dan waktu 24 jam seakan tak pernah cukup. Tanaga yang terbatas terkadang membuat beberapa pekerjaan rumah terbengkalai. Banyak yang harus saya lakukan tapi kondisi tubuh tak memungkinkan. Tak hanya itu, tuntutan pekerjaan juga semakin banyak dan menumpuk.
Ada hal lain juga yang menjadi persoalan meski saya terus bersikeras agar hal ini jangan sampai menjadi masalah besar. Soal keuangan. Ketika hari gajian tiba, rasanya ingin sekali memanjakan diri dengan membeli sesuatu yang diingini. Tapi rupanya daftar kebutuhan primer yang sangat mendesak berderet panjang. Namun jika tetap nekat dan membuat keputusan impulsif, sebagai konsekuensinya di tengah bulan atau akhir bulan rasanya seperti terbentur tembok, saat beberapa kebutuhan dapur atau hal mendesak lainnya harus segera dibayar, tapi tak ada uang tersisa. Hmm...
***
Butuh waktu untuk menerima ini semua. Saya menuliskan ini sebagai bentuk terapi ketimbang terus memendam dan hanya memikirkannya saja. Saya tidak bisa terus menyangkal dan bersikeras membiarkan semuanya mengalir. Padahal sebenarnya sedang berlari sambil menutup telinga dari suara suara nurani. Saya akan terus mencoba hingga mencapai tahapan bahwa saya benar benar ikhlas dengan ini semua. Memahami dan meyakini dengan sepenuh hati, bahwa ini semua bukan suatu beban melainkan anugerah.
- Tifanny Lituhayu
0 Comments