Terjebak Hujan di Wapitt dan Menikmati Akhir Pekan

Januari 13, 2019


Seperti anak SD yang menuntut diajakin main, saya mengutarakan maksud dan keinginan saya. Mumpung hari Ahad, saya ingin ada rehat. Tak sekadar rehat dengan berdiam di rumah, tapi saya ingin menyegarkan kembali pikiran ini. Ada satu tempat yang membuat saya penasaran. Sebuah tempat wisata alam yang punya warung kopi di tengah hutan. Sebuah konsep yang jelas akan memuaskan penikmat kopi sekaligus pecinta hutan pinus. Namun jujur saja, bukan demi secangkir kopi saya ingin ke sana. Sebab hari hari saya dirumah saya lalui dengan meneguk kopi. Agaknya saya sedikit berlebihan jika di luarpun juga kopi. Saya hanya peminum biasa. Bukan pecandu. Hmm. Jadi keinginan saya ketempat ini murni karena kerinduan saya pada suasana asri dan sejuk akan hutan pinus.

Meski banyak yang bilang tempat wisata yang di juluki Wapitt (Wana Wisata Jumprit Temanggung) ini milik pak Irawan mantan wakil bupati Temanggung, tapi sebetulnya kawasan hutan ini masih dibawah pengelolaan Dinas Perhutani. Disana  pak Irawan berserta istri dan keluarganya mendirikan fasilitas fasilitas pelengkap bagi wisatawan yang berkunjung. Misalnya saja kedai kopi dan beberapa arena bermain. Gagasan dari beliau ini rupanya disambut baik oleh wisatawan dan menjadi daya tarik tersendiri bagi Wapitt.

Kapan lagi bisa menikmati secangkir kopi asli hasil dari petani lokal sambil menikmati kesejukan hutan pinus Jumprit? Tidak hanya siang maupun pagi tempat ini dibuka. Jika kalian bertandang ke akun instagram Wapitt, kalian akan melihat beberapa foto yang menampilkan tempat ini juga ramai dikunjungi ketika malam akhir pekan. Hutan pinus ini terasa begitu syahdu dan bernuansa hangat karena terdapat hiasan lampu yang sengaja digantungkan diantara batang pohon pinus. Beberapa waktu terntentu juga ada gelaran acara musik disana.

Nah meski kepopuleran Wapitt di kalangan masyarakat Temanggung sudah berebak luas, saya justru belum pernah menyambangi tempat tersebut. Maka pada hari Ahad, 30 Desember 2018, saya dan keluarga mengunjungi Wapitt. Bagi bapak dan ibuk ini adalah kali kedua. Sedangkan bagi adek saya, mungkin yang ketiga kalinya. Kami berangkat pukul 9 pagi dari rumah. Saat memasuki kawasan Jumprit saya melihat awan mendung sudah berada diatas bukit. Yang mana bukit itu tempat Wapitt berada.

Saya agak khawatir sedari tadi juga angin bertiup kencang. Cuaca sedang tidak begitu bagus. Langit tak secerah biasanya. Padahal saya ingin sekali mengambil beberapa foto. Jika cahaya terang tentu hasil foto akan lebih bagus, bukan?

Saya teramat takjub dengan tempat wisata ini. Tak disangka, ditengah alami dan asrinya hutan pinus ini terdapat kedai kopi lengkap dengan meja kursi kayu yang ditata seolah secara sembrono tanpa memperhatikan kerapian. Namun tunggu, lihat dan cermati. Justru cara peletakkannya sangat artistik. Sebuah kedai minum berkonsep ruang terbuka. Saya melihat beberapa keluarga bahkan membentangkan tikar dan berpiknik ria. Mereka membawa bekal makan sangat lengkap. Nasi, lauk pauk, ditata rapi diatas tikar. Mereka terlihat sangat ceria. Sementara diantara bangku bangku kayu itu saya melihat beberapa orang dengan outfit yang senada, mengenakan pakaian serba hitam yang terlihat elegan. Mereka terlihat tenang sambil sesekali menyeruput secangkir kopi. Tempat ini sangat cocok untuk menghabiskan waktu bersama keluarga.

Saya dan keluarga mengambil beberapa foto. Namun tiba tiba saja suasana gelap sebab langit mendung. Hembusan angin makin kencang. Suara suaranya membuat saya ingat akan sebuah komposisi musik karya Layur yang berjudul Suara Awan. Kabut mulai turun dan itukah yang dinamakan suara awan? Kabut dan angin salong bergesek menimbulkan suara unik. Selang beberapa saat hujan pun turun.

Semula orang orang yang duduk santai dan berfoto berhamburan mencari tempat berteduh. Semua terpusat pada sebuah kedai makan yang masih berada di tengah hutan. Namun setidaknya, kedai makan itu dilengkapi dengan atap fiber. Udara terasa sangat dingin membuat para pengunjung ini tergiur untuk memesan makanan atau sekadar camilan. Ada gorengan, pisang geprek keju, kentang goreng, mi instan serta panganan lain. Seorang perempuan paruh baya dengan sabar melayani pembeli. Rupanya perempuan itu adalah istri pak Irawan. Saya kagum, kegiatan jual beli benar benar beliau lakoni sendiri. Sedang di kedai minum, terlihat juga pak Irawan sedang berdiri di sisi pintu belakang kedai sembari mengawasi baristanya.

Hujan masih terus turun. Saya berharap hujan segera reda. Namun tak ada tanda tanda akan itu. Saya menyapukan pandangan ke arah hutan. Sebagian orang ada yang bertahan duduk mengitari meja kayu dan memasang payung begitu rendah sampai sebagian tubuh mereka tertutup payung. Sungguh pemandangan yang lucu. Sedangkan sebagian besar pengunjung tertahan di kedai makan ini. Mereka tetap bersuka cita sambil menikmati kudapan yang mereka pesan.

Adik sudah menghabiskan 2 buah gorengan dan satu gelas mi instan. Sedangkan saya, rasanya kurang bernafsu untuk mencicipi gorengan. Suasama hati saya tak begitu baik. Kunjungan pertama saya ke Wapitt diwarnai dengan kabut, hujan, dan udara yang sangat dingin. Bapak membaca mimik wajah saya.

"Jangan nyalahin cuaca...semua diluar kendali kita."

"Besok kapan kapan kalau cerah bisa kesini lagi." Sambung ibuk

Benar juga apa kata bapak. Cuaca berubah jadi seperti ini tak bisa diprediksi. Menyesalinya adalah sebuah kesalahan besar. Semua diluar kendali kita. Semua Alloh yang mengatur. Akhirnya kami beranjak dari tempat itu. Sebab memang tidak ada tanda tanda kabut dan hujan akan segera pergi.

Sebelum meninggalkan Wapitt, saya meminta adek untuk mengambilkan beberapa foto. Meski hujan turun, saya tetap bersikeras mengabadikan momen ini. Saya sangat menyukai tempat ini.
**

Mobil bapak melaju dengan kecepatan sedang. Kami turun dari bukit menuju ke arah Temanggung. Kami melewati tempat wisata umbul Jumprit yang juga masih asri. Bahkan ada beberapa kera berkeliaran. Umbul Jumprit ini terkenal dengan mata airnya yang sangat jernih. Mata air ini disebut juga dengan mata air suci. Menjadi salah satu komponen penting dalam peribadatan umat Budha ketika perayaan Waisak. Biasanya para Biksu akan berkunjung ke tempat ini mengambil air suci kemudian dibawa ke candi Borobudur sebelum melaksanakan peribadatan. Tak hanya di Indonesia, tapi biksu dari berbagai penjuru dunia telah mengunjungi tempat ini.

Jalan menuju Wapitt ini memang melewati beberapa destinasi wisata. Seperti Umbul Jumprit dan juga Situs Liyangan. Baik umbul Jumprit maupun situs Liyangan, keduanya mempunyai nilai historis tersendiri. Saya harap kelak kedepannya kedua wisata ini bisa lebih ramah bagi pengunjung. Masyarakat bisa memberdayakan postensi yang ada.
***

Setelah tiba di daerah Parakan saya cukup terkejut. Sebab di wilayah ini matahari bersinar dengan cerah. Tak ada hujan sedikit pun yang menetes. Kendati memang angin bertiup dengan kencang, membuat sebagian besar tanaman terlihat doyong ke arah utara. Beberapa ladang rumput seperti rambut yang disisir kesamping. Ah cuaca. Bisa juga kau ini bermain main.


Bapak membelokkan kendaran ke sebuah warung sate. Warung itu rupanya baru buka. Bahkan salah seorang karyawannya masih sibuk menusukkan sate. Kami adalah pengunjung pertama. Hehe. Tak lama setelah menunggu, pesanan kami pun datang. Saya sangat bersemangat karena di Wapitt tadi sudah diterjang hawa dingin. Saatnya menghangatkan badan dengan bersantap siang.

Alhamdulillah...seporsi nasi dan beberapa tusuk sate ludes juga. Irisan bawang dan cabai rawitnya menambah kenikmatan. Segelas teh panas manis menjadi penutup santapan nikmat kali ini. Fyuhh...

Rupanya masih ada satu acara lagi. Kami akan berkunjung ke rumah sepupu saya yang baru saja melahirkan putri keduanya. Tiba disana, sang bayi tengah tertidur pulas. Lucu sekali bayi itu. Ia lahir dengan bobot 3.2kg. Wahh bayi perempuan yang besar hehe. Setelah berbincang dengan sang ibu bayi kami pindah mengunjungi rumah budhe, ibu dari sepupu saya. Saya dan ibu berencana untuk menumpang sholat dhuhur sebelum pulang. Sebab bapak dan adek telah terlebih dahulu ke masjid. Usai sholat, saya justru mendapati segelas kopi panas.  MasyaAlloh...jika begini kami tidak bisa buru buru pulang hehe. Ketika saya sruput pelan pelan kopi itu...sungguh nikmat sekali rasanya. Racikanya pas perpaduan antara kopi dan gulanya. Tak terlalu pahit meski kental dan tak juga terlalu manis.

Duduk bersama ibu, bapak, adek, pak dhe dan budhe berbincang hangat sambil ngopi rasanya sungguh nikmat. Senang mendengar cerita dari budhe maupun pak dhe. Meski pak dhe memang lebih banyak diamnya. Sesekali pandangan kami tertuju pada layar televisi yang menayangkan pengajian akbar.

Sebetulnya perut saya sudah kekenyangan. Tapi kopi buatan bu dhe terlalu nikmat jika diabaikan. Lagi pula, siapa yang mampu menolak segelas kopi panas yang aromanya begitu menggoda ini. Ah hari hari saya memang tak bisa jauh dari kopi. Menghindari kopi di Wapitt justru dipertemukan lagi dengan kopi disini. Haha.

Akhirnya waktu beranjak sore dan kunjungan ini harus disudahi. Saya dan keluarga berpamitan. Meski sebetulnya pak dhe masih nyaman ditemani kami duduk bersantai.

Akhir pekan tanggal 30 Desember  menjadi akhir pekan terakhir di tahun 2018 yang sangat berkesan. Alhamdulillah...







You Might Also Like

0 Comments

BLOG ARCHIVES

TIFANNY'S BOOKSHELF

Harry Potter and the Half-Blood Prince
Angels & Demons
Mati, Bertahun yang Lalu
Le Petit Prince: Pangeran Cilik
Di Kaki Bukit Cibalak
Goodbye, Things: Hidup Minimalis ala Orang Jepang
Orang-orang Proyek
Guru Aini
86
Ranah 3 Warna
The Da Vinci Code
Animal Farm
Hacker Rp. 1.702
Mata Malam
City of Thieves
Yang Fana Adalah Waktu
Kubah
Harry Potter and the Sorcerer's Stone
9 Matahari
Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982

• T I F A N N Y •

•  T I F A N N Y  •
INFJ-T ・ semenjana ・ penikmat musik & es kopi susu ・ pencinta fotografi ・ pecandu internet ・ escapist traveller ・ sentimental & melankolis ・ suka buku & aroma petrichor ・ hobi journaling