Dua Gelas Kopi dan Cerita Tentang Hari Ini

Oktober 09, 2019


Sedari pagi saya telah menasihati diri untuk segera bangkit dan cuci muka. Menyusun rencana membeli dua porsi bubur kacang hijau yang sudah saya dambakan sejak lama, mungkin sedari awal tahun 2019 setelah pulang dari rantau. Bahkan sudah bolak balik berangkat lalu pulang lagi dan akhirnya memutuskan untuk menetap lagi di Temanggung. Terbayang akan kelembutan ketan hitam yang turut melengkapi nikmat keautentikan rasa burjo depan Telkom. Bahkan jujur saja sampai saat ini saya masih belum tahu nama bapak penjualnya. Saya terlalu fokus pada dagangannya atau lebih kerap membatin saja, mengapa bapak ini seperti tak menua.

Lamunan membuyar sedang tubuh masih rebah di ranjang dengan keremangan cahaya. Padahal hari sudah beranjak dari pagi buta ke pagi yang kian terang. Tirai berwarna biru tua menghalangi sinar matahari. Lebih lebih, karena jendela kamar menghadap ke arah barat. Hanya menerima cahaya dan mampu mengenali suasana telah terang dari keadaan sekitar yang memantulkan cahaya mentari. Saya duduk, mengamati sekitar dan menghirup udara kamar. Tercium aroma pengharum ruangan yang saya gantungkan pada kipas angin. Saya tak tahu pasti mengapa varian aroma ini dinamakan escape ocean dengan ilustrasi yang setema. Pemandangan tepi pantai dan kursi kayu yang biasa ada di pantai untuk rebahan santai. Dari aromanya tak dapat mengingatkan saya akan suasana pantai. Yang ada dalam ingatan saya mengenai aroma pantai adalah aroma amis dan udara hangat serta sensasi aroma lainnya yang saya terjemahkan seperti bau garam. Tapi masa bodohlah. Saya menyukai aroma pengharum ruangan ini. Terbukti dengan betapa sukanya saya ketika menghirup udara dalam dalam. Bahkan saat saya memutuskan untuk membeli lagi pengharum ruangan, pilihan saya selalu jatuh pada si escape ocean ini.

Bangkit. Saya menyibak tirai dan membuka jendela. Sudah cukup terlambat bila saya membeli bubur kacang hijau sekarang. Terlalu siang kendati baru jam enam. Selain itu saya teringat tidak punya uang tunai. Dompet saya hampa hanya berisi receh dan beberapa struk yang belum sempat saya buang. Kebiasaan. Jika begini terus, niat saya menjadi seorang minimalis tak akan berjalan dengan baik.

Saya kembali menasihati diri untuk tidak meminum kopi. Namun usai mandi dan saya justru memasak air dan menyeduh kopi dengan sedikit gula. Terkadang saya mendapati sensasi aneh usai minum kopi. Gelisah tanpa sebab. Namun saat menyesap kopi hitam yang masih sedikit panas membuat pagi saya jauh lebih segar.
Pagi ini ibu membawa pulang sebungkus nasi jagung lengkap dengan urap, sayur empis tahu, dan rempeyek seusai senam rutin di rabu pagi. Ibu tengah menikmati sarapan nasi jagung itu sampai ketika saya mendekat, ibu bilang seporsi terlalu banyak, jika saya mau bolehlah dibagi. Saya minta pada ibuk untuk diturahi saja. Benar. Ketika saya selesai menjemur handuk, nasi jagung masih tersisa lumayan banyak. Langsung sikat!

Sarapan tepat waktu lalu saat saya menatap jam dinding tahu tahu sudah menuju jam delapan. Sebentar lagi. Saya menyesap lagi kopi yang sudah mulai agak dingin kemudian menyambar gelas dan menuju kamar. Hanya tersisa satu teguk saja tapi saya merasa tak perlu buru buru menenggaknya sekaligus. Saya hidupkan laptop dan mulai menyelesaikan pekerjaan.

Saya mengambil jeda sejenak menatap keluar jendela. Sebuah pohon belimbing yang tumbuh di halaman rumah, kini tingginya sudah menjangkau jendela kamar saya yang berada di lantai dua. Bahkan kini saya bisa meraih dahan dan daunnya. Saya tersenyum. Hampir sepanjang kemarau ini ia seperti tak terpengaruh pancaran panas matahari dan udara kering. Tak mengering, menggugurkan daun sekadarnya, dan tetap berbuah. Meski buahnya kini tak semanis dahulu. Ada sedikit rasa masam. Saya mebayangkan akarnya telah jauh menjalar cukup dalam hingga menemukan asupan gizi atau air yang cukup. Ehh... tapi sepertinya peranan bapak yang selalu rajin menyiram adalah salah satu sebab ia masih segar dan subur.

Saya pandangi langit. Entah bagaimana mendadak saya merasa musim penghujan segera tiba. Tak lama lagi. Seolah langit yang sedikit kelabu itu membawa pesan dan kenangan perihal suasana hujan yang pernah saya lewati di tahun tahun lalu. Seolah saya mampu membaui lagi nuansanya. Seolah saya mampu merasakan lagi atmosfirnya. Tak lama lagi... batin saya.
**

Sore datang berujud sinar matahari yang menembus melalui kaca jendela. Silau, tak seperti hari kemarin yang membawa sinar cahaya jingga. Agak mendung di langit utara dan awan awan tebal membentang di sisi barat. Perlahan petang menjelang dan kamar mulai sedikit gelap. Saya membereskan beberapa alat tulis yang berserakan di lantai dan meja. Menggulung alas duduk dan menyapu lantai. Meringkas kabel yang centang pranang. Kemudian mengepel lantai sambil memikirkan minuman apa yang enak diseduh nanti malam untuk menemani saya melanjutkan membaca buku? Jangan kopi lagi. Tapi bubuk matcha latte sudah habis. Teh saja mungkin.


Namun lagi lagi saya justru menyeduh kopi. Kali ini ditambah sedikit susu bubuk sisa ibu membuat kue pekan lalu. Mencoba menikmati kopi susu dan membaca di ruang tengah sementara bapak dan ibu menyaksikan acara televisi yang masih itu itu saja. Membosankan. Saya tak bisa memusatkan konsentrasi pada buku di hadapan saya. Lantas saya beranjak ke ruang tamu.

Serasa sudah lewat belasan menit. Kopi saya sudah habis setengah. Kemudian saya kembali ke ruang tengah menimbang nimbang, apakah sudah waktunya untuk tidur? Kopi saya teguk sekaligus. Kali ini saya tidak akan membawanya ikut serta ke kemar. Saya harus menggosok gigi dan tak makan atau minum lagi sebelum tidur. Kecuali air mineral saja jika haus nanti.

Kini saya merasa ingin menulis sesuatu. Maka disinilah saya. Menceritakan apa yang seharian ini saya jalani.

You Might Also Like

3 Comments

  1. Sepertinya membuat kopi itu, saking sudah jadi kebiasaan, jadi kayak udah terpatri di alam bawah sadar ya. Hehe.

    Menarik ya membaca kegiatan harian dalam bentuk narasi seperti ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bang...uda ngalir gtu aja. Ngopi dulu lah...haha

      Ehehe makasi lho suda berkunjung lg :))

      Hapus
    2. Haha, salam kenal ya btw. Lagi seneng blogwalking ke blog-blog yang baru ketemu dan nyasar ke sini.

      Hapus

BLOG ARCHIVES

TIFANNY'S BOOKSHELF

Harry Potter and the Half-Blood Prince
Angels & Demons
Mati, Bertahun yang Lalu
Le Petit Prince: Pangeran Cilik
Di Kaki Bukit Cibalak
Goodbye, Things: Hidup Minimalis ala Orang Jepang
Orang-orang Proyek
Guru Aini
86
Ranah 3 Warna
The Da Vinci Code
Animal Farm
Hacker Rp. 1.702
Mata Malam
City of Thieves
Yang Fana Adalah Waktu
Kubah
Harry Potter and the Sorcerer's Stone
9 Matahari
Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982

• T I F A N N Y •

•  T I F A N N Y  •
INFJ-T ・ semenjana ・ penikmat musik & es kopi susu ・ pencinta fotografi ・ pecandu internet ・ escapist traveller ・ sentimental & melankolis ・ suka buku & aroma petrichor ・ hobi journaling