Minggu Pagi di Pikatan
November 03, 2019Kadang saya berpikir, kira kira hal apa yang paling penting di dunia ini? Benda apa yang jika keberadaannya dihilangkan akan sangat berpengaruh pada kehidupan manusia? Satu persatu berbagai benda di sektar saya menjadi contoh. Namun saya kembali tersadar bahwa saya tidak bisa menempatkan satu benda saja yang sangat penting dalam kehidupan ini. Semua benda punya kegunaan dan sama sama penting sesuai perannya.
Beberapa waktu yang lalu saat akses internet yang dibatasi, jelas hal itu membuat semua orang kebingungan. Terlebih di era sekarang yang semuanya hampir memerlukan jaringan internet. Begitu juga saat terjadi pemadaman listrik serempak dalam waktu yang cukup lama. Semua orang pasti merasa dirugikan karena aktivitasnya terhambat.
Nah saat ini, ketersediaan air yang menipis karena musim kemarau juga terasa menyulitkan bagi saya dan tentu beberapa orang yang sedang mengalami hal yang sama. Hampir setiap saat kita memerlukan air. Saat tangan terasa kiring dan kotor saya akan bergegas membuka kran dan mencuci tangan. Saat beraktivitas di dapur menyentuh ini dan itu setelah selesai selalu segera mencuci tangan. Membuka kran dan mencuci tangan menjadi sebuah kegiatan yang mungkin sudah dilakukan secara alami. Terjadi begitu saja menjadi kebiasaan. Sama seperti saat terjadi mati listrik lalu saat kita memasuki sebuah ruangan yang gelap hal pertama yang kita sentuh adalah saklar. Loh? Kan mati ya. Baru sadar saat menekan saklar tapi lampu tak menyala.
Saya berfikir, mungkin terkadang saya perlu merasa kekurangan atau kehilangan, agar dapat lebih bersyukur dan menghargai keberadaan benda benda disekitar saya yang sesungguhnya punya peranan sangat penting. Air, listrik, jaringan internet. Selagi semua itu ada, saya harus menggunakannya dengan bijak. Bukannya jadi orang yang takabur. :')
Tapi sadarkah? Terkadang situasi yang membuat kita marasa kekurangan atau kehilangan akan suatu hal mendorong kita untuk melakukan hal baru atau yang tak biasa kita lakukan. Seperti tadi pagi. Air di rumah perlu dihemat. Jadi aktivitas mencuci sedapat mungkin kami kurangi atau bahkan tidak dilakukan sama sekali. Pagi pukul setengah enam saya dan ibuk mengemas peralatan dapur yang kotor menggunakan kantong plastik besar. Ibuk juga menyiapkan satu kantong penuh berisi pakaian kotor yang perlu dicuci. Kemarin sore ibuk sudah berjanji untuk mengajak saya ke sungai untuk mencuci dan mandi. Saya sangat bersemangat dengan rencana itu.
Sumber air yang kami tuju adalah sungai di Pikatan, Mudal. Pikatan, Mudal merupakan sebuah desa yang dikenal dengan wisata airnya Pikatan Water Park. Dulu hanya sebuah pemandian biasa dengan air yang jernih dan melimpah. Namun semenjak dikelola swasta, jadilah tempat wisata yang tiket masuknya lumayan mahal. Karena dikenal dengan sumber air yang jernih dan melimpah tadi, di wilayah ini juga terdapat sebuah pabrik air minum dalam kemasan. Konon, ada sebuah air terjun yang sangat jernih airnya dan pemandangannya cantik. Lokasinya tepat dimana pabrik itu berdiri. Saya heran mengapa penduduk sekitar tidak protes aset di daerah mereka jatuh ke tangan pemilik pabrik. Mungkin saat itu karena keberadaan pabrik mampu menyerap banyak tenaga kerja yang berasal dari penduduk sekitar. Jadi pini sepuh Pikatan merasa rela saja karena anak anak mereka toh jadi punya kerjaan. Jadi karyawan pabrik. Padahal jika seandainya mereka mampu memaksimalkan potensi tempat tersebut dengan kemampuan sendiri tanpa campur tangan orang luar, tentu bisa. Tapi sayangnya, mereka justru menjadi bawahan orang lain dan bekerja di tanah milik moyang sendiri. Ahh sudahlah. Kenapa jadi melantur ya?
Begitulah Pikatan juga kebetulan adalah tempat kelahiran ibu saya. Masa kecil saya pun lumayan banyak saya habiskan disini. Sebab saat hari libur tiba, saya sering menginap di rumah embah. Embah uti kerap mengajak saya ke sungai untuk mencuci, jika cucian lumayan banyak. Dulu saya hanya sebatas melihat embah mencuci. Setelah beres dengan cuciannya embah akan mandi. Tempat itu dalam ingatan saya sebuah kolam yang luas berbentuk persegi. Dasarnya dipenuhi bebatuan. Terdapat dua hingga tiga pancuran di empat sisi dindingnya. Tepi kolam cukup lebar, yakni sekitar satu meter. Dapat digunakan sebagai tempat mencuci, menyikat pakaian, atau meletakan ember. Namun banyak sekali perubahan yang terjadi. Kolamnya sekarang menjadi lebih sempit. Dan hanya terdapat dua pancuran saja. Kebetulan tadi sangat ramai. Mungkin karena hari minggu. Tapi sepertinya ibu ibu ini juga mengalami hal yang sama. Kekurangan air di rumah. Sehingga diharuskan mendatangi kolam umum ini.
Saya mendapat tugas mencuci peralatan dapur dan makan. Saya diminta mencuci di luar tepatnya di tepi jalan setapak. Dikanan jalan terdapat sepetak kecil kebun selada air yang sangat subur. Sementara dikiri jalannya ada sungai yang cukup jernih. Disitulah saya harus mencuci. Saya melihat ada seorang ibu tengah mencuci. Sehingga saya agak ragu dan malu untuk bergabung. Tapi saya harus meyakinkan diri. Awalnya saya dikira anak KKN. Entahlah. Mungkin saya salah kostum. Tadi saya mengenakan rok hitam panjang, kaos dan kardigan. Maksud saya adalah nanti setelah mandi saya tak perlu lagi berganti pakaian. Karena pakaian yang saya kenakan ini tadi saya ambil dari lemari. Supaya tidak terlalu banyak membawa barang dalam tas. Tapi sial saat menenteng tas berisi peralatan makan yang kotor, sisa saus kacang mengenai rok. Dan sewaktu saya mencuci, rok saya terkena air. Hah.
Beres dengan cucian saya beralih masuk ke sebuah bilik yang menutupi kolam yang saya ceritakan tadi. Ibu saya sudah hampir selesai dengan cuciannya dan bersiap mandi. Melihat keadaan yang cukup ramai ibuk bertanya pada saya apakah saya akan mandi juga disini atau menumpang mandi di tempat sepupu yang tinggal tak jauh dari sini. Saya hanya tersenyum dan mengutarakan ingin menucici rambut saya.
Yo wes kene wae...
Dengan agak ragu saya mulai turun ke kolam. Masih menggunakan sandal. Untung saja sandal yang saya pakai adalah sandal gunung pastinya saya tak perlu lagi bersusah payah menjepit supaya tidak hanyut hehe. Dalam keadaan sedemikian itu saya tetap merasa keren bukan main dengan sandal gunung trendi ini. Ah terima kasih wahai kamu perancang sandal ini. Wkwk
Saya sangat bersemangat meski jujur saja belum sepenuhnya saya menikmati momen itu. Sebab terlalu ramai. Jika saja hanya ada saya dan ibu saya, sepertinya akan jauh lebih menyenangkan. Saya bisa menikmati berendam di kolam sembari kepala saya diguyur air jernih segar dari pancuran. Luar biasa.
Setelah selesai saya dan ibuk pulang ke rumah meletakkan cucian kemudian kami pergi lagi. Sebab saya ingin sekali menyantap semangkuk soto dan teh panas. Kuah soto yang panas gurih dengan isian soto berupa bihun, taoge, daun bawang, seledri dan taburan bawang goreng terasa nikmat menyelamatkan pagi saya yang kelaparan dan kedinginan. Dengan perasan jeruk, sambal dan kecap, tentu menambah cita rasa soto yang segar dan pedas menggugah selera. Tak lupa teman makan soto seperti tempe goreng, perkedel dan sate telur puyuh turut tersaji. Sebelum kuah soto tandas ibuk mengambil kerupuk. Duh... enak sekali. Tapi sayang, penutupnya, si teh manis itu hanya sebatas teh hangat. Tidak panas. Tak apalah.
Saya senang karena akhir pekan ini tak membosankan hanya rebahan di kamar. Tapi pulang kerumah saya masih merasa hampa. Karena tidak bisa mengepel lantai yang sudah cukup kotor ini. Semoga hujan lekas datang lagi. Semoga sumur terisi lagi. Semoga keadaan lekas membaik. Aamiin.
-Tifanny
2 Comments
Begitulah, kadang-kadang kita tidak melihat potensi yang kita miliki sehingga ketika orang lain lebih dulu melihat potensi itu, mereka pun memanfaatkan kita. Analogi yang pas kayaknya buat Pikatan Water Park itu. Hehe
BalasHapusBtw saya sampai harus googling untuk tau di mana wilayah Pikatan ini terletak. Ternyata pas ngetik di google yang muncul paling atas adalah Pikatan Water Park. Dan ternyata di Temanggung toh. Wkwk
Wah iya itu sangat tepat! Agak serem baca "memanfaatkan kita" wkwk
HapusLah iya bang. Pasti blm pernah ke Temanggung ya? Main sini... 😁