Kekeringan di Awal Musim Hujan
November 02, 2019![]() |
dari unsplash.com |
Ada banyak laporan bahwa sejumlah wilayah di Indonesia sudah diguyur hujan. Laporan dari tweet, status whatsapp, dan lain sebagainya. Semua orang sudah bersuka cita menyambut bulan baru dan hujan yang turun lumayan deras. Begitu pula dengan wilayah tempat tinggal saya. Petang akhir Oktober kemarin hujan turun cukup deras. Kemudian diikuti dengan langit mendung sampai pagi ini meski hujan belum kembali turun. Tapi di beberapa kecamatan ada yang bilang sudah hujan deras lagi. Yang pasti awal bulan ini hujan sudah merata.
Baru ingin bersuka cita, tanpa dinyana, justru ada hal yang membuat saya dan keluarga kepayahan. Tiba tiba suara mesin pemompa air hanya berdengung. Padahal saat torent penampung air sudah penuh, dengung mesin pompa biasanya akan mati secara otomatis. Namun tidak dengan siang kemarin. Terus mendungung berisik bahkan suaranya mulai agak kasar. Begitu kata bapak. Tak salah lagi, sudah pasti air dalam sumur mulai kering! Cilaka!
Siang saat saya hendak mencuci kaki usai memindahkan beberapa perabot dalam kamar, saya mendapati aliran air yang keluar dari kran sangat kecil. Saya mulai khawatir dan turun menyalakan saklar yang tersambung dengan mesin pompa air yang tak biasanya dimatikan. Namun hanya raungan yang terdengar sangat kepayahan. :'
Selama musim kering yang mendera beberapa bulan terakhir, sumur di rumah kami justru tetap menyediakan air yang luar biasa melimpah. Di saat tetangga sekitar yang hanya mengandalkan aliran PDAM mengalami kesulitan air, dengan tenangnya kami tetap beraktivitas seperti biasanya, menyalakan keran untuk mencuci, mandi dan kegiatan yang memerlukan air lainnya. Malahan menyiram tanaman tanpa rasa khawatir sedikitpun. Kini saya merasa menyesal sudah menggelontorkan air terlalu banyak, membuka kran pol polan ketika buang hajat. Sementara air yang keluar dari selang terbuang sia sia ke jamban meski belum satupun benda keluar dari tubuh saya. Nyiram apa sih sebetulnya? Hanya kebiasaan boros dengan alasan supaya kalau ada sesuatu yang keluar bunyinya tidak menggema dan terdengar jelas dari luar. Itu memalukan. Tapi sekarang saya lebih malu lagi. Dengan kebiasaan boros itu saya kena batunya.
Barang kali sumur sudah benar benar letih. Tak ada pasokan air dari sekelilingnya sedangkan ia terus diekploitasi. Malang sekali nasibmu. Saya teringat dulu saat lubang yang dalam itu masih terlihat gagah dan cenderung menyeramkan. Bibir sumur itu dibuat tebal dan kokoh. Setidaknya dinding sumur itu tingginya sampai pusar orang dewasa. Waktu itu saya masih kanak kanak. Selalu penasaran ingin sekali melongok ke dalam lubang yang selalu di lempari ember hitam yang tertaut sebuah tali berbahan karet dengan katrol yang menggantung tepat diatas sumur itu. Eyang uti pasti akan marah besar kalau saya ketahuan melongok sumur. Maka saya sering curi curi kesempatan. Sumur itu terletak di dalam sebuah kamar mandi dengan ukuran yang lumayan besar. Terdapat sebuah bak mandi yang salah satu sisinya melekat pada dinding. Meski kamar mandi ini cukup luas, tak ada kloset sama sekali. Jika ingin berak, harus ke kamar mandi lain yang memamg dikhususkan untuk itu. Sebuah kamar mandi sempit yang hanya muat untuk jongkok saja dan bak penampung airnya pun sangat minimalis. Hal yang paling menyenangkan saat berak di kamar mandi ini adalah, saya sering bermain main menyiramkan air ke dinding sebab setelah air mengguyur dinding itu ada suara decit yang lirih dari dinding tersebut. Saya rasa itu berasal dari material yang digunakan untuk melapisi dindingnya. Nah memang terbukti sejak dari kanak kanak saya sering melakukan pemborosan air. :'
Setelah eyang uti tiada dan sempat terjadi sengketa dengan rumah ini, akhirnya rumah ini direnovasi besar besaran. Rumah jaman dulu kondisinya sudah memprihatinkan karena sebagian besar masih menggunakan material papan kayu pada dindingnya. Saat dibongkar, kayu kayu sudah lapuk parah dan para pekerja sering kali mendapati hal hal menjijikan saat membongkar dinding. Rayap, tahi tahi tikus, dan tentu saja serangga mengerikan lainnya yang senang bersembunyi di balik papan papan kayu. Kotor dan bau bukan main. Desain rumah jaman dulu mungkin tidak ada yang salah dan saya rasa cukup baik. Hanya saja memang ada beberapa ruangan yang terlalu besar. Juga masih terlalu banyak bagian ruangan yang tak berfungsi secara maksmial. Hanya menjadi ruangan yang terlupakan, kotor, dan seolah menjadi apa yang sering dikatakan bapak: sarang hantu. Maka terdapat perubahan yang cukup signifikan pada desain rumah ini. Rumah dibangun jauh agak mundur kebelakang menyisakan sedikit bidang untuk teras dan taman kecil depan rumah. Ruang tamu tak lagi seperti aula. Hanya ruangan mungil yang langsung akan terasa penuh saat ada lima hingga tujuh orang berada di ruangan ini. Ruangan yang tadinya kamar, lalu ada dapur bersih dan dapur kotor, tempat cuci piring, semuanya sudah rata dengan tanah dan berubah menjadi halaman sekaligus garasi. Karena posisi rumah menjadi mundur ke belakang, maka sumur yang tadinya di luar kini ada di dalam rumah dan setiap hari kami langkahi. Hanya tertutup sebuah penutup berbahan kawat yang dicor dengan semen dan bagian atas tentu saja agar menyatu dengan sekitar, dilapisi dengan keramik bermotif sama. Awalnya agak ngeri. Sumur yang amat dalam, gelap dan besar itu sekarang ada di dalam ruangan.
Kami tak pernah lagi melongok, memeriksa, melemparkan ember ke dalamnya, karena sumur itu sudah terpasang pompa air yang secara otomatis akan menyala saat air di tempat penampungan mulai berkurang. Kami tak pernah memeriksanya karena sejauh ini tak pernah kering. Tapi hari ini, hari yang tak pernah kami pikirkan datang juga. Saat seperti ini saya ingin sekali memeriksa sumur itu. Tapi sungguh ngeri untuk melongok lubang yang sudah belasan tahun kami tutup itu. Kengerian saya lebih pada, ada berapa banyak serangga yang bersarang didinding lubang itu?
Semoga saja hujan lebih sering datang setelah ini. Entah perlu waktu berapa lama sampai air sumur kembali naik. Pagi ini saya berusaha keras untuk meminimalkan menggunakan air untuk berak dan mandi yang hanya sebatas mengguyur tubuh dengan air dan menggunakan sabun lalu cepat cepat membilas tubuh sebaik mungkin dengan air yang tak terlalu banyak. Mungkin hari minggu besok saya ingin pergi ke sungai saja bersama ibuk untuk mandi yang lebih layak dan mencuci.
Tifanny
Pagi mendung, saya kira masih jam enam tahu tahu sudah jam delapan. hmm
0 Comments