Perjalanan Pulang
April 01, 2019Pada sebuah buku yang tempo hari saya baca, memuat sebuah fakta kehidupan sehari hari mengenai waktu yang berlalu saat orang orang berpindah dari satu tempat ke tempat lain atau melakukan perjalanan. Fakta bahwa waktu yang digunakan untuk hal tersebut, mungkin sekitar dua jam sehari. Bisa lebih jika perjalanan yang ditempuh lebih jauh. Waktu yang berlalu ketika seseorang dalam sebuah perjalanan atau menunggu adalah waktu yang tidak produktif. Namun alangkah beruntung dan patut dicontoh bila waktu waktu yang mungkin tidak begitu berarti ini bisa diisi dengan sesuatu yang bermanfaat. Sayang sekali tidak dengan saya sore kemarin. Sesuai dengan rencana, Ahad siang saya sudah bersiap untuk menuju Simpang Depok membeli tiket bus pulang kampung. Namun ada beberapa hal yang membuat rencana saya mungkin berjalan kurang mulus.
Siang selepas dhuhur saya berangkat dari rumah kakak menumpang ojek online. Tas ransel yang saya bawa luar biasa berat. Berisi laptop dan beberapa baju dan perlengkapan pribadi. Rasanya perjalanan jadi makin terasa berat karena setiap motor melaju kencang saya harus menahan tubuh saya sendiri agar tidak tertarik kebelakang karena beban ransel. Bisa bisa saya jautuh berguling. Langit begitu pekat saat motor telah melintasi daerah Margonda. Seolah langit hendak jatuh menimpa bumi. Tak lama kemudian, hujan turun dengan deras. Beberapa kali pengemudi ojek menawari apakah mau menepi dulu. Saya hanya menyampaikan jika memang hendak ingin memakai jas hujan, silakan. Tapi saya sendiri tak masalah. Apapun yang terjadi, sekalipun basah, saya harus tetap pulang dan tak boleh ketinggalan bus. Sampai di daerah Simpang Depok, sepanjang tepi jalan tempat dimana biasanya kios kios tiket bus buka, justru sepi. Semuanya tutup. Sang pengemudi dengan agak tidak sabar akhirnya berbalik dan menuju parkiran mini market lalu saya diminta untuk mencari sendiri kios itu. Dengan memikul tas yang luar biasa berat, tas jinjing dan tas selempang masih kehujanan pula, saya berjalan kaki. Sampai akhirnya saya menjumpai sebuah kios kecil dengan seorang wanita yang menjaga kios tersebut. Akhirnya saya mendapatkan tiket bus Handoyo jurusan Jakarta-Jogja via Temanggung. Alhamdulillah.
Jaket saya basah, bahkan sepatu yang saya kenakan sudah kemasukan air sampai agak terasa berat. Hujan juga masih turun. Jam menunjukan pukul dua siang. Sedangkan menurut informasi yang saya dapat, bus baru akan datang sekitar jam 4. Namun ketika pukul setengah tiga, tiba tiba saya dan beberapa orang lain yang menunggu di kios diminta untuk naik angkot. Rupanya kami akan diantar ke Terminal Jatijajar Depok. Kini bus tidak lagi diperkenankan berhenti dan mengangkut penunpang selain di Terminal. Memang terminal Jatijajar telah selesai dibangun dan diresmikan pada September 2018 lalu, tapi baru beroperasi belum lama ini. Tiba di terminal saya diarahkan untuk menunggu di Lobby Utama sampai ada pengumuman keberangkatan bus.
Saya merasa telah melalui waktu kira kira hampir dua jam menunggu. Dan waktu dua jam itu berlalu tanpa ada hal berarti. Saya telah mengepak semua buku ke dalam ransel. Tak mungkin bagi saya untuk membukanya lagi. Dalam hati saya menyesal karena tidak meninggalkan satu buku pun didalam tas selempang agar dapat saya baca. Saya hanya membiarkan waktu berlalu sambil mengamati orang orang. Satu persatu keluar masuk lobby. Akhirnya kru bus PO Handoyo memanggil kami, para penunpang. Setidaknya ada 8 orang yang berakat dari Depok. Sampai Bogor, keluar Tol, saya masih duduk tenang sendirian sambil mengamati pemandangan dari balik jendela. Sambil terus berharap semoga saja bangku sebelah saya kosong sampai tiba di Temanggung. Tapi harapan itu pupus ketika bus telah sampai di Karawang, penumpang berduyun duyun naik ke bus. Salah satunya memperoleh nomor 21 yakni tepat disebelah saya. Karena waktu sudah malam dan suasana gelap, tak ada percakapan. Sejauh yang saya tahu, dia seorang pria mungkin peruh baya. Itu saya simpulkan ketika ia telah duduk dan segera menelpon seseorang terdengar dari suaranya yang berat. Sekilas pandang dari sudut mata, ia punya perawakan yang cukup besar. Itu membuat saya sedikit takut.
Sekita pukul setengah sepuluh bus transit terlebih dahulu di daeray Indramayu. Kemudian saya dan penumpang lain menikmati menu makan sebagai fasilitas layanan bus malam. Nasi yang agak keras, telur balado, orek tempe. Saya tak begitu berselera. Perut saya melilit. Setelah dirasa cukup makan, saya beranjak ke toilet. Selepas dari toilet saya kembali duduk dan menunggu. Hmmm... setidaknya sekitar 15 menit.
Sisa perjalanan saya sulit tidur. Lambat laun ketika mata saya paksa untuk terpejam akhirnya saya tidur juga. Meski tak terlalu nyenyak. Pukul setengah tiga pagi saya terkejut karena rupanya sudah tiba di daerah Ngadirejo. Sekitar jam 3 kurang sepuluh menit Alhamdulillah saya menginjakkan kaki saya dengan selamat di kampung halaman. Saya berjalan menyusuri jalan kampung menuju rumah. Hening dan tenang. Hawa terasa begitu dingin. Ketika saya menengadah dan memandang langit, bintang bintang berkerlip. Saya teringat ketika baru saja keluar tol kemarin, langit senja terlihat begitu cantik. Saya menatap ke arah matahari tenggelam. Bulatan oranye yang cerah tenggelam garis horizon. Beberapa gedung menjadi siluet indah menyajikan pemandangan matahari tenggelam khas perkotaan. Cantik sekali dan hanya sekilas saya melihatnya.
Pintu rumah saya ketuk berkali kali namun lama tak ada jawaban. Sampai setidaknya setengah jam menunggu, akhirnya bapak membuka pintu.
Perjalanan yang terasa sangat melelahkan. Namun biar bagaimanapun saya lega. Akhirnya saya pulang. :'
![]() |
Percayalah...pemandangan kala itu jauh lebih indah dibanding dengan apa yang saya tangkap dengan kamera ini. :' karena bus terus melaju dan kamera smartphone punya keterbatasan :' |
Tifanny
Temanggung, 1 April 2019
0 Comments