Ditelan Kekhawatiran
April 10, 2019Ada yang tak dapat terlelap ketika aku jatuh tidur semalaman. Adalah rasa rindu yang terus terjaga di pelupuk mata, membalut sukma, dan bergelung di pikiran serta hati.
Ada yang tak ikut terbit bersama mentari ketika pagi menyingsing. Adalah keyakinan dapat melerai rasa yang beradu di hati. Keinginan dapat merai kedua tangan itu, dan menautkan jemari kita dengan erat.
Ada yang terus bertambah jumlahnya, yang meskipun ia bukan sebuah satuan yang terhitung, aku merasakan jumlahnya terus bertambah dan menyesakkan dada. Adalah kekhawatiran.
Aku mendambakan waktu yang panjang. Waktu untuk kita berdua memikirkan banyak hal menyenangkan tanpa terbebani rasa khawatir. Tak lagi menengok dengan tatapan nanar pada jam. Dan tak ada kecemasan yang menyiksa ketika mendengar detik jarum jam. Semua getar suara menjadi sebuah melodi lembut. Degup jantung teratur dan suara detik jam pun tetap menjadi suatu getar suara lirih lembut sebagai mana mestinya. Tak lagi diterjemahkan menjadi sebuah suara yang meski kecil tapi menyiksa batin.
Jika berandai adalah sebuah kesalahan dan dosa, betapa aku ini seorang pendosa. Hari hariku yang terbentur oleh realitas selalu menyisakan perandaian sebagai pentuk pelarian. Andai saja aku dapat menepi dan menyandarkan kepalaku di bahumu. Andai saja aku dapat menghanyutkan kekhawatiranku.
Nyatanya, kini hanya bisa tunduk pada jalinan rutinitas dan waktu. Berusaha keras untuk menepis apa apa yang bergumul sengit di benak dan hatiku. Lalu ketika malam hadir, aku tenggelam lagi dalam lautan rasa rindu, resah, dan segalanya. Segala yang tak berujud tapi sungguh teramat nyata diindra perasa.
-Tifanny
Temanggung, 10 April 2019
0 Comments