­

Keluh Kesah Di Hari Buruh

Mei 01, 2019


Kekecewaan dan amarah menumpuk di dada. Rasanya nyeri sekali seperti mendapat hantaman berkali kali. Kendatipun saya belum pernah merasakan dihantam. Tapi saya yakin mungkin saja sakitnya sama. Hanya saja sakit ini antara nyata dan tidak. Rasa yang sulit sekali di jelaskan.

Semua orang tahu, 1 Mei diperingati sebagai hari buruh sedunia. Turun ke jalan berdemo atau sekadar bekumpul mendeklarasikan beberapa tuntutan. Bertahun tahun selama hidup saya, saya benar benar tidak terlalu banyak memikirkan soal itu. Namun kali ini, semuanya berbeda. Sebab saya baru menyadari, saya juga bagian dari mereka: buruh.

Saya adalah pekerja swasta dengan gaji yang pernah dibilang oleh kakak saya dengan sebutan tak seberapa. Saya telah merasa cukup puas dengan penghasilan ini. Merasa sejahtera sebab kini saya mampu membeli sesuatu yang saya inginkan dengan hasil jerih payah sendiri. Sampai pada akhirnya saya mendengar sesuatu dari ibu saya. Beberapa orang yang bekerja dibidang yang hampir sama dengan saya(hanya saja saya menduga bahwa tingkat kerumitan dan jobdesk yang mereka miliki tak sepadat milik saya) tapi gaji yang mereka terima hampir 5 kali lipat lebih besar. Disamping gaji pokok, mereka memperoleh tabungan dari bos mereka serta tunjangan tunjangan lain. Beberapa karyawan, yang telah setahun bekerja bahkan mampu membeli sejumlah perhiasan. Saya tertohok. Lantas apa yang pernah saya lontarkan soal saya sudah cukup dengan apa yang saya terima, rasa rasanya perlu saya telaah lagi.

Sepertinya benar bila apa yang saya terima ini masih jauh dari kata cukup. Sebagai bukti kongkritnya, (saya harus akui) tiap akhir bulan saat melihat saldo rekening, hanya tersisa beberapa ribu rupiah saja. Saya meneliti lg untuk apa saja uang yang saya keluarkan. Saya memang tengah membutuhkan beberapa barang. Tak ada salahnya saya membelinya. Namun tetap saja, gaji saya seolah menyumblim ke udara~

Baiklah, biar saya coba untuk menenangkan perasaan dan hati saya sendiri.

Saya merenung, setelah perasaan perasaan yang menyakitkan itu. Mebandingkan gaji dengan pekerja lain dan memikirkan gaji yang sudah pergi seiring berjalannya waktu, pada menit menit setelah mencapai puncak rasa sakit, saya menghela nafas. Lalu saya mencapai kesadaran seperti di awal. Harusnya saya tetap merasa berkecukupan. Harusnya saya merasa sejahtera dengan semua yang sudah saya peroleh. Lihat sisi baiknya. Lihat beberapa sisi yang saya punya sedang orang lain belum seberuntung saya. Sebelum saya menuntut seperti para buruh lain akan kenaikan gaji, mungkin saya perlu instrospeksi terlebih dahulu. Apakah kualitas kerja saya sudah baik? Apakah saya telah mengemban amanah dengan baik? Loyalitas dan tanggung jawab? Apakah saya sudah menunjukan semua itu?

Setelah saya merenungi bagaimana saya sebagai seorang karyawan, pada akhirnya saya akan kembali pada hak. Itu tak bisa dipungkiri. Namun perihal jumlah sudah seharusnya saya ini bersyukur. Entah berapa banyak orang di luar sana yang masih kesulitan mencari pekerjaan. Apa yang saya terima ini, harus disyukuri. Rasa syukur adalah penolong dan obat yang mujarab dari segala rasa kecewa yang saya alami hari ini. Sudah sepatutnya saya kembalikan pada Allah. Dengung ucapan saya waktu itu seolah mengalun lirih dan menenangkan seperti suara aliran sungai di tengah hutan yang amat rindang.

Seberapapun jumlahnya tak akan berarti jika saya tidak pandai bersyukur. Dan semua akan jauh dari rasa nikmat bila tidak ada keberkahan. Matematika Allah adalah matematika yang unik. Sebagai manusia, pengetahuan kita terbatas untuk mamahaminya. Harta yang kita miliki sesungguhnya adalah yang telah kita berikan untuk orang yang membutuhkan.

Saya akan merasa takut jika saya memiliki banyak uang tapi saya semakin tamak dan lupa untuk memberikan sebagian harta saya pada yang kurang mampu. Bahkan jika saya sampai lupa untuk bersyukur. Itu sangat mengerikan.

Akhirnya saya berdamai dengan diri. Mungkin hari ini saya masih seorang buru berpenghasilan kecil. Tapi InsyaAllah, kelak saya akan menjadi seorang yang lebih berguna dan mampu meningkatkan taraf kehidupan saya, dan bahkan orang lain. Membantu mereka yang membutuhkan. Berbagi dan memberi lebih banyak lagi. Aamiin ya Rabbal alamiin.

Tifanny
Temanggung, 1 Mei 2019 | hari buruh untuk nasib yang lebih baik~

You Might Also Like

0 Comments

BLOG ARCHIVES

TIFANNY'S BOOKSHELF

Harry Potter and the Half-Blood Prince
Angels & Demons
Mati, Bertahun yang Lalu
Le Petit Prince: Pangeran Cilik
Di Kaki Bukit Cibalak
Goodbye, Things: Hidup Minimalis ala Orang Jepang
Orang-orang Proyek
Guru Aini
86
Ranah 3 Warna
The Da Vinci Code
Animal Farm
Hacker Rp. 1.702
Mata Malam
City of Thieves
Yang Fana Adalah Waktu
Kubah
Harry Potter and the Sorcerer's Stone
9 Matahari
Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982

• T I F A N N Y •

•  T I F A N N Y  •
INFJ-T ・ semenjana ・ penikmat musik & es kopi susu ・ pencinta fotografi ・ pecandu internet ・ escapist traveller ・ sentimental & melankolis ・ suka buku & aroma petrichor ・ hobi journaling