The Man From The Sea: Yang Memberi dan Merenggut Kembali

Juni 19, 2019


Seorang pria terdampar di laut Banda Aceh. Tanpa identitas dan dinyatakan hilang ingatan sebab ia tak tahu siapa dan dari mana ia berasal. Takako  pendiri sebuah LSM  yang menetap di Aceh diminta untuk menampung lelaki misterius tersebut selagi polisi menyelidiki dan mencari lebih banyak informasi siapa gerangan lelaki tersebut. Karena lelaki itu berwajah oriental macam orang Jepang dan awalnya mengerti saat diajak berbicara bahasa Jepang oleh Takako-san.


Ilma, seorang perempuan muda yang berambisi menjadi jurnalis, turut menelusuri siapa sebenarnya lelaki yang kemudian diberi nama Laut itu. Semula ia tengah meliput tentang kehidupan korban Tsunami paska bencana. Namun, perhatiannya tersita pada Laut yang ternyata ia punya kemampuan ajaib. 

The Man From The Sea adalah sebuah film garapan Koji Fukada yang bergenre drama fantasi. Film yang berlatar tempat di Aceh ini merupakan sebuah karya untuk memperingati  60  tahun hubungan persahabatan Indonesia dengan Jepang. Indonesia dan Jepang pernah menanggung nasib sedih yang sama yakni di landa bencana Tsunami, maka hal tersebut menjadi ide dan latar belakang Fukada menciptakan kisah ini. Film ini melibatkan 3 rumah produksi film sekaligus. Yang pertama, Nikkatsu dari Jepang, kedua Kaninga Pictures dari Indonesia, dan ketiga Comme Des Cinemas dari Perancis. Film ini telah dirilis pada 16 Desember 2018 lalu dan tayang dalam beberapa ajang festival film internasional diantaranya; Busan International Film Festival, Hongkong Asian Film Festival, Kaohsiung Film Festival, dan Jogja Netpac Asian Film Festival. Di Indonesia sendiri, The Man From The Sea tayang serempak di beberapa bioskop di Tanah Air pada tanggal 14 Februari 2019.

Film dengan durasi 107 menit ini menampilkan Adipati Dolken dan Sekar Sari, aktor dan aktris Indonesia. Sedangkan dari Jepang, tampil Tatsuo Fujioka atau yang lebih dikenal sebagai Dean Fujioka, Mayu Tsuruta, Junko Abe dan Taiga. Film ini merupakan film paling multikultural, sebab dialog dalam film ini terdapat 4 bahasa, Bahasa Indonesia, Jepang, Aceh, dan Inggris. 

Selain didukung dengan dialog dialog yang dituturkan oleh penutur asli, film ini terasa sangat natural dan organik dengan music scoring yang nyaris hadir tanpa disadari. Penempatan musik latar di titik titik tertentu yang bahkan penonton akan merasa film ini minim produksi musik. Padahal, setidaknya ada 4 lagu latar dan musik instrumental yang dibawakan oleh Yuko Toyoda dan Chioki Aihara String Quartet. Nah salah satu lagu latar yang terdapat dalam film ini adalah lagu berjudul Kau. Dibawakan oleh Bilal Ahmad Indrajaya. Yup! Aa Bilal si pelantun lagu Biar. Lagu Kau ditulis oleh mas Giovanni Rahmadeva yang juga menjadi Co Produser film ini. Yang bertindak sebagai Komposer adalah rekan dari Jepang, Yosuke Hishino. Bagi yang sudah menonton The Man From The Sea, hayoo tebak tebakan, lagu Kau dimainkan pada menit keberapakah? Yap, betul, di 1 jam pertama lewat 5 menit, tepatnya di adegan Takashi sedang berada di ruang gelap mencetak foto hasil jepretannya. 


Kisah dalam The Man From the Sea:
Kehadirannya yang tanpa identitas, sampai tingkah lakunya yang polos, serta jarang bicara membuat peran Laut tidak terlalu disoroti. Seakan dia hanya seperti sebuah layar untuk pertunjukan wayang. Ia hanya melatari. Kendati demikian pernannya sangat penting dan pemegang inti cerita. Hal hal ajaib mulai tampak ketika Laut bersuara, tiba tiba ikan dalam keranjang seperti hidup kembali dan pak Nun seperti melihat sosok istri dan anaknya yang meninggal akibat bencana Tsunami. Juga ketika Sachiko hendak mandi, yang semula tak ada air panas, tapi ketika Laut menyentuh sebuah pipa, mendadak air di kamar mandi menjadi hangat. Sampai yang paling mencengangkan adalah ketika Laut membuat bola air untuk menolong seorang gadis kecil yang pingsan. 




Hingga akhir cerita, Laut telah melakukan beberapa hal yang membuat saya bertanya tanya, apa yang sebenarnya Laut inginkan? Apa motivasinya? Apakah dia seorang yang baik ataukah jahat? Disatu sisi ia membantu orang lain dan menyelamatkan kehidupan makhluk lain. Disisi lain, ia membuat seorang lelaki tua yang setelah kontak dengannya, pada keesokan paginya orang tersebut meninggal. Ia juga dituduh telah menenggelamkan 4 orang anak hingga tewas. Menjelang akhir, tubuh Laut seperti transparan dan membiaskan lautan Sabang. Disitulah saya menyadari, bahwa ia adalah personifikasi dari laut. Benang merah pun terlihat dan saya kembali ingat pada latar belakang cerita ini tercipta. 

Laut yang memberi, laut yang mengambil kembali. Seperti itulah laut. Laut memberikan banyak manfaat untuk manusia dengan hasil yang dapat kita ambil. Namun suatu ketika laut pulalah yang merenggut segalanya dari kita. Ketia bencana dari laut datang, kita kehilangan rumah, keluarga, bahkan harapan.

Selain kisah tentang Laut, terdapat pula kisah kisah yang mengandung sebuah ironi. Seperti yang dialami Ilma. Ia adalah perempuan yang cerdas dan berbakat. Berambisi menjadi jurnalis. Namun ia gagal untuk mengajukan tulisannya dan melangkah lebih maju hanya karena ia tidak kuliah. Bahkan ia harus kecewa karena kerja kerasnya justru direbut jurnalis lain yang mengaku profesional. Ironis. Hal yang lebih ironis adalah Sachiko yang punya kesempatan kuliah, tapi ia justru meninggalkan kuliahnya. 

Kisah romantis juga turut mempermanis film ini. Tak berlebihan dan menurut saya sangat menggemaskan dengan tingkah laku para tokohnya. Canggung dan lugu. Seringkali terjadi salah paham jika suatu hubungan asmara itu melibatkan dua orang berbeda budaya. Entah kebiasaan atau masalah komunikasi, terkadang menjadi pemicu konflik. Namun cinta haruslah diungkapkan apa adanya.Saya senang sekali dengan beberapa momen yang terkesan kosong seperti saat Kris menjenguk Sachiko jatuh sakit, Ilma dan Takashi berjalan bersama tanpa dialog. Momen canggung saat Takashi mengungkapkan perasaan ala Jepang disiang bolong yang membuat Ilma kebingungan. Lantas ia mengalihkan keadaan dengan berenang di laut. 

Film ini bagi saya sangat mengesankan dan layak untuk ditonton bersama keluarga semua usia.

-Tifanny

You Might Also Like

2 Comments

  1. Waaaah. Aku penasaran lagu yang diputer Takashi di kamar gelap apaan. Ternyata yang nyanyi tuh Bilal to. Hahaha. Belum sempet nyari, dah lupa😅

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waktu nntn sih aku malah ga trll peduli sama musiknya. Cm mbatin ini lagunya band apa ya, klo segi musiknya ala ala rock tahun 90-2000an gtu.

      Bru pas bc credit nya kok ada Bilal segala nyanyi lagu Kau. Kapan lagunya diputer?

      Trs akhirnya aku nntn ulang bru ngeh disitu wkwk.

      Trs pntu kamar gelap nya ada stiker band no major label juga lho. Ayo tebak band apa? Tau ga? Wkwkwk

      Hapus

BLOG ARCHIVES

TIFANNY'S BOOKSHELF

Harry Potter and the Half-Blood Prince
Angels & Demons
Mati, Bertahun yang Lalu
Le Petit Prince: Pangeran Cilik
Di Kaki Bukit Cibalak
Goodbye, Things: Hidup Minimalis ala Orang Jepang
Orang-orang Proyek
Guru Aini
86
Ranah 3 Warna
The Da Vinci Code
Animal Farm
Hacker Rp. 1.702
Mata Malam
City of Thieves
Yang Fana Adalah Waktu
Kubah
Harry Potter and the Sorcerer's Stone
9 Matahari
Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982

• T I F A N N Y •

•  T I F A N N Y  •
INFJ-T ・ semenjana ・ penikmat musik & es kopi susu ・ pencinta fotografi ・ pecandu internet ・ escapist traveller ・ sentimental & melankolis ・ suka buku & aroma petrichor ・ hobi journaling