Di Pusara
Agustus 03, 2019Cahaya matahari menyinari batu batu nisan yang dingin diterpa udara musim ini tadi malam. Sementara tanah kubur telah menjadi kering. Daun dan kelopak bunga kamboja berjatuhan. Berserak di tanah pemakaman. Ratusan jasad terbaring disini. Ada yang telah berbaring puluhan tahun silam. Bahkan sebelum aku datang kedunia. Ada yang baru ditancap nisannya sebulan lalu. Aku membaca nama nama yang tertera di setiap batu nisan yang tertangkap oleh pandangan mataku. Beberapa diantaranya dicat warna warni. Apakah ini adalah sebuah upaya untuk menepis nuansa sendu di pemakaman?
Aku beralih pada nisan bercat hijau di hadapanku. Tertulis tahun wafat 2014. Dimana aku waktu itu? Jauh ratusan kilo meter dari sini dan belum ada jalinan kisah yang menghubungkan. Namun tanpa sepengetahuanku, Tuhan telah menautkan aku pada takdir ini.
Bungkusan plastik berisi bunga kami buka perlahan dan tumpahkan semua isinya ke atas pusara. aku menyiramkan air ke atas tanah sembari memanjatkan doa, Ya Rabb... lapangkan kuburnya, ampuni segala dosa dan keselahannya. Pertemukan kami kelak dalam bahagia di akhirat nanti.
...
Ia membuka lembaran buku tahlil dan yasin. Aku mengambil posisi berdiri dibelakangnya untuk menahan cahaya matahari selama membaca surah yasin.
...
Ibunda... izinkan aku mencintaimu lewat doa,
Izinkan aku mengenalmu lewat sorot matanya
Bunda, semoga kelak ada banyak waktu untuk kita bertemu lalu bercerita.
Tifanny
0 Comments