Gelombang Cinta yang Seolah Tanpa Ujung
Februari 14, 2021Bagian I
Proses kelahiran buah hati selalu memiliki ceritanya masing masing yang tak terlupakan. Begitu juga dengan kelahiran anak saya kemarin. Selain menjadi pengalaman pertama melahirkan, saya rasa ini merupakan pengalaman pertama untuk semua hal yang saya alami di dalam prosesnya.
***
Jumat, 5 Februari
Usia kandungan : 39 Minggu
Untuk pertama kalinya saya mendapati bercak darah dan flek sebagai tanda tanda persalinan sudah dekat. Saya cukup lega sekaligus gugup pagi itu. Ternyata tanda tanda persalinan diikuti sinyal lain yakni kontraksi.
Mulai pukul 17:00 saya merasakan kontraksi dengan frekuensi yang lebih sering dengan interval 10 menit. Setelah menghubungi bu bidan, saya dan suami berkunjung ke rumah beliau pukul 21:00. Meski di luar jam praktik, bu bidan meminta kami untuk datang.
Dari hasil pemeriksaan, tekanan darah saya dan dan denyut jantung janin terpantau baik. Namun untuk pembukaan belum ada. Maka kami pulang dan menunggu.
Semalaman saya kesulitan untuk tidur. Setiap kali hendak terlelap saya kembali dibangunkan oleh gelombang cinta yang semakin waktu rasanya semakin kuat. Berkali kali saya mengubah posisi tidur. Dini hari saya mulai resah dan hanya bisa berpindah dari kamar ke ruang tengah. Mondar mandir sambil terus menyebut asma Allah.
Nak, jika memang ini saatnya, insyaAllah ibu siap.
Sabtu, 6 Februari pagi
Saya merasa tak tenang dan perhatian selalu terpusat ke rasa sakit kontraksi. Maka saya kembali mengunjungi bu bidan. Ternyata baru pembukaan satu dan untuk menuju persalinan tentu masih lama. Namun ibu bidan mengizinkan saya menginap dan menunggu hingga tiba waktu persalinan. Saya pun setuju.
Hari semakin siang dan beranjak malam. Meski ibu bidan, ibu dan suami menyiapkan makanan untuk saya, saya benar benar tak memiliki nafsu makan. Konsentrasi saya hanya terpusat pada gelombang gelombang cinta yang ada. Semakin kuat bahkan durasinya semakin lama. Masih sama seperti malam sebelumnya, saya kesulitan untuk lelap.
Ahad, 7 Februari pagi
Kami pikir, tadi malam akan menjadi hari persalinan saya. Namun hingga pagi tiba pembukaan masih dua. Tidak ada kemajuan yang berarti. Maka ibu bidan memutuskan untuk merujuk saya ke Rumah Sakit. Seketika saya merasa gugup dan khawatir. Saya takut jika harus menjalani persalinan Caesar. Namun ternyata ibu bidan hanya menyarankan untuk induksi.
Pagi itu sebelum dirujuk saya diminta untuk berjalan jalan. Memang semenjak tiba disana saya hanya berbaring. Siapa tahu, ada perubahan.
Ahad Siang
Saya tiba di Rumah Sakit bersalin dan langsung diminta untuk menjalani proses swab antigen. Baru setelah itu saya diperiksa dan melengkapi identitas diri dan dipindahkan ke ruang bersalin.
Sesuai rujukan bu bidan, saya mendapatkan setengah dosis obat induksi yang diletakkan di jalan lahir untuk merangsang kontraksi. Dengan metode ini saya tidak diperkenankan duduk maupun berdiri hingga pembukaan lengkap terjadi.
Berjam jam setelah obat itu terpasang kontraksi yang terjadi memang semakin intens. Hanya saja pembukaan masih di tahap tiga. Maka bidan mengganti metode induksi lewat infus.
Efeknya sungguh luar biasa. Rasanya semakin kuat dengan durasi yang jauh lebih lama dan inteval yang lebih pendek. Ini membuat saya semakin kebingungan dan tak tahan lagi. Tapi air ketuban belum juga pecah. Saya merasakan mulas dan ingin sekali buang air besar. Hingga akhirnya di pembukaan 9 (meski belum lengkap) bidan memutuskan untuk memecah ketuban.
Alhamdulillah pikir saya. Ini saatnya, bismillah...
Detik demi detik berlalu terasa amat panjang. Kemampuan saya untuk mengejan tak sebegitu kuat sampai sampai salah seorang bidan membantu dengan menekan perut saya. Sementara disamping kiri, suami terus menyemangati dan membimbing saya untuk melakukan pernafasan dan mengejan dengan benar seperti instruksi bidan.
Alhamdulillah, akhirnya bayi terlahir. Segera saja ia dibawa perawat untuk dibersihkan. Sedangkan saya, Qodarullah, mendapat jahitan yang lumayan banyak karena sempat kesulitan mengejan dan harus medapat robekan. Namun saya hanya bisa pasrah. Rasa sakit tak lagi saya pikirkan sebab saya telah merasa lega.
Gelombang cinta yang saya rasakan seoalah tanpa ujung, berakhir juga.
(Bersambung ke tulisan berikutnya: Di Ruang Pucat )
Tifanny Lituhayu
0 Comments