Situasi Sulit
Januari 09, 2022Menjadi seorang istri dan ibu baru ternyata tak mudah. Setidaknya itu yang tengah saya rasakan. Terutama menjadi ibu baru. Selain dihadapkan dengan pengalaman baru tentang tumbuh kembang anak, saya juga harus bisa menjaga mental dari berbagai terpaan. Terutama terpaan dari luar.
Tidak hanya menghadapi hal hal yang terjadi dengan si kecil tapi segalanya yang saya lakukan, penilaian orang lain, dan ucapan orang lain tentang saya dan anak adalah sebuah terpaan mental. Saya tahu, saya termasuk jenis manusia yang sentimental atau katakanlah baperan. Untuk itu saya masih terus belajar agar bisa lebih tegar.
Saya ingat bahwa suatu ketika saat merenung, entah bagaimana jadinya jika saya bertemu seorang yang mirip dengan diri saya dari segi sifat. Saya pun berharap agar kelak jika memiliki anak, anak saya tidak memiliki sifat atau apapun seperti saya. Hingga akhirnya Bening lahir dan bertumbuh. Banyak orang bilang secara fisik Bening sangat mirip dengan saya saat masih bayi dulu. Saat Bening mulai belajar makan hingga sekarang, nafsu makannya cukup baik mengingatkan saya akan cerita ibu tentang bagaimana saya dulu begitu lahap dan selalu menunjukkan ketertarikan dengan makanan. Jujur saja saya senang karena dalam beberapa hal Bening mirip dengan saya. Meski saya terus berharap agar ia tak seperti saya dalam sifat.
Jujur sebetulnya saya senang saat orang bilang Bening mirip dengan saya. Namun tak pernah sekalipun keluarga saya berkata demikian. Segala hal yang dilakukan Bening justru dimiripkan dengan kakak saya atau adik saya. Sekalipun bapak tak pernah menyebut mirip saya. Saya merasa bapak enggan dan tak lagi ingin mengenang seperti apa saya dulu. Atau mungkin memang bapak sudah lupa.
Saya sadar kesalahan yang saya perbuat sangat besar dan fatal sehingga bapak menyimpan amarah hingga detik ini. Seringkali mental saya dihempas dan diobrak abrik. Dimata bapak saya adalah seorang ibu yang payah, tidak becus. Bapak pernah mencela mpasi buatan saya saat Bening menolak suapan dari saya. Bapak pernah membentak saya dengan kata dan nada bicara yang kasar. Saya juga merasa malu dihadapan suami karena sikap bapak terhadapnya seringkali menjengkelkan.
Saya tidak tahu lagi bagaimana bersikap. Yang bisa saya lakukan saat ini adalah menghindar dan meniadakan percakapan. Toh bapak sendiri juga tidak pernah berminat berbincang dengan saya. Baginya saya ini dianggap orang bodoh.
Rasa sakit yang saya derita ini saya takut jika berimbas ke Bening. Saya takut jika suatu hari saya melakukan kesalahan seperti bapak dan menjadikan Bening merasakan apa yang saya rasakan.
Terkadang saya iri dengan kakak dan adik saya yang bisa memiliki rasa hormat dan sayang yang begitu besar pada bapak. Sedangkan saya hanya memiliki sikap formalitas. Saya harus bersikap hormat padanya karena kebetulan beliau orang tua saya. Sebatas itu saja. Saya telah melihat sisi bapak yang lain yang tidak pernah beliau perlihatkan kepada kakak maupun adik saya. Sisi itu sangat menakutkan.
Saya berusaha mewajarkan sikap bapak karena saya bersalah padanya. Namun lambat laun saya lelah. Tidak. Semuanya bukan murni kesalahan saya. Namun dimasa tumbuh kembang saya, orang tua saya pernah luput ketika saya mengalami hal hal buruk. Dan beliau tidak menyadari itu dan tidak menolong saya. Alih alih menolong, beliau selalu menekan dan menekan. Jika saya menjadi seperti ini, seharusnya beliau dapat merenungi apa yang sebenarnya terjadi.
Saat ini saya merasa sangat sedih. Terhimpit berbagai peranan dan perasaan. Peranan saya menjadi ibu, belumlah cukup baik untuk anak saya. Pernanan menjadi seorang anak, saya merasa terlupakan. Peranan sebagai istri, saya merasa sering sekali mengecewakan suami dan membuatnya lelah. Namun saat saya bertanya apakah ia lelah, ia selalu berkata biasa saja. Ia selalu hadir disaat saat tersulit. Saat saya marah dan putus asa, ia mencoba menjadi hangat dan mencairkan suasana. Saya selalu saja menyebalkan dan dia selalu memaklumi. Namun saya takut jika suatu hari ia merasa jenuh.
**
Saya tak mengerti dan lelah dengan semua perasaan ini. Ingin rasanya saya menjadi seorang yang tak lagi peduli dengan sikap tak mengenakan dari orang lain. Masa bodoh dengan sikap bapak yang menyakitkan. Saya ingin menjadi terasing dengan rasa sakit. Saya ingin menjadi kebas dan kebal.
Saya pun sebetulnya rindu dengan ibu yang dulu. Saya merasa ibu sudah menjadi sosok yang berbeda. Ataukah hanya saya yang merasa? Saya ingin sekali bisa curhat dengan ibu. Namun apapun yang ibu dengan pasti akan sampai juga ke bapak. Sehingga untuk saat ini teman terbaik untuk curhat hanyalah suami. Sebodoh apapun curhatan saya, sekonyol apapun isi pikiran saya, ia tidak akan pernah menghakimi dan membocorkan ke orang lain.
Ah sudah dulu curhatnya ya hehe
0 Comments