­

Yang Masih Tertinggal

Juni 04, 2018

Salahkah aku mengatakannya? Salahkah jika aku ingin menunggumu. Bahkan aku tak peduli dengan waktu yang berlalu. Aku bimbang dan selalu saja resah. Aku adalah kain yang ditenun dari jalinan kedua rasa itu. Namun aku tahu satu hal. Sejauh dan selama apapun kita terpisah, hatiku masih tertinggal di tempat yang sama. Sama seperti saat pertama kali aku mendapati rasa itu darimu. Aku pikir aku hanya terjebak rasa yang keliru dan tertutupi hasrat. Namun semakin aku ingin pergi, dada ini terasa sesak. Dan bayangmu semakin lekat menghantui. Bukan aku tak berusaha keras melupakanmu. Bahkan semua tentangmu telah aku hapuskan. Peristiwa yang pernah kulewati bersamamu, tak pernah kuberi celah tuk sekadar berkelebat. Aku selalu berusaha melupakan. Mungkin aku berhasil. Aku bisa alihkan semua tentangmu. Namun satu yang tak pernah bisa aku hapuskan. Sesuatu yang ada dihati ini. Tak peduli seberapa sering aku terluka dan tersakiti olehmu. Ada yang lebih menyakitkan ketimbang rasa kecewa yang pernah kutuai karena kepergianmu. Taukah apa yang menyebabkan hatiku sangat terluka? Mengetahui kau menderita. Mengetahui kau terluka. Sudah ku katakan waktu itu, sakitmu, adalah tusukan hebat di dadaku. Aku tak bisa bernafas lega disini. Meski tanpa kabar dan kau terus menghilang, sesuatu dalam diriku tahu apa yang terjadi. Namun hati terkadang tak sejalan dengan pikiran. Pikiranku penuh dengan prasangka bodoh.

Semampu yang aku bisa, ku telah menahannya. Namun jemari ini telah dituntun oleh takdir, barangkali. Aku yang selalu memecah hening diantara kita. Dan aku lagi lagi tunduk pada prasangka. Aku juga tak bisa menekan rasa rindu.

Tidakkah kau tahu, aku rindu? Tidakkah kau tau aku masih menunggu? Namun sejak kita terpisah, kau telah membuka sangkar tempat aku tinggal. Aku memenjarakan diriku dalam sebuah sangkar rasa. Dan kaulah yang menciptakan sangkar itu. Namun kini kau telah buka pintunya. Kau membebaskanku. Lebih tepatnya, kau minta aku tuk membebaskan diri. Tidakkah itu terlalu membingungkan? Aku telah berada disini sekian lama. Untuk pergi begitu saja tidaklah mudah. Kau memintaku tak lagi menanti. Kau minta aku tuk terbang dan mencari kebahagiaan. Itukah caramu menolakku? Itukah caramu mengatakan padaku bahwa kau tak lagi memelihara rasa itu? Begitukah maksud dari semua perkataanmu itu?

Aku tak peduli berapa lama aku mesti menunggu. Sebab aku pun tak lagi peduli dengan waktu yang telah terlewat. Aku tak tahu apa yang akan terjadi. Tapi aku lebih tak tahu bagaimana jadinya jika aku tak lagi bisa bertemu denganmu. Kau telah meninggalkanku, tapi kau datang lagi. Lalu kau memintaku tuk jangan menunggu. Bagaimana ini? Apakah aku bodoh ataukah kau yang mempermainkan aku?

Aku masih belum bisa mengerti. Kau terlalu sulit untuk ku pahami. Izinkan aku tuk menantimu. Namun jika rasa itu telah tiada, ku ingin mendengar langsung darimu. Jika kau harus pergi, mohon jangan kembali. Jika kau harus pergi, katakan bahwa kau tak menyimpan rasa itu lagi.

Dalam silauan cahya membatas pandangan mata
Namun jelas ku lihat kamu
Biarpun ku sadar kau kian jauh
Tinggalkan aku yang rapuh

Angin kencang membawa kau 
Jauh kesana kau hilang terus tanpa kabar
Tidur malam ku mimpi indah ingat kamu
Ku merindui kamu

Noh Saleh - Angin Kencang

You Might Also Like

0 Comments

BLOG ARCHIVES

TIFANNY'S BOOKSHELF

Harry Potter and the Half-Blood Prince
Angels & Demons
Mati, Bertahun yang Lalu
Le Petit Prince: Pangeran Cilik
Di Kaki Bukit Cibalak
Goodbye, Things: Hidup Minimalis ala Orang Jepang
Orang-orang Proyek
Guru Aini
86
Ranah 3 Warna
The Da Vinci Code
Animal Farm
Hacker Rp. 1.702
Mata Malam
City of Thieves
Yang Fana Adalah Waktu
Kubah
Harry Potter and the Sorcerer's Stone
9 Matahari
Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982

• T I F A N N Y •

•  T I F A N N Y  •
INFJ-T ・ semenjana ・ penikmat musik & es kopi susu ・ pencinta fotografi ・ pecandu internet ・ escapist traveller ・ sentimental & melankolis ・ suka buku & aroma petrichor ・ hobi journaling