Luar Jangkauan

Agustus 20, 2021


Mungkin saja saya bodoh. Atau sudah pasti? Mungkin juga saya ini konyol. Agak malu untuk menceritakan ini, tapi terlalu lelah untuk memendamnya. Ini hanya curhatan kosong belaka, saya rasa.

Menjadi anak tengah itu bagi saya tak nyaman. Lebih lebih jika kakak dan adik adalah seorang dengan kepribadian yang menarik dan segudang prestasi membanggakan. Kenyataan bahwa kakak adalah yang pertama akan memberikan kesan dan kenangan yang luar biasa bagi bapak ibu saya. Dan adik saya, satu satunya anak laki laki tentu menjadi anak yang paling ditunggu. Keduanya semakin istimewa karena membawa sifat dan kelebihannya. Sedangkan saya yang ada ditengah hanya menjadi sebuah jeda, jarak, atau lebih seperti ganjalan yang seharusnya tidak ada. 

Saya tidak mengerti dan merasa begitu bebal untuk memahami betapa dekat hubungan bapak dan kakak saya. Begitu hangat dan kakak saya sangat menyayangi beliau. Saya pernah menyayangi beliau. Namun hingga akhirnya saya mengerti, bahwa saya cukup menghormati beliau saja. Saya benar benar tidak mengerti akan sosok bapak bagi kakak saya. Bagi saya, apa yang sudah saya lihat dan alami bapak adalah sosok yang berbeda. Dingin dan keras. Penuh amarah dan ketidaksabaran. Dan waktu dimana bapak terdiam atau tertawa bagi saya hanyalah sebuah kulit luar yang rapuh. Kulit yang membungkus sesuatu yang lebih nyata. Setidaknya bagi saya. 

Mungkin saya berprasangka dan sangatlah berdosa? Izinkan saya untuk mengutarakan ini semua. Saya selalu ada dipihak ibu. Ibu yang selalu menerima segala ketidakstabilan emosi bapak berpuluh tahun. Saya selalu berusaha sebaik mungkin untuk tetap berada disisi ibu. Namun bagi ibu seorang yang menghargainya adalah anaknya yang membuat status mengenai dirinya di laman facebook. Dibaca semua orang, mendapatkan tanda ibu jari dari banyak orang. Itu hal yang menyentuh bagi ibu saya dan melupakan kenyataan bahwa anak perempuannya itu pernah meninggalkannya, mengabaikannya, membuat hatinya hancur berkeping keping, tidak ada disisinya saat sedih. 

Bukan... Bukan. Saya bukan ingin menuntut balas. Saya hanya sedang mempertanyakan saja. Lantas keberadaan saya ini bagi ibu seperti apa? Saya hanya berpikir bahwa keberadaan saya tidak menimbulkan kesan apapun. 

Ada banyak hal yang tidak saya mengerti di rumah ini. Dan saat saya menjadi semakin tua, saya merasakan terlalu banyak kepalsuan. Terlalu banyak kepura puraan untuk menutupi keretakan. 

Terkadang saya muak dan tidak dapat mengerti akan kemesraan mereka, saya merasa jauh dari jangkauan. Saya merasa diluar mereka. Saya tidak bisa merasakan itu dan menyerapnya.

Pada akhirnya saya telah memiliki keluarga sendiri. Suami dan anak. Bagaimana keluarga ini akan tampak, tergantung bagaimana saya membentuknya. Saya akan menjalaninya apa adanya. Saya mencintai suami saya meski saat akhirnya kami menikah hanya ada waktu satu tahun untuk mencoba saling kenal. Justru saya semakin mengenalnya saat kami sudah menikah. 

Ia mengajarkan saya berpikir dan memaknai kehidupan dengan cara berbeda. Sangat berbeda dari yang selama ini saya jalani. Meski ia tak secara deklaratif mengatakan, mari belajar bersama saya, tapi caranya bersikap, berpikir, caranya memandang suatu hal, membuat saya belajar.

Saya ingin melepas kutukan bapak yang pernah suatu kali marah dan mengutuk, bagaimana jika anak saya kelak akan mirip seperti saya.

Saya agak khawatir manakala menatap wajah anak perempuan saya. Ia sangat mirip dengan saya memang. Katanya anak perempuan akan lebih mirip ayah ketimbang ibu. Kendati memang kecerdasannya akan mewarisi kecerdasan ibu. Mudah mudahan ia lebih mewarisi sifat ayahnya. Memiliki wajah seperti saya tak masalah. Saya ingin dia jauh lebih baik dari saya. Saya ingin ia jauh lebih beruntung dari saya. Saya tidak ingin membuatnya memiliki perasaan seperti yang saya alami.

You Might Also Like

0 Comments

BLOG ARCHIVES

TIFANNY'S BOOKSHELF

Harry Potter and the Half-Blood Prince
Angels & Demons
Mati, Bertahun yang Lalu
Le Petit Prince: Pangeran Cilik
Di Kaki Bukit Cibalak
Goodbye, Things: Hidup Minimalis ala Orang Jepang
Orang-orang Proyek
Guru Aini
86
Ranah 3 Warna
The Da Vinci Code
Animal Farm
Hacker Rp. 1.702
Mata Malam
City of Thieves
Yang Fana Adalah Waktu
Kubah
Harry Potter and the Sorcerer's Stone
9 Matahari
Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982

• T I F A N N Y •

•  T I F A N N Y  •
INFJ-T ・ semenjana ・ penikmat musik & es kopi susu ・ pencinta fotografi ・ pecandu internet ・ escapist traveller ・ sentimental & melankolis ・ suka buku & aroma petrichor ・ hobi journaling