Kembali ke Tanah Rantau

November 15, 2018


Secangkir teh panas menemani rehat petang saya kali ini. Siang tadi udara sangat panas dan saya belum tidur dengan nyaman karena menempuh perjalanan 12 jam. Meski saya mendapat dua bangku sekaligus dalam bus, biar bagaimanapun tidur dalam keadaan duduk di kendaraan yang melaju tidaklah nyaman. Jangankan nyaman, memejamkan mata dengan damai saja agak sulit. Namun setiba di Depok bukannya merebahkan diri tuk beristirahat saya justru memulai aktivitas dan bekerja lagi. Bahkan hari ini cukup hectic.

Ah ya...saya belum sempat bercerita bagaimana saya akhirnya bisa pulang kampung dan menceritakan perjalanan saya. Eh sekarang sudah berada di perantauan lagi.

Ketika itu, hari Kamis tepat satu bulan yang lalu. Sebenarnya saya sudah berniat ingin pulang. Keadaan membuat saya benar benar tertekan. Kiranya hampir lima bulan saya tidak bertemu ibu. Saya hanya ingin berlari kedalam pelukannya. saya cukup lelah dan tertekan. Sayangnya saya tak kunjung menemukan waktu yang tepat. Sampai pada akhirnya boleh dikata sangat mendadak, kamis sore usai menyelesaikan pekerjaan, saya berkemas dan meminta izin pulang.

Saya masih ingat bagaimana saya tiba di terminal Wonosobo setelah menempuh perjalanan 12 jam dari Depok. Saya tak mengenakan jaket maupun kaos kaki. Benar benar tanpa persiapan. Sampai di Wonosobo saya disambut udara dingin khas kota tersebut. Sekuat tenaga saya menahan dingin menunggu bus antar kota datang untuk saya naiki menuju rumah. Ya, dikarenakan Bus yang saya tumpangi pemberhentian akhirny hanya sampai Wonosobo, saya harus menyambung perjalanan dengan bus antar kota.

Sykurlah tak perlu waktu berjam jam saya menanti. Bus jurusan Wonosobo Magelang pun datang. Dengan sigap saya bangun dari tempat duduk dan langsung naik bus. Syukurlah saya bisa duduk dengan nyaman. Saya teringat akan bus ini bila sore hari. Jangankan duduk, dapat masuk berjejal didalamnya saja sudah sangat beruntung.

Kantuk menyergap. Udara dingin terus mencengkeram saya kuat kuat. Namun saya terus menguatkan diri dengan menampilkan bayangan senyum ibu saya. Sebentar lagi..  pikir saya.

Senang rasanya ketika saya melihat  suasana Temanggung. ah saya sudah disini. Ini benar benar nyata. Saya pulang kampung. Akhirnya saya turun dari bus kemudian berjalan menuju rumah. Baru sampai gang, dari kejauhan saya melihat bapak sedang berdiri di beranda rumah. Sayup sayup saya mendengar suara bapak. Entah apa yang beliau ucapkan. Tak terdengar dengan jelas. Ketika saya sudah benar benar sampai dirumah, saya mencium tangan bapak. Tanpa diduga bapak memeluk dan mencium kedua pipi saya. Saya tak menyangka akan sambutan yang sangat hangat ini. Setelah saya melawan hawa dingin, mendapat sambutan sehangat ini sungguh suatu hadiah yang amat istimewa. Di dalam rumah saya mendapat sambutan serupa dari ibu. Sebuah pelukan dan cium sayang mengecup kedua pipi saya. Ibu dan bapak sama sekali tak enggan meski penampilan saya kucel dan saya mengaku bau iler.

Seperti yang saya bayangkan, ibu menyajikan teh panas untuk menghangatkan tubuh saya. Sebelum saya menghabiskan teh buatan ibu, saya beranjak ke kamar mandi. Mandi air hangat...ah sekian lama rasanya tak mandi air hangat dengan leluasa.

Intinya saya berada dirumah hampir satu bulan lamanya. Saya sempat bervakansi, menghabiskan waktu berdua dengan ibu maupun bapak, dan juga berkunjung menemui si bungsu yang bersekolah di Yogyakarta.

Jika ditanya apakah saya puas. Tentu saja belum. Apakah sudah cukup bersantai dirumah? Tentu belum. Bahkan sebetulnya saya tetap bekerja. Karena pekerjaan yang saya tekuni sekarang bisa dilakukan dimana saja asalkan terhubung jaringan internet, maka  dirumah tetap harus bekerja. Namun saya tidak ingin kufur nikmat. Saya merasa bersyukur bisa pulang kampung dan bertemu orang tua saya. Memperbaiki hubungan saya dengan bapak. Sebab saya masih ingat bagaimana saat saya berangkat ke perantauan. Setengahnya karena paksaan dan saya diantar oleh rasa marah dari bapak. Namun seolah bapak juga berniat memperbaiki semuanya, keberangakatan saya menuju tanah rantau benar benar diantarkan dengan baik oleh bapak. Bapak menunjukkan tenpat duduk dan memeluk saya erat. Sekali lagi bapak mencium kedua pipi saya. Begitu pula sengan ibu.

Sedih rasanya berpisah dengan bapak ibuk. Perasaan saya tak enak. Batin saya terus berbisik: saya tak ingin pergi, saya ingin lebih lama lagi dirumah, saya lebih suka dirumah. Bisikan bisikan itu rapat di telinga dan batin saya.

Tidur saya tak nyaman sementara hati saya sebagian besar masi tertinggal di kampung halaman. Namun ketika saya tiba di Depok dan melihat senyum keponakan saya, saya merasa lebih baik. Meski saya tahu beberapa hari kedepan akan lebih banyak teriakan dan tangisan. Hiruk pikuk yang membuat tertekan tapi tak apa. Saya merasa sudah lebih baik saat ini untuk menghadapi kenyataan tersebut.

Saya tidak menyangka juga rupanya saya dirindukan. Keberadaan saya beberapa waktu disini telah menempati ingatan dan hati sebagian orang yang saya kenal disini. Seperti rekan kerja saya misalnya. Saat dia datang dan melihat saya, dia langsung menyalami dan menempelkan pipinya, kanan kiri di pipi saya. Saya juga kangen teh. Maaf jika pekerjaan teh Dian jadi lebih berat. Kita hanya bisa komunikasi lewat chat. Tapi mulai hari ini hingga esok sampai entah kapan kita akan lebih sering bertemu ya. Ayo semangat.

Depok, 15 November 2018

You Might Also Like

0 Comments

BLOG ARCHIVES

TIFANNY'S BOOKSHELF

Harry Potter and the Half-Blood Prince
Angels & Demons
Mati, Bertahun yang Lalu
Le Petit Prince: Pangeran Cilik
Di Kaki Bukit Cibalak
Goodbye, Things: Hidup Minimalis ala Orang Jepang
Orang-orang Proyek
Guru Aini
86
Ranah 3 Warna
The Da Vinci Code
Animal Farm
Hacker Rp. 1.702
Mata Malam
City of Thieves
Yang Fana Adalah Waktu
Kubah
Harry Potter and the Sorcerer's Stone
9 Matahari
Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982

• T I F A N N Y •

•  T I F A N N Y  •
INFJ-T ・ semenjana ・ penikmat musik & es kopi susu ・ pencinta fotografi ・ pecandu internet ・ escapist traveller ・ sentimental & melankolis ・ suka buku & aroma petrichor ・ hobi journaling