Kebahagiaan ahad pagi itu sesederhana mempertemukan ketan bakar dan kopi di atas meja. Tidak perlu sajian yang mentereng ala hotel bintang lima. Pun juga kudapan kebarat baratan. Tapi saya melihat sebuah kerumitan dalam sederhananya sajian di atas meja ini. Ketan bakar ini telah melalui serangkaian proses panjang hingga menjadi camilan enak. Gabungan dari bahan bahan seperti beras ketan, kelapa, gula aren, dan bahan lain untuk memasaknya. Sama halnya dengan kopi. Ah malahan kopi lebih mremet lagi. Kalau mau ditelusuri dari proses tanam, sepagian ini tidak akan selesai hanya untuk membahas ketan dan kopi.

Baru ketan dan kopi loh. Belum yang lainnya. Apapun yang ada di dunia ini. Waktu kita akan habis untuk merunut prosesnya. Untung saja ada hal yang dapat merangkum rasa itu ketimbang membahasnya satu persatu. Bersyukur. Kenikmatan yang kita rasakan sudah seharusnya disyukuri. Jika saja tidak ada tangan tangan yang terampil mencipatakn makanan ini, pastilah meja makan kita itu sepi. Hambar. Dan semua itu juga tak pernah lepas dari kasih sayang Alloh.

Kendati kenyataan dibalik kenikmatan ini terselip sesuatu yang membuat saya tertekan, saya memutuskan untuk kalem aja. Toh masih banyak cara untuk melepas beban beban itu. Mengehela nafas panjang misalnya. Lalu sruput lagi kopinya.

Selamat berakhir pekan dan tanggal muda. Percayalah gaji itu fana dan lembur adalah keniscayaan. Jika ada hal yang membuat kita bertahan dengan realita itu, saya yakin itu adalah rasa syukur dari hati yang ikhlas.