Prasangka pada Pendar Cahaya
April 29, 2018Melankolis. Tak bisa tidak seperti itu bila memandangmu. Membeku, diam tak bergerak. Tak bisa tak seperti itu bila menatapmu. Bahkan pikiran yang selalu saja berkecamuk dan riuh mendadak senyap. Semua tergantikan dan terisi oleh kekaguman. Aku kagum denganmu dan juga penciptamu.
**
Saat aku terjaga di dini hari yang begitu dingin. Dengan mata yang sayu dan pandangan memburam. Dari balik tirai aku lihat pendar cahaya lembut. Ku sibak tirai dan kudapati dirimu begitu anggun. Tak lelah kah kau menanti diatas sana sepanjang malam? Siapa yang kau nantikan? Ataukah kau hanya tunduk pada raja alam yang memerintahkanmu tuk selalu disana? Meski mungkin saja kau sedikit bosan dengan bait bait puisi yang teruntai dari manusia manusia disini. Mungkin saja kau muak dengan adegan demi adegan yang terjadi di kolong langit ini. Namun kau tak jemu untuk tetap hadir mendengar setiap untaian kata tentangmu. Melihat setiap gestur makhluk bumi disetiap detik waktu berlalu. Kau menimbang nimbang. Kebaikan dan keburukan, mana yang frekuensinya lebih banyak? Kau seolah ingin palingkan wajahmu dari langit yang menaungi gang gang sempit kotor berisikan pencoleng dan para bedebah. Namun jika kau berpaling, bagaimana pada para pendamba sepertiga malam terakhir yang hendak mengudar rasanya? Kau tak bisa berpaling dari pemandangan indah itu. Kau ingin juga mendengar bisikan mereka pada raja semesta alam.
Waktu kian berlalu. Ku tatap kau, kau membisu. Waktu kian berlalu, ku lihat kau seakan melorot dari langit. Lalu saat nanti ku jatuh tertidur. Diam diam kau hilang bersembunyi. Kau pergi tanpa pesan atau pamitan. Kau membisu tak mau berkata kata. Yang ku dengar disisa malam ini hanya gesekan ranting dan daun yang ditingkahi angin.
Teruntuk bulan yang pendar cahayanya lembut.
0 Comments