Puan dalam Pelukan Alam
April 02, 2018Hawa terasa semakin dingin. Aku tak tenang dalam baringan tidurku. Perlahan aku bangkit dari rebah meski badanku telah gemetar sementara kepalaku mulai pening. Aku mencari syal rajut berwarna marun di lemari. Lantas ku lingkarkan ke leherku. Sebelum aku berbaring lagi, ku tengok jam di dinding, pukul satu dini hari.
Tubuh telah memintaku tuk menyerah pada malam, tapi pikiran ku masih kencang menggenggam kesadaran. Sayup sayup ku dengar debur ombak dari kamarku. malam ke enam belas. Dari balik tirai aku lihat pendar lembut cahaya bulan. Pantas saja ombak mengganas. Ia nampak bulat sempurna
Aku putuskan untuk melangkah lagi meninggalkan ranjangku. Ku buka tirai yang menutup pintu dan kaca jendela kemudian ku buka pintunya yang menuju balkon. Balkon ini mengarah ke pantai. Segera saja aku dihantam angin kencang yang membuatku harus mencengram kuat kain syalku menahan dingin.
Aku hanya ingin merasakan angin, mendengar debur ombak, dan melihat remang cahaya bulan. Tak ada rasa yang ingin ku curahkan dan ceritakan pada malam. Sebab aku tak mampu lagi mengartikan rasa yang ada dihatiku. Rasa yang timbul saat aku terjaga di siang hari saat berada di kerumunan manusia. Rasa yang timbul saat aku mulai berbicara dan terlibat perbincangan. Bolehkah aku mengatakan bahwa semua itu biasa saja? "Biasa saja" untuk mendefinisikan segala macam rasa yang bercampur baur dalam satu waktu. Yang membuatku bimbang rasa mana yang pantas aku nyatakan untuk mendeskripsikan yang ada dihatiku. Biasa saja...apakah terdengar seperti kebohongan? Biasa saja, apakah terdengar seperti suara kapak yang ditebaskan?
Jika ku tanya rasa seperti apa yang ada dalam hati saat aku seperti sekarang, dalam kesunyian dan di peluk alam. Aku bisa jelaskan dengan terang. Aku merasa bahagia, bersyukur, dan sangat dicintai. Alloh memberikan kebahagiaan, kenikmatan, dan segalanya. Alhamdulillah.
0 Comments