Antara Musim Semi dan Musim Gugur

Mei 04, 2018


Di ufuk timur kau kan temukan langit bergradasi indah. Lapisan warna itu membentang di horizon timur. Jingga dari kedalaman warna yang paling pekat, berangsur memudar sampai keatas beralih menjadi sedikit merah muda dan seperti ada garis tak terlihat yang kemudian ada lapisan biru muda. Itulah ketika fajar. Terkadang kabut kabut tipis menyelimuti pemandangan atraksi warna itu. Jika pagi telah seperti itu, biasanya siang akan cukup cerah bahkan terik. Lalu kan ditutup dengan atraksi warna lagi disisi barat. Senja, katanya. Sebuah momen dan pemandangan yang tak pernah tidak bisa mencuri perhatian setiap orang. Berapa banyak puisi atau sekadar kata kata elok yang lahir dari para penikmat senja. Senja…begitu besar daya tariknya. Sekejap tapi mampu menyedot perhatian mata setiap manusia di bumi ini untuk sejenak berhenti dari aktivitasnya. Bukan semata mata karena senja, tapi juga karena panggilan dan seruan menjelang petang sudah berkumandang.

Bulan di kalender telah memasuki bulan Mei. Menurut perhitungan musim di Indonesia, ini musim sudah memasuki kemarau. Sebab memang sudah jarang sekali kita mendapati suara rintik hujan dan genangann air hujan. Gemuru Guntur yang biasa terdengar kala langit mendung rupanya bukan tanda hujan segera turun. Langit mendung tak diiringi hujan deras. Entah kemana larinya gumpalan awan awan kelabu itu jika tak pecah jadi hujan.

Musim kemarau seperti perpaduan antara musim gugur dan musim semi. Beberapa pohon menggugurkan daunnya saat memasuki kemarau. Adalah sebuah upaya baginya agar tak terlalu gerah dan membutuhkan banyak air bagi daun daun disetiap jemari ranting. Sebuah upaya yang sama persis seperti yang dilakukan manusia dengan rambutnya. Agar tak terlalu gerah, pangkas saja. Namun lain halnya dengan bunga bunga yang bersemi sekali seperiode. Ladang tebu yang sepanjang tahun ini hanya berwarna hijau, tiba tiba dilapisi warna putih disetiap pucuknya. Bunga bunga yang serupa bulu itu indah menghiasi hamparan kebun tebu. Indah dan syahdu dipandang. Sama halnya dengan bunga matahari. Kelopaknya yang kuning menyapa mentari yang menyinarinya. Seperti sedang bercakap cakap. Saling bercerita tentang tempat yang mereka tinggali. Matahari bercerita bahwa ia mampu melihat apa saja dari atas sana. Sedang bunga matahari dari tempatnya tumbuh mampu memandang langit yang begitu luas dan selalu menampilkan atraksi warna yang menakjubkan. Adakah mereka iri satu sama lain? Tidak. Mereka cukup puas hanya dengan berbagi cerita. Turut merasa bahagia dengan apa yang diceritakan padanya. Mereka menerima dengan suka cita apa yang telah Alloh anugerahkan.

Antara musim semi dan musim gugur. Aku berada di dua suasana yang berbeda di sekali waktu. Hanya putarannya saja yang saling mengisi bergantian. Pagi adalah musim semi dengan cahaya matahari yang hangat. Sore adalah musim gugur dengan pemandangan daun daun berguguran disekiar kaki dan angin yang bertiup membuat suasana cukup dingin. Sungguh kecoklatan hangat dipandang mata, tapi tubuh menggigil kedinginan.

Antara musim semi dan gugur, aku sangat bersyukur. Alhamdulillah.

You Might Also Like

0 Comments

BLOG ARCHIVES

TIFANNY'S BOOKSHELF

Harry Potter and the Half-Blood Prince
Angels & Demons
Mati, Bertahun yang Lalu
Le Petit Prince: Pangeran Cilik
Di Kaki Bukit Cibalak
Goodbye, Things: Hidup Minimalis ala Orang Jepang
Orang-orang Proyek
Guru Aini
86
Ranah 3 Warna
The Da Vinci Code
Animal Farm
Hacker Rp. 1.702
Mata Malam
City of Thieves
Yang Fana Adalah Waktu
Kubah
Harry Potter and the Sorcerer's Stone
9 Matahari
Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982

• T I F A N N Y •

•  T I F A N N Y  •
INFJ-T ・ semenjana ・ penikmat musik & es kopi susu ・ pencinta fotografi ・ pecandu internet ・ escapist traveller ・ sentimental & melankolis ・ suka buku & aroma petrichor ・ hobi journaling