Resah

Mei 21, 2018


Aku ingin berjalan bersamamu
Dalam hujan dan malam gelap
Tapi aku tak bisa melihat matamu

Tiba tiba saya teringat akan lagu itu dan liriknya terngiang ditelinga. Malam ini saya berjalan berdua bersama bapak di bawah payung yang beliau pegang. Tanpa sepatah kata pun terucap baik dari bapak maupun saya. Kami hanya berjalan menyusuri jalan yang basah karena hujan yang cukup deras sejak sore tadi. Sementara kala kami berdua berjalan, hujan sudah tinggal rintik rintik saja. Kami baru saja menunaikan sholat Isya dan Tarawih berjamaah di Masjid. Semula saya sudah resah bakal gagal ikut berjamaah di masjid karena sampai magrib tadi hujan sangat deras. Alhamdulillah menjelang adzan Isya hujan berangsur angsur reda kendati masih menyisakan rintik kecil.

Rasanya potongan lirik Resah menggambarkan apa yang sedang terjadi antara saya dan bapak. Saya berjalan bersama bapak dalam hujan dan malam gelap. Tanpa ada obrolan. Saya tahu, selama ini bapak resah. Pun juga tadi ketika berjalan bersama saya. Entah apa yang ada di pikiran beliau. Tapi saya masih bisa merasakan ada keresahan yang sampai sekarang belum bisa bapak usir. Meski bapak terus mencoba untuk bersikap biasa.

Ini terkait keputasan yang saya ambil. Sebuah keputusan yang teramat impulsif. Sebelum saya mengambil keputusan itu, saya merasa bapak sudah bisa membaca alur yang sudah saya tempuh. Kendati saya merasa tak menempuh jalan manapun karena memang jika dipikirkan kembali, saya hanya terhenti di satu keadaan. Pernah bapak berkata, jikalau bapak mampu menangis, beliau sudah menangis tersedu sambil berteriak minta tolong. Sungguh ungkapan itu menghantam tepat di ulu hati saya. sebegitu dalam bapak kecewa atas perilaku saya. Lantas bapak menambahkan, “tapi bapak tahu, itu tidak mungkin.” Saya tahu, di luar bapak begitu tegar dan dingin. Namun batin beliau menangis dan kecewa. Bahkan bapak mengungkit ungkit masa lalu, “kalau saja adik masih ada, dia juga bakalan kecewa sama kamu. Coba bayangkan apa yang akan dia katakan ke kamu.” Adik sudah meninggal 17 tahun yang lalu. Jika dia masih ada disini hingga sekarang, usianya sudah 20 tahun. Pasti dia akan jauh lebih dewasa ketimbang saya dan sama resahnya seperti bapak saat mendapati saya seperti ini.

Keresahaan itu selalu dirahasiakan bapak. Namun terkadang tumpah saat sudah mencapai titik jenuh. Entah harus bagaimana. Saya merasa tak bisa lagi berbuat apa apa selain menempuh jalan yang sudah saya ambil. Apa yang saya lihat dengan apa yang bapak lihat berbeda. Definisi bahagia yang saya capai saat ini, adalah sedih yang mendalam bagi bapak. Sesungguhnya bahagia itu di dalam sini, di dalam hati dan tak dapat digambarkan atau dihitung jumlahnya. Saya tidak mungkin bermain angka dengan apa yang telah Alloh berikan pada saya. Pun juga dengan segala pengorbanan bapak. Saya tahu semua itu. Saya benar benar egois. Saya tahu kesalahan saya amatlah besar. Hingga hari ini saya pun masih egois, inginkan bapak mengerti bahwa saat ini saya sudah cukup bahagia. Saya tidak ingin bapak selalu resah memikirkan saya. Saya tahu, bapak adalah tipe orang yang selalu memikirkan apa yang akan terjadi di kemudian hari. Perencana dan selalu mematok target. Begitulah saya tumbuh di dalam asuhan bapak. Saya pun senang dengan rencana dan target. Namun semuanya berubah sejak beberapa hal yang telah saya rencanakan ternyata gagal. Semuanya membuat saya cukup terpukul. Kini cara pandang saya berubah drastis. Secara tidak langsung, masalah yang tak seharusnya saya besar besarkan berimbas juga pada aspek kehidupan saya yang lain. Kini saya hanya menjalani apa yang ada, memikirkan rencana rencana jangka pendek yang bersifat harian. Perkara apa yang akan terjadi di bulan depan, tahun depan, saya hanya gantungkan padaNya.

Maafkan saya, bapak. Kita adalah korban dari berharap terlalu banyak pada manusia. Maka dari itu, mari pak…biarkan semuanya mengalir apa adanya.

You Might Also Like

0 Comments

BLOG ARCHIVES

TIFANNY'S BOOKSHELF

Harry Potter and the Half-Blood Prince
Angels & Demons
Mati, Bertahun yang Lalu
Le Petit Prince: Pangeran Cilik
Di Kaki Bukit Cibalak
Goodbye, Things: Hidup Minimalis ala Orang Jepang
Orang-orang Proyek
Guru Aini
86
Ranah 3 Warna
The Da Vinci Code
Animal Farm
Hacker Rp. 1.702
Mata Malam
City of Thieves
Yang Fana Adalah Waktu
Kubah
Harry Potter and the Sorcerer's Stone
9 Matahari
Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982

• T I F A N N Y •

•  T I F A N N Y  •
INFJ-T ・ semenjana ・ penikmat musik & es kopi susu ・ pencinta fotografi ・ pecandu internet ・ escapist traveller ・ sentimental & melankolis ・ suka buku & aroma petrichor ・ hobi journaling