Ketenangan Terkalungi Sunyi
Mei 07, 2018Ada hati yang memilih untuk berhenti mencari. Ada perasaan yang sudah lelah untuk merasa gejolak itu. Ia memilih untuk menjadi tenang setenang aliran sungai. Ia cukup lelah menjadi ombak yang menghempas karang bertubi tubi. Ia lelah menjadi Guntur dan kilat yang menyambar nyambar di puncak bukit. Sudah saatnya ia tenang dan damai seperti ilalang. Yang hanya akan melambai lembut saat angin membelainya.
Ia memilih berdamai dan akhirnya kini sudah cukup menguasai bagaimana cara menikmati mentari pagi tanpa ada perasaan resah dan gelisah. Ia juga telah mengetahui bagaimana agar ia mampu berbaring dengan tenang ketika malam menjelang. Segala rasa telah ia lepaskan ikatannya. Melayang sudah mengudara di bawa angin. Begitulah cara dia menggapai tenang. Melepas dan berpasrah. Sungguh nikmatnya tiada terkira.
Dalam ketenangan yang dikalungi sunyi, ada satu hal yang masih belum ia mengerti. Apakah ia akan menunggu ataukah berserah sepenuhnya? Terkadang sunyi yang mengalunginya terasa menjerat. Begitu sesak di dada. Ketenangannya seolah memudar. Bimbang…mencari bukan lagi hal yang ingin ia lakukan. Berpasrah, membersitkan sedikit keraguan. Tapi Menunggu adalah hal yang menimbulkan pertanyaan. Apa yang seharusnya ia lakukan? Haruskah menunggu dengan penuh kepasrahaan dan mencari jawaban atas pertanyaan yang lahir dari keduanya?
Dapatkah ia menjalani ini semua tanpa bertanya dan meragu? Haruslah ia menjemput tenang di sepertiga malam terakhir. Segala keluh kesah dan pertanyaan kan dijawab dan ditunjukkan olehNya. Seharusnya ia menepis segala ragu dan melakukan semua dengan penuh keyakinan. Dalam ketenangan dan heningnya, ia harus memupuk dan menumbuhkan keyakinan.
0 Comments