Jiwa di Persimpangan
Mei 10, 2018Pikiranku tak pernah terhindarkan darimu. Bahkan malam yang telah mencabut kesadaranku, tak pernah bisa mencabutmu dari pikiranku. Kau berada dalam alam bawah sadarku. Sesekali kau ada dalam mimpiku meski sekadar menjadi cameo. Kau belum jadi tokoh utama. Sebab dalam alam nyataku, kau masih menjadi sesuatu yang sulit aku raih. Sulit...begitu pahit aku harus mengakuinya. Sebab sulit masih mengandung kemungkinan. Namun berkaitan denganmu, kemungkinan seolah tak ada. Tak mungkin, mustahil, absurd, itulah kata yang tepat. Kau adalah satu, aku pun juga. Antara kau denganku tak akan pernah jadi kita. Sudah ku katakan tadi, kata kau dan aku menjadi kita adalah ketidakmungkinan.
Dalam sepi ku duduk termenung. Pikiranku seperti sudah mencapai taraf yang mengkhawatirkan. Membuat jiwa seperti membelok ke persimpangan. Belokannya tajam, keadaan ini sering kali orang orang namai dengan ketidakwarasan, sakit jiwa. Seolah aku mampu mendengar suaramu. Dalam kelebatan angan yang gila, ikrar itu mengudara. Ku mampu merangkai suaramu tuk mengucapkan ikrar itu. Dalam perhelatan nan sakral kau berseru. Berseru tak melulu lantang. Tapi berseru yang kau lakukan adalah dengan suara yang standar, tapi kemantapan dan keseriusan itu pada tingkatan yang luar biasa.
Ku terhenyak. Kesadaran kembali pada cawan jiwaku. Cawanku kering, terisi butir butir angan yang ringan dan rapuh. Jika saja angin menghempasnya, butiran angan itu kan pudar dan menghilang. Pagi menjelang dan semua damba itu semakin menggila. Aku nyaman dalam ketidakberdayaan. Aku tak berdaya dalam ketidaknyamanan. Semua tentangmu membuatku hidup dalam antitesis rasa. Berhantaman dan terus bertubrukan. Sungguh heran aku dibuatnya.
Dapatkah suatu hari nanti, barang sekali saja? Meski sekelebat aku mampu memandangmu. Kita berada dalam pusaran waktu dan ruang yang satu. Meski jarak membentang diantara kita, namun mataku ingin sekali saja bertemu dengan pandangmu. Tak peduli jika detik sesudahnya kau membuang muka dan tanpa ada pikiran apa apa. Tak masalah jika melihatku seperti kau menyapukan pandangan pada kosong yang tak pernah bisa membekas di pikiran dan hatimu. Aku hanya ingin sekali saja melihamu berdiri diaatas sana. Seperti yang sering kali kau lakukan. Aku ingin mendengar suaramu hingga menggetarkan tubuhku.
Dapatkah aku bertanya sebelum kuakhiri tulisan ini? mungkinkah kita merindu pada seseorang yang tak pernah kita temui? mungkinkah seseorang kan sadari rasa yang kita punya meski ia sendiri tak pernah tahu bahwa kita ada?
0 Comments